Home / Urban / AWAN - THE NEXT SANJAYA / 177. PENGKHIANAT

Share

177. PENGKHIANAT

Author: sutan sati
last update Last Updated: 2024-10-27 20:24:11

"Tetua Arsyad, kenapa anda berhenti di sini?" Tanya salah seorang prajurit keluarga Saka heran.

Karena tetua Arsyad yang memimpin mereka tiba-tiba berhenti, membuat semua orang di belakangnya ikut berhenti dan menatapnya dengan penuh tanya,

Seharusnya mereka harus bergegas kembali ke kediaman keluarga Saka. Karena disamping mereka harus membawa pil untuk kepala keluarga, mereka juga harus segera melaporkan tentang misi penyelamatan dua tetua mereka yang dipimpin oleh Dian dan meminta tim bantuan.

Namun, bukannya harus bergegas kembali, tindakan tetua Arsyad yang tiba-tiba berhenti dan menunjukkan gelagat mencurigakan membuat semua orang kebingungan.

"Cony, serahkan pilnya padaku!" Ujar tetua Arsyad mengulurkan tangannya.

"Tetua, apa maksudmu? Kita harus bergegas kembali dan melapor pada keluarga utama." Ujar prajurit Cony tidak langsung menuruti permintaan seniornya tersebut.

"Apa perintahku kurang jelas? Cepat, serahkan pil itu padaku!" Ulang tetua Arsyad dingin.

"Maaf, tetua! Kami t
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (12)
goodnovel comment avatar
Samuel Alzami
klo ga niat buat novel mnding ga usah
goodnovel comment avatar
gancuk
macetnya lama bgt nih
goodnovel comment avatar
Juna Putra
updatenya seminggu sekali, itu aja kalo inget ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   211. PENUMPANG RASA PACAR

    “Wow, Z1000 Special Edition? Gaji kapten polisi sekarang gede juga, ya?”Awan mengangkat alisnya tinggi, nada suaranya campuran antara kagum dan menggoda.Motor sport besar berwarna hijau hitam itu berdiri gagah di bawah cahaya lampu jalan. Knalpotnya masih beruap, suara mesin yang baru dimatikan terdengar seperti dengusan hewan buas yang belum sepenuhnya jinak. Di atasnya, berdiri seorang wanita berambut hitam yang diikat tinggi, mengenakan jaket kulit dan celana jeans ketat. Dian Saka, selalu dengan gaya tangguhnya.Sejujurnya, Awan cukup terkejut melihat Dian mengedarai motor sport tersebut. Waktu pertama kali datang ke kota Samarda, ia cuma pernah lihat model motor itu di iklan. Belum sempat rilis, tapi di depan matanya sekarang, sudah ada satu dan itupun dikendarai oleh seorang wanita.Dian hanya tersenyum tipis, tidak bangga, tidak pula pamer. Ia menepuk sadel belakang motornya,“Bukan dari gaji polisi. Ini hadiah ulang tahun dari ayahku. Aku bahkan sempat nolak, tapi ya... mere

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   210. SATU PENGIKUT BARU

    Langit malam tampak berat. Awan pekat menutupi rembulan, dan hanya sesekali kilat menyambar di kejauhan, menerangi reruntuhan bangunan tempat dua sosok itu berdiri saling berhadapan. Bau darah samar masih tercium di udara, sisa dari pertempuran yang baru saja berakhir.Awan menatap lelaki berpakaian serba hitam di depannya, seorang pria berusia 40an dan tubuhnya setengah berlutut, nafasnya terengah, tapi matanya masih menyimpan perlawanan. Lelaki itu, dikenal di dunia bawah tanah dengan nama 'Spectre', salah satu pembunuh bayaran paling berbahaya yang pernah dikirim untuk menumbangkan siapa pun yang menjadi targetnya. Tapi malam ini, dia gagal.Bukan karena ia lebih lemah dari lawannya, tapi karena lawannya sudah mengetahui semua jurus andalannya dan bahkan lebih baik darinya.Dan lebih dari sekadar gagal, dia terpukul oleh sesuatu yang tidak mampu ia jelaskan dengan logika manusia biasa.“Sekarang, kamu bisa jelaskan darimana kamu mempelajari teknik itu?” tanya Awan pelan, suaranya da

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   209. PERTARUNGAN DALAM SENYAP

