Home / Rumah Tangga / Adikku Pemuas Nafsu Suamiku / Jejak Merah Di Leher Adikku

Share

Jejak Merah Di Leher Adikku

Author: Nanaz Bear
last update Last Updated: 2022-07-12 14:41:41

"Nis, semalam kamu enggak pergi kemana-mana kan?" tanyaku pada Anisa. Melihat tanda merah di lehernya tiba-tiba mengingatkanku pada ucapannya semalam bahwa mulai sekarang dia bisa dapatkan uang sendiri tanpa bantuanku. Sumpah saat ini aku sangat takut kalau dia benar-benar membuktikan ucapannya. Di luar sana banyak sekali lelaki hidung belang, hidup Anisa bisa benar-benar hancur jika dia salah melangkah sedikit saja.

"Pergi kemana sih, Mbak. Mbak tahu sendiri kan setelah bertengkar dengan Mbak aku langsung mengurung diri dalam kamar!"

Bohong, Anisa pasti sedang mencari alasan untuk menutupi kesalahannya. Kalau dia tak keluar bagaimana bisa jejak merah itu bisa ada di lehernya.

"Nis, sekarang jujur sama Mbak. Setelah Mbak tidur kamu mengendap-endap pergi dari rumah kan?"

Sarapan belum di mulai tapi aku sudah merusak mood semua orang karena emosiku mendengar kebohongan Anisa.

"Kamu kenapa sih, La. Dari kemarin kayaknya kok emosi terus sama adikmu!" protes ibu tiriku. Aku tak segera menjawab pertanyaannya melainkan mendekat ke arah putriku lebih dulu.

"Elsa sayang, sekarang pergi ke kamar dulu ya. Nanti biar Mamah yang anter makanan ke kamar kamu!"

Meski terlihat berat hati Elsa hanya mengangguk tanpa banyak bertanya. Dia bergegas lari menuju kamarnya.

"Kamu kenapa, La. Dari kemarin sepertinya cari masalah terus sama Anisa!"

Kini suamiku ikut berbicara membela adikku.

"Mas aku cuma takut Elsa melakukan hal yang tidak-tidak di luar sana. Dia adikku Mas, meski bagaimanapun juga aku merasa bertanggungjawab dengan masa depannya!"

"Mbak ngomong apaan, sih. Sumpah Mbak, aku sama sekali enggak keluar rumah semalam!" Anisa terdengar mulai membela diri.

"Bohong! Kalau kamu enggak keluar rumah bagaimana bisa ada jejak merah di lehermu!" Aku mendekat kearah Anisa untuk menunjukan jejak merah yang aku maksud.

"Ini mungkin cuma karena aku menggaruk terlalu kuat saja Mbak." Anisa masih ingin membela diri.

"Mbak enggak bodoh Anisa. Mbak tahu bedanya luka akibat garukan dengan jejak merah yang seseorang tinggalkan di lehermu!"

Anisa terlihat kebingungan. Dia menoleh kearah ibunya seperti sedang memberi kode pada ibunya untuk membelanya.

"Anisa sudah besar, La. Dia tahu mana yang baik mana yang enggak. Kamu mendingan berhenti ngurusin urusan dia. Kayak kamu enggak pernah muda saja!"

Aku menoleh kearah suamiku yang dari tadi terus-terusan mencoba membela Anisa.

"Kalau dia tahu mana yang baik dan mana yang enggak, tidak mungkin dia berani mengendap-endap keluar rumah malam-malam hanya untuk menemui pasangan mes*mnya, Mas. Anisa adikku, kenapa kamu selalu melarangku mengatur hidupnya? Kalau sampai Anisa hamil di luar nikah, kamu mau ikut tanggung jawab?"

Wajah suamiku terlihat merah menyala, namun kali ini dia memilih diam tak menyahut lagi ucapanku.

"Ibu percaya Anisa enggak mungkin ngelakuin hal di luar batas, La. Jadi berhenti mencurigai Anisa lagi."

