Lily sedang bersama Charlotte saat Paman Albert mendatanginya dan mengatakan bahwa malam nanti pukul 7 Lily akan di jemput oleh Arsen untuk berjalan-jalan keluar mansion."Benarkah itu Paman?" tanya Lily antusias."Benar Nyonya, pukul 5 akan ada yang datang untuk mengantarkan baju dan merias wajah Anda Nyonya," jelas Paman Albert."Merias?" mulut Lily membulat bahkan ia memiringkan wajahnya.Paman Albert mengangguk pelan, "Iya Nyonya, karena Anda akan keluar mansion maka penampilan Anda harus di samarkan."Lily mengangguk paham. Ia sudah sadar dengan itu, tidak masalah jika ia harus kembali di dandani seperti saat ia ke Mexico dulu. Lily paham dengan maksud Arsen.Waktu tidak terasa, berjalan dengan cepat begitu saja. Tepat pukul 5 sore, seseorang yang membawa baju dan akan mendandani Lily akhirnya datang."Maggie.." seru Lily saat wanita muda itu datang menemui Lily. "Aku merindukanmu, sudah lama.""Nyonya Lazcano, bagaimana kabarmu?" Tanya Maggie dengan senyuman manis di bibirnya. B
Lily dan Arsen menghabiskan makan malam mereka, kemudian mereka berbincang dan menikmati pandangan. Lily begitu senang dengan semua ini.Seorang pelayan membawakan segelas mocktail Blueberry Mojito dan menuangkan kembali wine di gelas Arsen yang sudah kosong.Lily merasa bingung karena minuman beralkohol berwarna agak kemerahan tersebut di simpan di hadapannya. "Aku tidak minum alkohol Arsen," seru Lily.Tentu saja tak akan pernah menyentuhnya lagi, apalagi kini ia sedang hamil, maka Lily merasa bingung mengapa Arsen memesankan minuman tersebut untuknya."Itu bukan cocktail, itu mocktail tidak mengandung alkohol sama sekali," jelas Arsen."Begitukah?" tanya Lily bingung karena ia memang tidak mengetahuinya.Arsen mengangguk pelan, "Ya.""Baiklah, aku akan meminumnya," seru Lily, kemudian ia mulai menyesapnya sedikit, dan rasanya benar-benar menyegarkan dimulutnya. "Ini enak." Gumamnya pelan.Tentu saja Arsen bukan orang bodoh yang akan memberikan sesuatu yang membahayakan bagi calon a
Arsen dan Lily kembali bincang saat rasa pusing Lily sudah benar-benar hilang. Banyak yang mereka bicarakan. Mulai dari hal yang tidak penting hingga penting.Arsen kembali menatap jam di tangannya, sudah terlalu larut malam. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Namun kali ini ia tidak akan mengajak Lily pulang ke mansion. Tapi apartemen Arsen yang berada tidak jauh dari sini. Karena Lily terlihat sudah sedikit mengantuk.Sudah lama mereka tidak kembali ke apartemen. Sedikit mengingatkan kenangan bagi Arsen, saat awal-awal kebersamaan mereka.Arsen mengajak Lily untuk meninggalkan restaurant. Mereka mulai melangkah meninggalkan tempat tersebut.Anak buahnya beserta General Manager hotel kembali menyambut mereka begitu keluar dari lift."Selamat jalan Mr.Lazcano," ucap GM hotel tersebut dengan ramah. Arsen hanya mengangguk sedikit.Saat mereka keluar dari pintu lobby menuju mobil mereka yang sedang terparkir ada beberapa tamu hotel yang baru saja datang.Lily segera mengikuti Ar
