Home / Fantasi / ALKEMIS TERAKHIR / 5. Ginseng Ratusan Tahun

Share

5. Ginseng Ratusan Tahun

last update Last Updated: 2024-10-03 22:29:37

Butuh beberapa menit bagi Zidan untuk bisa mengumpulkan tenaga dan membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, dan beberapa bagian tubuhnya terasa sangat nyeri. Saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya, ia merasakan luka-luka barunya yang semakin memperparah kondisinya.

Zidan mencoba bangkit, namun rasa sakit membuatnya terhuyung-huyung. Ia menoleh ke arah tebing yang baru saja ia jatuh dari sana. Tebing itu terlalu tinggi untuk didaki kembali, dan ia tahu bahwa jalan satu-satunya adalah mencari cara lain untuk keluar dari situasi ini.

Ia duduk sejenak, mencoba menenangkan dirinya dan memikirkan langkah berikutnya. "Kakek... di mana kau?" gumam Zidan dengan suara lemah. Harapannya sekarang adalah agar Kakek Suma menyadari bahwa ia hilang dan segera mencarinya.

Namun, Zidan tahu ia tidak bisa hanya menunggu di sini. Ia harus melakukan sesuatu. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Zidan merogoh kantong kecil di sabuknya, mencari bahan-bahan obat yang ia petik tadi. Meskipun dalam kondisi lemah, ia masih ingat beberapa teknik dasar untuk meracik obat penyembuh.

Perlahan, ia mulai mengolah beberapa tanaman yang ia kumpulkan, mengunyah sebagian dan mencampurkan yang lainnya dengan air dari sungai kecil yang mengalir di dekat tempat ia terjatuh. Obat sederhana itu mungkin tidak akan menyembuhkan semua lukanya, tapi setidaknya bisa meredakan sedikit rasa sakit dan memberinya kekuatan untuk terus bergerak.

Setelah beberapa saat, Zidan merasa sedikit lebih baik, meski tubuhnya masih sangat lemah. Ia tahu bahwa ia tidak bisa tinggal di dasar tebing ini terlalu lama. Dengan perlahan, ia mulai bangkit dan berjalan, mencari jalan keluar dari hutan yang terasa semakin asing baginya.

Suara-suara hutan yang sebelumnya menenangkan kini terdengar seperti ancaman. Ranting yang patah, desiran angin di antara dedaunan, dan suara langkah-langkah hewan kecil yang bersembunyi di balik semak-semak. Zidan berusaha tetap tenang, meskipun hatinya diliputi kecemasan.

"Sabar, Zidan," katanya pada dirinya sendiri. "Kau pernah melewati hal-hal yang lebih sulit dari ini."

Zidan ingin bangun dan kembali ke Kakek Suma. Mungkin Kakek juga akan khawatir. Tapi saat ia akan bangun tangannya menyentuh sesuatu. Ia berbalik, saat melihat ginseng yang sudah sangat tua membuat Zidan bersemangat.

Zidan mulai menggali lebih dalam, tangan kecilnya cekatan mengangkat tanah dan akar-akar liar yang menghalangi jalannya. Ketika ia melihat akar ginseng mencuat dari dalam tanah, hatinya melonjak kegirangan. Ginseng ini adalah bahan yang langka, sering kali digunakan untuk obat mujarab yang hanya bisa ditemukan di tempat-tempat terpencil seperti hutan tua ini. Zidan tahu bahwa temuannya ini sangat berharga, dan tanpa berpikir panjang, ia segera memasukkan akar tersebut ke dalam kantong kulit yang selalu dibawanya.

Dengan hati-hati, Zidan ingin naik, untuk kembali ke tempat semula. Pikirannya penuh dengan rencana, membayangkan betapa bangganya ia saat memperlihatkan temuannya. “Ini pasti akan membuat Kakek terkesan,” pikir Zidan sambil tersenyum kecil.

"Zidan!!!" Suara berat Kakek Suma memecah keheningan hutan. Zidan segera menjawab, "Kakek, aku di sini!"

Kakek Suma, yang berdiri di atas tebing kecil, melemparkan seutas tali ke bawah. Zidan menggenggam tali itu erat-erat, dan dengan sekuat tenaga, ia mulai memanjat. Setibanya di atas, wajah tua Kakek Suma menyambutnya dengan senyum setengah geli.

"Dasar kau ini, baru kutinggal sebentar tidur, kau sudah masuk ke jurang!" ujar Kakek Suma dengan suara bercampur kekhawatiran dan tawa.

"Ah, Kakek! Itu bukan jurang yang curam. Lagipula, aku menemukan sesuatu yang berharga!" Zidan berkata dengan penuh semangat, lalu mengeluarkan ginseng tua dari kantongnya.

