MasukSetelah terpental dari rumah Azrael seperti sebuah layangan putus yang terlempar kembali ke tempat masing - masing, Jaka langsung kembali dengan posisi terjungkal, langsung bangkit dan melesat ke rumah Dimas. Dia mengetuk-ngetuk jendela rumah Dimas sambil teriak seperti kurir COD yang mencari pembelinya,
“Dimaaaaas! Aku kembali ke tempat dimana aku mati! Tapi aku enggak benar – benar pergi! Gimana sih ini!!”
Dimas membuka jendela sambil membawa guling di pelukannya.
“Masuk dulu, Jak… jangan malu-maluin depan hantu lain.”
Di dalam rumah, mereka duduk bersila di lantai. Jaka ngedumel seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan sama mamanya, sementara Dimas mulai berpikir lebih logis.
“Kamu harus mengingat kejadian waktu kecelakaan itu… mungkin ada hal yang belu
Rumah Azrael tidak berubah, masih tampak tenang, kokoh dan memancarkan aura yang sulit dijelaskan.Azrael menunggu di depan meja kerjanya dengan mengenakan jubah putih yang kali ini tampak lebih bersinar. Di tangannya, buku besar dari catatan kehidupan Jaka terbuka di halaman terakhir.“Kamu menepati janji, Jaka,” ucap Azrael. “Selamat datang... waktumu telah tiba.”Jaka menatap pintu besar yang bercahaya itu. Kali ini tidak ada keraguan lagi. Begitu melangkankan kaki ke ambang pintu, cahaya putih yang menyilaukan menyambutnya. Ia melangkah masuk perlahan, kenangan – kenangan masalalunya mulai bermunculan di pikirannya. Perjalanan yang cukup panjang, telah ia lewati dengan baik, hingga akhirnya, ia dapat memasuki dunia abadi.Cahaya itu bukan cahaya yang membuatnya terpaku, melainkan dunia yang terbentang luas di hadapannya. Terlihat hamparan pa
Malam itu, setelah melewati pertarungan yang besar dan penyelamatan Dimas yang melelahkan, Jaka dan Dimas duduk berdua di beranda rumah Dimas. Udara dingin membawa aroma tanah basah, dan tampak lampu jalan berkedip lembut seperti ikut menikmati suasana damai. Keheningan terasa menggantung disana, sampai akhirnya, Dimas menatap Jaka dengan serius.“Jak, aku mau tanya sesuatu…”“Apaan?”“Kenapa kamu enggak masuk ke pintu akhirat aja? Kenapa harus balik buat nolongin aku? dan pasti ada harga yang harus kamu terima, kan? Apa itu?”Jaka terdiam. Tangannya memainkan sudut kain sarung yang entah dari mana ia gunakan. Lalu, ia hanya menjawab sambil nyengir.“Enggak kok, karna emang belum siap aja… Masih pengen nongkrong sama kamu, tau.”
📍 Di Rumah DimasLangit malam tampak seperti biasanya, tidak ada signyal – signyal bahaya yang terpancar.Dimas membuka pintu rumahnya dengan santai, mengira segalanya telah kembali normal. Tanpa sesosok Jaka ataupun yang lainnya. Ia melepas jaket, menggantungnya di balik pintu yang tampak pakunya sudah copot sebelah. Langkah berpindah menuju dapur untuk mengambil air minum…Dan tiba – tiba….KRAAAKK!!Suara lantai kayu mencicit tajam, Dimas segera membalikkan badannya. Sepuluh pasang mata merah menatapnya dari ruang tengah. Bayangan-bayangan hitam, tubuh-tubuh berjas compang-camping, rambut panjang lepek, dan mulut menganga seperti mesin ketik rusak.“Selamat datang kembali... Dimas.”“Kami sudah menunggumu.”Hantu Makela
Malam itu di rumah Dimas suasana terasa sangat tenang. Udara dingin perlahan masuk melalui jendela yang setengah terbuka. Dimas duduk di pinggir tempat tidur sambil menatap langit malam, sementara Jaka bersandar di dinding sambil menatap kosong ke arah langit-langit.“Akhirnya…” ucap Jaka pelan.“Kita berhasil,” sahut Dimas.Lalu mereka diam beberapa saat. Di wajah Jaka tergambar sebuah kebahagiaan, tapi juga ada awan tipis yang menyelimuti matanya.“Aku seneng… banget…. tapi juga agak sedih, Dim.”“Sedih kenapa?”“Karena aku bakal ninggalin kamu sendirian di sini…”Dimas menatap Jaka.“Kamu enggak ninggalin aku, kok Jak. Kamu cuma pulang, ditem
Sinar matahari yang hangat menyelinap masuk melalui tirai jendela rumah berdiri di pinggir kota. Dokter Hadi yang terkena kilauan cahaya itu, perlahan membuka matanya. Tubuhnya terasa berat seperti baru bangun dari tidur puluhan tahun. Ia lalu duduk di sofa sambil memijit pelipisnya.Suasana seperti biasanya, hening.Tanpa ia sadari, terdapat hal yang terasa aneh di sekelilingnya. Rumah yang biasanya berantakan dan dipenuhi tumpukan sampah dan debu, kini tampak sangat bersih. Lantai yang tampak mengilap, foto-foto di rak yang kembali berdiri tersusun rapi dan tirai jendela yang terbuka seolah membiarkan cahaya pagi menyapa dengan lembut.Dokter Hadi berdiri perlahan melihat sekelilingnya. Kakinya melangkah pelan ke area ruang tengah dan pandangannya tertuju pada sebuah meja kecil di dekat rak sepatu.Sebuah catatan kecil yang ditempel di situ.Jangan lupa semir sepatu bila in
Setelah melihat isi dari buku tabungan dan sedikit menjamah serpihan masa lalu dokter Hadi, Jaka mendadak menoleh ke arah Dimas dengan ekspresi yang serius, tampak seperti seorang yang mau mengajak bisnis MLM.“Dim, ini penting banget.”“Apa?”“Kita butuh... duitnya.”Dimas memelototkan mata, “Hah?!”“Buat beli bahan sushi!” seru Jaka cepat, “Ini bukan untuk hura – hura kok, tapi buat kepentingan yang sangat mulia!”Dimas menatap dompet si dokter yang sudah tergeletak di meja.“Kalo yang ini... aku rasa, ga masalah, dia juga tidak akan keberatan.”Jaka segera meminta Dimas menuliskan daftar panjang seperti chef profesional yang sedang mempersiapkan