Maria keluar dari mobil dan mendekati Alonzo, terdapat sedikit darah dan luka lebam di wajah Alonzo membuat Maria sedikit panik."Kau tidak apa-apa Tuan?" tanya Maria panik dan khawatir."Aku baik-baik saja Maria, tidak usah khawatir," seru Alonzo menenangkan Maria, namun Maria tak dapat menahan air matanya, ia kembali menangis di hadapan Alonzo."Heyy, apa yang harus di tangisi aku baik-baik saja." Alonzo kembali berseru dan menghapus air mata di pipi Maria.Maria tak bisa berucap, ia hanya bisa terisak. Alonzo mengambil senjata ditangan Maria. "Tunggu sebentar, aku akan membereskan ini dahulu."Mata Maria membulat, ia mengerti apa maksud dari Tuannya tersebut. Bahwa ia akan menghabisi nyawa James dan teman-temannya."T-tuan.." lirih Maria, Alonzo langsung kembali menolehkan pandangannya pada Maria."Sudah Tuan, anda tidak harus mengotori tangan anda karena saya. Jangan bunuh mereka Tuan, aku mohon," pinta Maria dengan lirih.Alonzo menatap Maria dengan lembut, ia ingin mendengarkan
"Heeeyyyy..., Maniakkk, rupanya kau masih hidup hah??!"Seketika Dante menoleh pada sumber suara dan memutar bola matanya jengah.Sudah jelas Dante tahu siapa pemilik suara yang menyebalkan tersebut. Dante tidak peduli, pura-pura tidak melihatnya. Masa bodo.Tidak akan ada pelukan, tidak ada tangisan yang mengharu biru antara penyelamat dan orang yang di selamatkan, hanya ada keributan. Kenapa mesti bocah tengil itu yang menyelamatkanku hah?!."Wahhh.., kau sedang membakar ikan? Kau tahu aku akan dan menyelamatkanmu, maka dari itu kau membuat ikan bakar itu untukku kan?!" seru Pascoe riang, karena perutnya memang sudah lapar, apalagi dari kejauhan sudah tercium wangi ikan di bakar hingga perutnya berontak minta diisi."Ck! Tangkap sendiri sana," Dante menunjuk ke sungai."Ahh.., tidak, ribet, aku ingin yang sudah matang, dan tinggal makan saja," dengus Pascoe seraya menunduk dan mengambil ikan yang sudah matang begitu saja."Kauuu!!!" geram Dante."Aku lapar, Dante!!' seru Pascoe sera
Alonzo tidak dapat tidur, meskipun sudah larut malam, namun matanya seakan enggan untuk terpejam. Bahkan ingatannya terperangkap dalam kejadian tadi, ketika Maria mengecup pipinya.Padahal ia sendiri tahu arti dari kecupan Maria hanya sekedar bentuk ungkapan terima kasih, tidak lebih.Alonzo menyentuh dada sebelah kirinya, ia merasakan jantungnya masih berdebar, sama seperti saat kejadian tadi.Ia sudah terlalu dalam rupanya mencintai Maria. Sedangkan Maria sendiri sudah menolaknya, apakah ia sanggup hidup dengan luka seperti ini? Berapa lama ini akan sembuh?.Tapi ucapan Estes kembali terngiang di telinganya, bahkan Alonzo sudah membunuh orang yang menyakiti Maria di masa lalu yang membuatnya tak percaya pada pria.Apa aku harus bersabar dan mendekatinya perlahan? Apa aku mampu? Semoga saja.Alonzo kembali mencoba untuk memejamkan kembali matanya, ia butuh istirahat. Meskipun lawannya mudah tapi tetap saja terasa ngilu di beberapa bagian tubuhnya.Setelah larut sekian lama dalam lamu
Begitu keluar dari pesawat Sasha langsung mengaktifkan ponselnya. Matanya menatap dengan penuh harap pada layar ponselnya, karena Mike pasti sudah mendarat satu jam yang lalu.Drrrttt…Ponselnya bergetar, membuat matanya berbinar seketika, ketika nama Mike muncul di layar. Senyum lebar terlukis bibirnya meskipun ia belum membaca pesan dari Mike.Betapa bahagianya Sasha, hingga ia tak sadar melompat-lompat kegirangan, membuat dirinya menjadi tontonan orang-orang yang berada di bandara.Saat sadar Sasha merasa malu, kemudian ia mengeluarkan cengiran lebarnya dan menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, sambil berujar "Maaf..maaf..".Sasha segera pergi dari sana agar tidak menjadi pusat perhatian lagi.Mike : Aku sudah sampai NY."Hanya begitu saja?? Tidak ada rindu atau aku mencintaimu begitu?? Ah..., yang benar saja! " keluh Sasha.Namun Sasha berpikir jika marahpun atau komplain tidak akan membuat Mike yang dingin berubah begitu saja menjadi hangat dan romantis. Dengan Mike