    “Berhenti di sini, Pak.”“Hah? Di sini, Mas? Beneran?” sopir taksi itu menatap lewat kaca spion dengan dahi berkerut. Jalan yang mereka lalui sudah sepi sejak sepuluh menit lalu, hanya ada deru angin malam dan bayangan pepohonan di pinggir jalan. Tak ada rumah, tak ada lampu jalan. Tempat ini benar-benar gelap dan sunyi.Awan hanya tersenyum tipis, “Iya, berhenti di sini saja, pak.”Nada suaranya datar tapi mantap. Tak memberi ruang untuk ditawar.Sopir itu masih ragu, “Tapi, Mas... di sini bahkan nggak ada rumah. Mas yakin ini tempatnya?”Sopir taksi sempat mengira jika Awan sedang bercanda dan bertanya untuk memastikan.“Saya yakin.”Awan menatap keluar jendela. Hanya ada jalan kecil yang bercabang menuju gang sempit. Dari kejauhan, tampak seperti jalur mati. Tapi di mata Awan, tempat itu ideal. Tak ada kamera, tak ada saksi, tak ada suara selain jangkrik dan desir dedaunan. Tempat sempurna untuk untuk sebuah pertarungan, dan yang terpenting, tidak membahayakan keselamatan orang lain

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   208. DIUSIR DARI RUMAH SENDIRI

    Selepas kepergian Dian dan yang lainnya, malam itu kantor terasa begitu sunyi. Hanya ada suara ketikan keyboard, dengungan pendingin ruangan, dan aroma kopi yang sudah dingin di atas meja. Awan dan Nadya masih di sana, bekerja dalam diam. Wajah mereka sama-sama lelah, tapi tidak ada yang mau menyerah. Meski sekarang hanya ada mereka berdua, tapi tidak ada kesempatan untuk mengulang momen romantis seperti siang tadi. Keduanya larut dalam pekerjaan. Tumpukan dokumen di meja Nadya belum juga berkurang. Puluhan karyawan yang mengundurkan diri bersama Tomi sebelumnya dan ditambah tekanan dari berbagai pihak, membuat beban kerja Nadya naik berkali lipat. Karena tidak tega membiarkan Nadya bekerja seorang diri memeriksa banyak dokumen dan membuat banyak pengaturan, mau tidak mau Awan akhirnya ikut lembur bersama Nadya. Meski perannya hanya sebagai pendukung karena semua pekerjaan utama sudah bisa dihandel dengan baik oleh Nadya.“Sudah jam sebelas lewat, Nad. Kita pulang, yuk!” ucap Awan pe

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   207. ANCAMAN KELUARGA PURNAMA

    Suara langkah sepatu hak tinggi bergema di lorong panjang kantor utama. Nadya yang baru saja menatap Awan dengan mata setengah terpejam refleks menegakkan tubuhnya. Aura keintiman yang baru saja terbangun seketika menguap begitu pintu ruangannya terbuka keras.Kali ini, bukan Lona yang datang. Sosok yang muncul di ambang pintu adalah, Dian Saka, gadis dingin, berwajah tegas, dan pernah menjadi rekan ekspedisi Awan sebulan yang lalu. Di belakangnya tampak Lona dengan senyum jail, serta Erika Harsya, putri sulung keluarga Harsya, yang menatap ruangan dengan ekspresi hati-hati namun berwibawa.Awan mendengus dalam hati. Ia tahu, kalau Lona ikut di belakang, pasti tidak akan ada kabar baik. Dan benar saja, melihat wajah puas gadis itu, Awan langsung tahu kalau Lona sedang menikmati perannya sebagai pengganggu waktu romantisnya bersama Nadya. Sial, lagi-lagi gagal di momen terakhir. Satu centimeter lagi. Lona memiringkan kepala, menatap Awan dengan gaya usil. "Aduh, maaf ya! Gak ganggu,

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   206. MERATAPI SATU SENTIMETER

    Di saat Tomi dan kelompoknya baru saja selesai diperiksa di ruang security, Awan duduk di ruang kerjanya, menatap kosong ke arah jendela besar. Tapi pikirannya tidak ke mana-mana. Ia tersangkut di satu hal yang sangat menyakitkan bagi harga diri pria sepertinya.‘Jir, tinggal satu senti lagi!’ gumamnya dalam hati. Kalau saja ia bukan pria sejati, ia mungkin sudah menangis bombai sekarang.Ya, hanya satu sentimeter yang memisahkannya dari momen paling berharga bersama Nadya. Sebuah momen yang jarang bisa mereka dapatkan. Apalagi, ia sudah menghilang cukup lama dan sudah sewajarnya bagi sepasang kekasih melepas rindu satu sama lain.Satu sentimeter yang gagal ia taklukkan, gara-gara seseorang datang tanpa diundang, siapa lagi kalau bukan gara sepupu Nadya, Lona.Sekarang gadis itu duduk di depan meja, menangis pelan sambil bercerita panjang lebar. Sudah hampir setengah jam Lona curhat tanpa henti dengan Nadya yang duduk disampingnya sambil menenangkannya, sementara Awan hanya menatap kos

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status