Mata Kakek Suma berbinar sejenak saat melihat ginseng itu. "Ginseng ratusan tahun, ya?" katanya sambil mengamati akar tersebut dari dekat. "Ini bagus, Zidan, tapi akan lebih baik lagi kalau usianya mencapai seribu tahun."

Zidan terkejut mendengar pernyataan itu. "Seribu tahun? Memangnya ada, Kek?"

"Tentu saja ada," jawab Kakek Suma dengan nada penuh keyakinan. "Namun, hanya sedikit yang tahu bagaimana menemukannya. Yang terpenting adalah memperhatikan warnanya. Ginseng yang sudah mencapai usia seribu tahun memiliki warna yang berbeda."

Zidan menggaruk kepalanya, merasa sedikit bingung. "Ayah belum mengajariku sampai sejauh itu, Kek."

Kakek Suma tertawa kecil. "Kau masih banyak yang harus dipelajari, bocah. Seorang alkemis seperti dirimu harus mengenal tumbuhan lebih baik lagi."

Zidan menatap Kakek Suma dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. "Kakek, sebenarnya siapa Kakek? Apakah Kakek seorang alkemis juga?"

Kakek Suma tersenyum mendengar pertanyaan Zidan, tetapi tidak segera menjawab. Ia mengusap janggut putihnya yang tebal sambil memperhatikan Zidan dengan mata yang penuh arti. "Mungkin saatnya kau tahu sedikit tentang masa lalu kakek," kata Kakek Suma akhirnya.

Zidan memandangnya dengan penuh rasa ingin tahu. “Apa maksud Kakek?”

“Kakek memang bukan alkemis, tapi dulu, kakek adalah seorang pendekar yang sering bekerja sama dengan alkemis. Zaman itu, alkemis adalah sekutu yang sangat penting dalam dunia persilatan. Mereka bukan hanya peracik obat, tapi juga pembuat senjata rahasia dan pelindung ilmu. Kakek pernah memiliki sahabat alkemis yang sangat berbakat. Kami berjuang bersama dalam banyak pertempuran, tapi…” Kakek Suma berhenti sejenak, suaranya terdengar agak serak. “Ia gugur dalam tugasnya untuk melindungi sebuah ramuan langka dari tangan kerajaan yang serakah.”

“Kek, kenapa kerajaan begitu takut pada alkemis? Mengapa mereka ingin memusnahkan kami?” tanya Zidan, suaranya dipenuhi oleh kebingungan dan kesedihan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ALKEMIS TERAKHIR    116. Raja Zidan

    Langit di atas Arzan membentang biru jernih, hanya dihiasi awan tipis yang melayang perlahan. Sinar matahari pagi memantulkan kilauan keemasan di atap istana yang megah, lambang dari pemerintahan baru yang kini membawa harapan bagi rakyatnya. Di bawah kepemimpinan Raja Zidan, kerajaan yang dahulu dilanda peperangan kini berdiri dengan kokoh, lebih kuat dan lebih makmur dari sebelumnya.Di pusat kota, pasar yang dulunya sepi kini kembali ramai. Pedagang-pedagang memenuhi jalanan dengan tenda dan lapak mereka, menawarkan hasil bumi yang melimpah, kain-kain sutra yang indah, dan barang-barang berharga dari berbagai wilayah. Anak-anak berlarian dengan riang, suara tawa mereka menggema di antara bangunan-bangunan yang telah dipugar. Tidak ada lagi ketakutan di mata mereka, tidak ada lagi bayangan peperangan yang menghantui.Di depan istana, Zidan berdiri tegak di atas balkon, memandang ke arah rakyatnya dengan mata penuh kebanggaan. Ia mengenakan jubah kebesaran berwarna biru tua dengan su

  • ALKEMIS TERAKHIR    115. Raja Baru

    Setelah melalui perjalanan panjang penuh darah dan pengorbanan, Zidan akhirnya berdiri di puncak kekuasaan. Dia tidak mendambakan tahta, tetapi takdir membawanya ke posisi itu. Sebagai pemimpin baru kerajaan Arzan, dia memikul beban yang lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan.Hari-hari setelah kemenangan besar itu dipenuhi dengan pertemuan, keputusan, dan perubahan yang drastis. Zidan menyadari bahwa kerajaan yang baru harus dibangun dengan fondasi yang kokoh, bukan hanya dengan kekuatan alkemis, tetapi juga dengan keadilan dan kebijaksanaan yang benar-benar mengutamakan rakyat.Rakyat Arzan, yang dulu hidup dalam bayang-bayang ketakutan, kini mengangkat kepalanya. Di jalanan dan pasar, mereka menyebutnya dengan penuh hormat: Raja Zidan, meski ia lebih suka dianggap sebagai pelayan rakyat.Zidan berjalan menyusuri jalan-jalan kota Arzan, ditemani oleh beberapa pengawal dan anggota dewan penasihat. Di setiap sudut, warga menyapanya dengan hormat. Para ped