Setelah sarapan Arsen segera pergi meninggalkan Lily di apartemen. Ia belum membawa Lily pulang ke mansion, nanti saja setelah ia menyelesaikan urusannya di kantor kemudian mereka pulang bersama ke mansion.Sejam setelah Arsen berada di kantor ia merasa kasihan pada Lily dengan meninggalkannya sendirian.Arsen memanggil Ivanov untuk datang ke ruangannya."Ya, Tuan ada yang bisa saya bantu?" tanya Ivanov setelah memberi hormat pada Arsen yang sedang duduk di kursinya."Bawa Anna ke apartemen, temani istriku, dia sendirian di sana," perintah Arsen pada Ivanov yang langsung diangguki sebelum pamit meninggalkan ruangan Arsen dan melaksanakan perintahnya.Ivanov segera pergi menuju ruangan dimana Anna berada. Tentu saja perintah Ivanov membuat Anna senang bukan main, ia segera merapikan mejanya dan segera mengikuti Ivanov.Ivanov sendiri yang akan mengantar Anna langsung ke apartemen, karena ia yang mengetahui kode apartemen Arsen.Mobil yang membawa Anna dan Ivanov segera melaju menuju ap
Setelah menyelesaikan meeting dengan client di sebuah hotel, Arsen berencana kembali ke mansion.Di dalam mobil, Arsen tiba-tiba teringat perkataan Yuri beberapa hari yang lalu. Arsen sempat mendiskusikan hal ini dengan Lily.Mike sangat menghargai Arsen dan memperlakukannya dengan hormat, Arsen sangat memahami dedikasi, kontribusi dan kesetiaan Mike padanya.Arsen sangat mengerti, pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran Mike untuk Black Nostra bukan semata-mata karena mengejar materi dan status. Meskipun Mike banyak dikenal sebagai ketua oleh dunia hitam, Mike tidak pernah congkak menepuk dada di luar sana.Mike selalu tunduk dan memperlakukan Arsen dengan hormat sejak kecil meskipun David dan Marissa selalu mengatakan bahwa Mike sudah dianggap seperti cucu kandungnya, sama seperti Arsen. Arsen tahu bahwa Mike sangat menyayanginya dan selalu siap pasang badan untuk melindungi Arsen.Arsen menyadari bahwa perkataan Yuri itu benar adanya. Sasha adalah anak angkat Yuri dan otomatis akan m
"Selesai sarapan, kita berangkat ke hutan, Theo" seru Arsen di tengah sarapannya."Benarkah, Dad?" Tanya Theo dengan wajah berbinar dan penuh antusias.Arsen mengunyah makanannya sambil menganggukkan kepala. Theo tampak sangat gembira dan bersemangat.Lily tersenyum melihat Theo yang sangat antusias belajar banyak hal pada ayahnya. Theo benar-benar mirip sekali dengan Arsen."Aku ikut mengantar kalian sampai tempat berkuda," kata Lily."Mom tidak ikut?" Tanya Theo."Tidak bisa Theo. Ada adikmu di perut Mommy. Berbahaya," sahut Lily dengan lembut seraya mengusap perutnya.Theo mengangguk-anggukkan kepalanya, seakan mengerti dengan penjelasan dari ibunya tersebut.Theo dan Arsen memakai pakaian dan sepatu boots untuk berkuda di hutan. Arsen juga membawa sebuah helm kecil untuk Theo.Mereka bertiga berjalan keluar mansion menuju ke tempat penyimpanan kuda. Pelayan yang mengurus kuda segera menghampiri Tuan dan segera menyiapkan kuda yang akan di gunakan oleh Tuannya."Dad, apa aku boleh