"Ibu...Ibu...Bukti Anisa telah melakukan hal di luar batas sudah di depan mata pun ibu masih bilang percaya dia tak melakukan apa-apa. Lihat Anisa dari tadi diam, berarti apa yang aku tuduhkan tidak sepenuhnya salah kan?"

Anisa menatap marah kearahku, matanya sedikit berair. Tak berapa lama kemudian wanita itu bangkit lalu pergi dengan menghentakan kakinya. Ibu tiriku mengikutinya, sepertinya pagi ini mereka akan kompak mogok makan lagi.

"Mas malu sama ibu dan Adikmu, La. Sebelum kamu mau minta maaf sama mereka jangan harap Mas mau makan bareng kamu lagi!"

Loh-loh, kok suamiku ikut-ikutan pergi. Aneh, kenapa akhir-akhir ini dia terlalu membela Anisa secara berlebihan. Padahal sebelumnya dia juga ikut kesal melihat sikap arogan Anisa. Apalagi kalau dapat surat peringatan dari sekolah Anisa ketika wanita itu membuat masalah.

Melihat semua orang pergi, mood makanku sudah hilang. Akhirnya aku hanya makan beberapa suap lalu mengantarkan sepiring nasi beserta lauk ke kamar anakku Elsa.

"Elsa, sayang. Maaf ya kalau Mamah telat antar makanan kamu. Kamu pasti sudah sangat lapar kan?" tanyaku setelah mendekat kearah Elsa.

"Enggak apa-apa, Mah. Sini Elsa makan sekarang saja!"

Elsa mulai melahap makanan yang ku bawa dengan rakus. Sepertinya dia sudah benar-benar lapar tadi. Sesaat rasa bersalah padanya muncul. Karena tak bisa menahan emosiku pada Anisa, aku jadi membuat Elsa kelaparan seperti ini.

"Pelan-pelan makannya sayang, nanti kamu bisa tersedak!" ucapku sambil mengelus rambut anakku.

"Hehe...Elsa lapar banget, Mah." balasnya sembari mengunyah makanan dalam mulutnya.

Aku kemudian memberinya segelas air putih setelah anakku  selesai makan.

"Mah, Mamah bertengkar lagi sama Tante Anisa ya?" tanya putriku setelah meletakan gelasnya diatas meja kamar.

"Enggak kok, tadi Mamah cuma ingin bertanya kemana dia semalam!" jawabku.

"Loh kok Mamah bertanya kemana Tante Elsa semalam. Bukannya dia ada di kamar Mamah semalaman tadi ya?"

Degh!

Aku sontak terkejut mendengar ucapan Elsa. Bagaimana dia bisa mengatakan kalau semalam Anisa ada di kamarku.

"Mamah tidur setelah makan malam sayang, enggak mungkinlah Tantemu ada di kamar Mamah semalam!"

"Mah, beneran Tante Anisa ada di kamar Mamah kok semalam. Subuh tadi Elsa bangun karena pengin pipis. Saat Elsa baru buka pintu kamar, enggak sengaja Elsa lihat Tante Anisa keluar dari kamar Mamah. Elsa pikir Tante Anisa tidur bareng sama Mamah!" cerita putri luguku yang masih berusia tujuh tahun itu.

Tidak mungkin, tidak mungkin Anisa ada di kamarku semalam. Elsa pasti semalam cuma mimpi, dia tak benar-benar melihat Anisa keluar dari kamarku. Aku terus berharap apa yang barusan Elsa katakan tidaklah benar.