  • ALKEMIS TERAKHIR    114. Kemenangan

    Zidan berdiri di tengah reruntuhan istana Arzan, menatap medan pertempuran yang kini mulai mereda. Udara masih dipenuhi debu, bau darah dan mesiu bercampur dengan angin malam yang dingin."Kyro, cari yang terluka dan kumpulkan mereka di pusat kota!" perintah Zidan, suaranya penuh kewibawaan meski kelelahan jelas terasa.Kyro mengangguk dan segera bergerak, bersama beberapa alkemis lain yang masih mampu berdiri."Asmar, periksa reruntuhan. Ada kemungkinan beberapa orang masih terjebak di bawah sana," lanjutnya.Asmar tanpa ragu mulai menggambar lingkaran alkemis di tanah. Dengan kekuatan alkeminya, batu-batu besar perlahan bergerak, membuka jalur bagi mereka yang mungkin masih hidup di bawah puing-puing.Di sisi lain, Kakek Suma memimpin pasukan alkemis yang tersisa, menahan sisa-sisa pengawal kerajaan yang menyerah. "Mereka yang menyerah, ikat dan kumpulkan. Kita akan menentukan nasib mereka nanti," katanya tegas.Zidan berjalan ke tengah kota yang porak-poranda. Beberapa warga sipil

  • ALKEMIS TERAKHIR    113. Serangan

    Zidan menggenggam pedangnya erat, tubuhnya dipenuhi luka, tapi semangatnya tidak padam. Energi biru yang mengelilinginya berkobar semakin kuat, berdenyut seperti jantung yang penuh amarah.Makhluk bayangan itu menatapnya dengan tatapan kosong, sebelum akhirnya mengangkat tangannya. Kabut hitam di sekelilingnya berputar seperti badai, membentuk tombak kegelapan raksasa."MATI!" raung makhluk itu, melemparkan tombak tersebut ke arah Zidan dengan kecepatan kilat.BOOM!Zidan melompat ke samping tepat sebelum tombak itu menghantam lantai, menciptakan kawah besar dan meruntuhkan sebagian dinding perpustakaan. Batu dan pecahan kayu beterbangan, menyelimuti medan pertempuran dengan debu tebal.Dari dalam kabut, makhluk itu melesat ke arah Zidan dengan kecepatan tak kasat mata!CLANG!Pedang Zidan bertemu dengan cakar hitam makhluk itu, menciptakan percikan energi yang menyilaukan. Tubuh Zidan terdorong ke belakang oleh kekuatan luar biasa, tapi dia tetap bertahan."Asmar! Beri dia dukungan!"

  • ALKEMIS TERAKHIR    112. Perang Kerajaan Arzan

    Zidan mengatur napasnya, darah mengalir dari luka di pelipisnya. Ia dan kelompoknya telah terpojok di dalam Perpustakaan Terlarang, dikelilingi oleh Zarif, Jenderal Morvath, dan pasukan kekaisaran. "Dinding mulai runtuh," bisik Kyro. "Kita tak bisa bertahan lama di sini." Asmar menekan luka di bahunya, matanya tajam mengamati Morvath. "Jadi ini rencana Kaisar? Menghapus seluruh jejak sejarah alkemis?" Morvath menyeringai. "Sejarah tidak lebih dari beban bagi yang lemah. Kaisar menginginkan kekuatan sejati." Zarif melangkah maju. "Tak perlu banyak bicara. Kita akhiri mereka sekarang." Zidan tidak menunggu. Dengan gerakan cepat, ia menjejak tanah, menciptakan gelombang energi yang menghantam lantai. Batu-batu berhamburan, menciptakan kabut debu yang menghalangi pandangan. "SEKARANG!" teriaknya. Kyro melemparkan bom asap, mempertebal kabut. Dalam kekacauan itu, Zidan berlari ke arah Morvath, mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga. Tebasan itu hampir mengenai Morvath