Hari ini adalah ulang tahun pernikahan Arsen dan Lily yang ke 4. Lily meminta pada Arsen untuk merayakannya secara sederhana. Hanya makan bersama dan beramah tamah bersama keluarga inti Black Nostra, dengan mengundang anak istri masing-masing dan Arsen menyetujuinya.Lily sedang membantu Arsen memasang dasi. Arsen merangkul pinggang Lily dan menatapnya dengan mesra."Kau tetap cantik seperti dulu. Bahkan lebih cantik dibanding awal saat kita bertemu. Dress putih yang kau pakai ini membuatku teringat saat menggandengmu sebagai pengantinku 4 tahun yang lalu." Bisik Arsen dengan mesra.Lily mengenakan dress panjang sutra berwarna broken white model off shoulder bertaburan bunga-bunga emas dan perak di dada. Lily menjepit rambut indahnya di atas kedua telinganya dengan jepitan emas lalu menggerai rambutnya ke kanan dan ke kiri untuk menutupi sebagian kulit bahunya yang putih mulus.Perutnya sudah terlihat sedikit membuncit.Lily tersenyum manis mendengar pujian suaminya dan menjinjitkan k
Arsen, Lily, Mike, Sasha dan Yuri segera mengambil tempat untuk duduk sambil berbincang ringan dan memperhatikan Theo, Michael dan Misha yang sedang bermain bersama.Misha sedang berjalan cepat mengitari sofa sambil tertawa-tawa. Sesekali Theo datang di hadapan Misha untuk mengejutkan dan mencegat langkah Misha lalu Misha menjerit kemudian segera membalikkan badannya untuk menghindari Theo dan kembali berjalan cepat lagi namun di ujung sana, Misha dicegat oleh Michael. Misha kembali berjalan cepat ke arah lain yang diikuti oleh Theo dan Michael.Yuri tertawa gembira melihat kedua cucunya bermain dengan riang bersama Theo."Tingkah Misha benar-benar menggemaskan, persis seperti ibunya. Periang dan aktif. Lihat itu, Misha dikeroyok oleh Michael dan Theo." Seru Yuri dengan sumringah."Benar. Misha memang seperti aku. Aktif sekali," seru Sasha dengan bangga.Tiba-tiba Misha berjalan cepat ke arah Mike dan berseru dengan suara cadelnya "Handsome, tolong... handsome.."Mike segera berdiri,
2.5 tahun kemudian.."Yuri sedang berada di Atlanta, Handsome," kata Sasha pada Mike di sela sarapannya di meja makan."Benarkah?" Tanya Mike balik. Sasha menganggukkan kepalanya."Aku lupa bercerita kalau kemarin Yuri tiba di sana dan siang ini ia menghadiri undangan perkawinan anak dari salah satu relasi dekatnya," jawab Sasha."Apakah Yuri akan kemari?" Tanya Mike.Sasha kembali menganggukkan kepalanya sambil mengunyah suapan makanan terakhirnya."Aku memintanya untuk singgah beberapa hari kemari. Sore ini ia akan terbang ke New York." Kata Sasha sambil tersenyum."Kita harus menjemputnya." Jawab Mike seraya menutup sendok di atas piringnya."Ya, aku juga berpikir begitu, Handsome. Sekitar jam 18.30 ia sampai di New York, " sahut Sasha kemudian."Baiklah. Aku akan menjemputnya sepulang dari markas. Kau tunggu di mansion saja dan menjaga anak-anak," kata Mike.Sasha tersenyum dan menganggukkan kepalanya.Sore menjelang malam hari pun tiba..."Yuri..." seru Sasha saat melihat Yuri mu
"Lampu hias itu dulu tidak ada.. Di situlah aku dulu pertama kali di tampar dan dipukul oleh ibuku," kata Arsen dengan bibir bergetar.Lily segera merangkul pinggang Arsen dan mengusap punggungnya dengan lembut untuk menenangkannya."Semua sudah berlalu. Biarkan kenangan pahit itu tertinggal di sana. Kau sudah menang atas tragedi kehidupan. Bukankah ibumu pun sangat menyesali karena sudah menyakitimu?" Lirih Lily.Arsen mengangguk perlahan dan memutar tubuhnya menatap dinding."Di situ dulu ada connecting door yang menghubungkan kamarku dan kamar orang tuaku. Ternyata itu pun telah dihilangkan oleh Grandpa," tunjuk Arsen."Grandpa dan Grandma benar-benar sangat menyayangimu," kata Lily dengan lembut, dan Arsen menganggukkan kepalanya.Arsen berjalan melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi dan membukanya."Kamar mandi ini tidak berubah. Hanya diganti bentuk kacanya saja," kata Arsen.Setelah beberapa saat berada di kamar masa kecilnya, Arsen merangkul Lily untuk berjalan ke lantai 2.L