Saat aku mencoba mengelak kebenaran cerita Elsa, tiba-tiba aku teringat kejadian saat aku menemukan ikat rambut Anisa yang ada di sofa kamarku. Melihat bukti itu, mau tak mau aku harus lebih percaya ucapan putri kecilku di banding Mas Dani. Kalau benar apa yang Elsa katakan barusan, berarti jejak merah di leher Anisa yang ku lihat itu ulah dari Mas Dani bukan dari lelaki lain?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
kalau udah selingkuh..pasti diikuti oleh kebihongan2
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Tamat

    Hendrik, lelaki tampan berumur 35 tahun itu tampak marah sambil mengetuk sebuah kaca mobil yang beberapa saat lalu mengikuti mobil bos wanitanya. Kaca mobil diturunkan, lelaki yang ada di dalamnya sama sekali tak menyangkal tuduhan Hendrik saat itu.Ya, lelaki di dalam mobil tersebut ternyata adalah Roy. Dia sengaja tidak membalas kemarahan Hendrik melainkan mengajak bicara Hendrik saat itu. Hendrik di tawari sepuluh kali lipat uang yang Eric berikan pada Hendrik jika lelaki itu mau mengkhianati Eric dan berpihak pada Roy.Siapa yang tak tergiur dengan uang yang dijanjikan Roy, termasuk Hendrik. Namun selama ini tidak sekalipun dia mengkhianati majikan meski dibayar dengan bayaran sangat mahal. Lelaki itu lalu mengajak rekannya yang bernama Irvant untuk mengerjai Roy. Caranya dengan mengajak Renata dan pembantu rumah tangga di rumah Eric untuk bekerjasama melakukan skenario yang sudah direncanakan Roy."Kamu?"Roy menatap tajam kearah Hendrik, dia sama sekali tak menyangka lelaki tamp

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Kejadian Tak Terduga

    "Apa yang harus kita lakukan sekarang?" bisik Marvin tepat disebelah Eric."Kita sudah terkepung. Istri saya bisa dalam bahaya jika kita tetap mau melawan lelaki gila itu. Untuk sementara waktu kita ikuti saja perintah lelaki gila itu." Eric terlihat pasrah, dia belum menemukan jalan keluar dari masalah yang tengah mereka hadapi. Dia tak mau istri dan anak tirinya terluka sedikitpun karena kecerobohannya.Eric dan Marvin mengikuti arahan Roy untuk masuk dalam rumah Nayla. Disana Nayla dan ibunya juga sudah terikat. Ternyata Roy sudah curiga kalau Eric tahu tentangnya sejak Azam dan Marvin menemui lelaki itu diam-diam. Anak buah Roy ada dimana-mana jadi dengan mudah ia mengawasi gerak gerik orang yang ingin dia pantau.Semua sandra diikat, Roy tertawa puas melihat musuhnya berada di hadapannya tanpa berdaya."Jadi wanita ini yang buat Ayah saya masuk penjara. Saya ingin tahu apa spesialnya wanita ini sampai buat Ayah saya tergila-gila!" Roy mendekat kearah Ola. Seketika Emosi Eric melu

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Melindungi Nayla

    "Anda mau bawa saya kemana?" tanya Eric pada Marvin saat lelaki itu membawanya pergi."Ke suatu tempat yang pastinya membuat Anda terkejut!"Eric akhirnya diam, meski dia belum mengenal Marvin tapi entah kenapa dia langsung percaya begitu saja pada lelaki itu. "Rumah siapa ini?" tanya Eric setelah sampai di sebuah rumah yang kelihatannya seperti rumah kosong tak terawat. Tapi anehnya disana terparkir beberapa mobil mewah. Padahal lampu di rumah itu sama sekali tak menyala."Di dalam rumah itu ada kedua orang tua Renata. Mereka di sekap oleh seseorang.""A-apa?""Entah apa yang sudah Renata lakukan beberapa hari ini sama Anda dan keluarga Anda. Saya cuma ingin kasih tahu Anda saja kalau itu semua bukan kemauan Renata. Ada seseorang yang memaksanya melakukan itu!""Pak, tanpa diancam seseorang pun memang Renata selalu mengganggku keluarga saya. Jangan mengada-ngada dech!" ucap Eric sambil tertawa. Dia ingat betul betapa jahatnya Renata yang pura-pura koma demi bisa tetap memasukan Ola