  • ALKEMIS TERAKHIR    111. Pengkhianatan

    Ruangan masih dipenuhi asap akibat ledakan. Zidan mengatur napasnya, matanya tetap waspada mengawasi tubuh Zarif yang tergeletak tak berdaya di lantai. Namun, ia tahu bahwa kemenangan ini hanya permulaan dari pertarungan yang lebih besar. "Asmar, kita harus pergi sekarang," ucap Zidan tegas. Asmar mengangguk. "Terowongan ini tidak akan bertahan lama. Kita harus menuju ke bagian terdalam istana sebelum pasukan lain datang." Mereka bergerak cepat melalui lorong bawah tanah, langkah mereka tergesa-gesa namun tetap berhati-hati. Zidan merasakan atmosfer yang semakin mencekam—seperti ada sesuatu yang mengawasi mereka dari kegelapan. Saat mereka mencapai persimpangan lorong, suara langkah kaki mendekat dengan cepat. Zidan memberi isyarat agar semua berhenti. Dari kejauhan, terlihat sekelompok pengawal istana yang membawa obor, menerangi lorong yang remang. "Tidak ada jalan mundur," bisik Kyro, menggenggam belatinya erat. "Tidak," Zidan menggeleng. "Kita akan membuat mereka kehil

  • ALKEMIS TERAKHIR    110. Pertarungan Yang Sengit

    Dengan Asmar kini berada di sisi mereka, ketegangan semakin memuncak. Zidan tahu bahwa mereka sudah berada di ujung jurang—hanya dengan pergerakan cepat dan strategi yang cermat mereka bisa selamat. Namun, tantangan yang dihadapi tidak hanya fisik, tetapi juga banyak rahasia yang harus diungkap.Setelah mendiskusikan rencana mereka dengan Asmar, Zidan merasa seluruh beban tanggung jawab terletak di pundaknya. Kerajaan yang sudah begitu kuat dan pengkhianatan yang terjalin rapat membuat setiap langkah yang mereka ambil berpotensi menjadi jalan menuju kehancuran.Asmar mengisyaratkan agar mereka bergerak lebih cepat. "Pintu belakang sudah pasti telah dibuka. Kerajaan tidak akan lama lagi menyadari kita telah memasuki ruang bawah tanah ini. Kita harus menuju pusat kekuatan mereka—dan menemukan cara untuk menghentikan pertempuran alkemis yang telah mereka rencanakan."Zidan mengangguk dan dengan sigap memimpin kelompok menuju jalur yang lebih sempit dan

  • ALKEMIS TERAKHIR    109. Langkah Rahasia

    Baik! Saya akan melanjutkan cerita dengan lebih banyak ketegangan dan intrik. Berikut kelanjutannya:Zidan mengatur napasnya dengan hati-hati saat ia dan teman-temannya bersembunyi di balik bayangan dinding benteng Arzan. Mereka tahu bahwa setiap gerakan ceroboh bisa menarik perhatian pengawal yang berjaga ketat. Elric melirik ke arah Zidan, matanya penuh tanda tanya."Apa rencanamu sekarang?" bisik Elric.Zidan menghela napas, berpikir cepat. "Kita harus menciptakan gangguan. Jika kita hanya menunggu, kita akan terjebak di sini selamanya."Kyro mengangguk, matanya berbinar penuh keberanian. "Aku bisa membuat suara ledakan kecil dengan batu api dan bubuk mesiu yang kubawa. Itu bisa mengalihkan perhatian mereka cukup lama."Daren tersenyum tipis. "Baiklah, begitu mereka terpancing, kita harus bergerak cepat. Tapi bagaimana kita tahu jalur mana yang paling aman?"Zidan merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan secarik kertas peta yang ia dapatkan dari seorang informan sebelumnya. "Ada jalu

  • ALKEMIS TERAKHIR    108. Rasa Curiga

    Zidan melangkah dengan hati-hati, matanya menyapu sekeliling lorong gelap yang dipenuhi bayangan. Nafasnya ditahan, mendengar langkah-langkah kaki yang mendekat. Ia merapat ke dinding, menunggu hingga suara itu menjauh sebelum melanjutkan perjalanan. Harzan telah mencurigainya, dan setiap gerak-geriknya kini dalam pengawasan. Namun, ia tak bisa mundur sekarang.Setelah bertemu Kakek Suma dan mendapatkan petunjuk penting, ia tahu bahwa keberadaannya di Akademi Arzan bukan sekadar kebetulan. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, sesuatu yang melibatkan kekuatan tersembunyi yang bisa mengancam keseimbangan kekaisaran. Namun, sebelum ia bisa bertindak, ia harus memastikan keselamatan Daren, Kyro, dan Elric. Mereka bertiga mungkin belum tahu sepenuhnya bahaya yang mengintai, tetapi mereka adalah orang-orang yang bisa ia percayai.Di dalam kamar mereka, keheningan menggantung saat Zidan menceritakan apa yang ia ketahui. Daren duduk dengan ekspresi serius, sementara Kyro berkacak ping

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status