Menjelang sore tadi, Lily, Theo, Arsen dan rombongannya melakukan penerbangan kembali ke New YorkMaria dan Roza menyambut kedatangan mereka dan mengambil alih Theo dan barang bawaan mereka, sementara Camilio dan Charlotte berpamitan untuk pulang ke rumahnya dan berkumpul bersama anak-anaknya.Setelah membereskan semua barang, makan malam, kini mereka bersiap untuk tidur. Theo bahkan sudah terlelap di kamarnya sebelum pukul 9 dan Lily menyuruh Roza untuk beristirahat.Lily tak mampu menggambarkan kebahagiaan nya saat ini. Ia sudah mendatangi makam kedua orang tuanya setelah sekian lama. Kemudian mengunjungi rumah lamanya yang menyimpan berbagai macam kenangan bersama mereka. Bahkan kenangan pahit bersama Margaret.Namun, yang membuatnya semakin bahagia adalah Arsen yang akan memperbaiki rumah tersebut. Arsen mengatakan padanya akan membuat mansion atau vila di sana dan berjanji akan mengajak dirinya dan Theo setiap tahun ke sana.Lily sempat menolak, jika akan membangun mansion atau v
"Handsome.." panggil Sasha untuk kedua kalinya sambil menggerakkan perlahan lengan Mike."Hmm.. apa?" gumam Mike sambil membuka separuh matanya dengan malas. Ia sebenarnya sudah tidur dengan lelap, namun guncangan Sasha membuatnya terbangun. Meski masih merasa mengantuk Mike tetap membuka matanya."Aku lapar. Aku ingin makan," kata Sasha dalam posisi duduk sambil memasang wajah memelasnya.Mike menolehkan pandangannya pada jam di dinding."Ini masih jam 1 malam," jawab Mike dengan suara seraknya."Iya. Tadi aku sudah ke dapur sendiri. Tidak ada makanan yang enak. Cuma ada kue, buah dan pudding. Aku tidak suka dan tidak mau itu," jawab Sasha."Kau ingin makan apa?" Tanya Mike mulai membuka matanya dengan lebar kali ini."Aku kemarin lihat referensi kuliner di internet. Aku tertarik pada masakan Indonesia. Nasi goreng. Lagi pula dengan keadaanku saat ini pasti rencanamu mengajakku ke Lombok diundur seperti berburu ke hutan." jawab Sasha dengan sedikit cemberut.Mata Mike membulat menden
"Kau tidak lelah?" Tanya Camilio seraya merangkul bahu Charlotte dengan lembut."Ahh.. kau mengagetkanku, Cam!" seru Charlotte"Apa yang sedang kau lihat dan lamunkan, hmm?" Tanya Camilio sambil mencoba menelisik apa yan tadi Charlotte lihat dari jendela kamar hotel mereka."Aku tidak melamun," jawab Charlotte."Aku menyapamu pelan dan tidak bermaksud mengejutkanmu tapi kau terkejut. Itu artinya ada yang sedang yang sedang mencuri perhatian dan pikiranmu." Jawab Camilio setelah melihat tidak ada apapun di luar jendela sana selain pemandangan kota Austin menjelang malam hari saja.Charlotte menarik napasnya panjang lalu menundukkan kepalanya."Suami istri harus saling terbuka dan bisa berbagi cerita. Jangan suka disimpan sendiri, yang ada nanti malah akan menjadi ganjalan dan suatu kebiasaan. Selelah apapun, jangan segan-segan untuk berbagi denganku. Memang aku belum tentu bisa langsung memberikan solusi tapi setidaknya akan meringankan pikiranmu," kata Camilio sambil memegang bahu ist