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Menyelidiki Roy

    "Doc, maaf. Saya ada perlu sebentar!"Saat hendak kembali ke ruangannya Eric di hadang oleh kakak lelaki Grecia. Dia ingin menyampaikan sesuatu pada Eric setelah selesai menjenguk adiknya di penjara."Dokter Eric, bisa bicara sebentar? Ada hal penting yang ingin sampaikan pada Anda!" ucap lelaki yang bernama Azam tersebut."Ok, bicaralah. Saya ada waktu sekitar 30 menitan lagi!"Eric agak penasaran dengan wajah Azam yang menunjukan ketakutan saat hendak bicara."Kamu kenapa?" tanya Eric karena Azam tak langsung bicara."Sa-saya sebenernya takut mau bicara disini. Takut ada yang nguping pembicaraan kita!""Ok, kalau gitu kamu ikut ke ruanganku ya. Kita bicarakan disana saja!"Azam mengangguk kemudian mengikuti Eric menuju ruangannya."Sekarang katakan apa yang mau kamu sampaikan!" ucap Eric setelah menutup pintu ruangannya."Tadi saya menjenguk Grecia. Dia bilang anda dan Mbak Ola sedang dalam bahaya!" ucap Azam dengan suara lirih."Dalam bahaya?" Eric bertanya dan Azam mengangguk."Se

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Memasang CCTV

    "Ric, kalau kamu sayang ibu. Tolong ceraikan Ola. Dia perempuan enggak bener Kamu harus jauhi wanita jahat seperti dia!"Seketika Ola dibuat lemas dengan ucapan ibu mertuanya. Wanita yang selama ini selalu mendukungnya tiba-tiba termakan fitnah dan berubah menjadi sangat membencinya."Saya akan selesaikan masalah ini secepatnya. Ibu jangan khawatir, ya. Sekarang ibu istirahat. Aku enggak mau penyakit ibu kambuh kalau ibu banyak pikiran."Ola salah paham dengan kalimat Eric barusan. Dia pikir Eric sama seperti Hani, terpengaruh dengan fitnah yang Renata berikan.Eric menarik tangan Ola ke luar kamar, jika biasanya Renata senang karena rencananya berhasil, kali ini dia merasa bersalah karena sudah membuat berantakan keluarga Eric."Renata, kalau Eric bercerai dengan Ola nanti. Ibu janji akan merestui kamu dan Eric."Renata pura-pura tersenyum. Dia sudah sadar, restu dari Hani saja tak cukup untuk membuat Eric jatuh lagi ke pelukannya. Eric begitu keras kepala. Lelaki itu pasti akan me

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Hani Makin Membenci Ola

    Jam menunjukan pukul 1 malam. Eric masih belum juga bisa memejamkan matanya. Dia terus mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. Dia ingin percaya dengan Ola namun dia bingung kenapa bisa bungkusan obat pencuci perut itu ada di meja rias istrinya kalau bukan wanita itu pelakunya.Eric menatap Ola yang sudah pulas tidur disampingnya. Ia kembali meyakinkan hatinya kalau Ola bukan orang jahat seperti apa yang ada di dalam pikirannya.Karena suntuk, Eric memutuskan untuk keluar kamar. Dia menuju dapur dan meneguk segelas air putih hangat untuk menetralkan perasaan kacaunya.Saat ingin kembali ke kamar, Eric berhenti sejenak karena mendengar suara isakan ibunya. Lelaki itu takut ibunya masih sakit jadi buru-buru mendatangi kamar ibunya."Bu, ini aku. Apa ibu baik-baik saja?" tanya Eric setelah mengetuk pintu. Ibunya tak merespon ucapan Eric, lelaki itu mencoba membuka pintu dan beruntungnya pintu kamar Hani memang tak terkunci."Bu, maaf. Aku tahu aku salah. Maaf sudah buat ibu sedih sep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status