Share

Suamiku Membela Adikku

Author: Nanaz Bear
last update Huling Na-update: 2022-07-12 14:40:28

Sinar mentari menerobos masuk lewat celah-celah jendela. Rasa hangat yang menyengat kulitku membuatku menggeliat dalam lelap. Pelan ku buka mata setelah mendengar teriakan tukang sayur keliling, bukankah Bang Fandi biasa berjualan sekitar pukul 9 pagi? Jadi apakah kali ini aku juga bangun kesiangan lagi?

Mataku melotot melihat jam dinding di kamarku, ternyata benar ini sudah jam sembilan pagi. Bagaimana bisa tiga hari berturut-turut aku selalu kesiangan bangun seperti ini?

Aku hendak bangkit untuk meraih ponselku di atas nakas, tapi kepalaku masih terasa sangat berat. Akhirnya dengan sedikit dipaksakan aku berhasil juga pelan-pelan bangkit lalu beralih ke sofa dengan menggenggam ponsel di tanganku.

Baru saja selesai mengetik, ku dengar suara gemercik air dalam kamar mandi. Mungkinkah itu Mas Dani? Hari sudah sesiang ini, bagaimana bisa dia masih berada dalam rumah?

"Kamu sudah bangun sayang?" tanya suamiku setelah keluar dari kamar mandi.

"Ya, baru saja aku bangun. Maafin aku ya, Mas. Sudah tiga hari ini aku selalu bangun kesiangan." jawabku dengan raut wajah bersalah.

"Enggak apa-apa. Mas paham kok, kamu pasti kecapean mengurus rumah!" balas suamiku sembari tersenyum menampilkan lesung pipinya. Wajahnya terlihat selalu tampan, aku tak pernah bosan menatap wajahnya meski usia pernikahan kami sudah menginjak delapan tahun.

"Cape? Semua pekerjaan rumah Mbok Yuli yang ngerjain. Mana mungkin aku kecapean Mas."

Suamiku hanya tersenyum menanggapi ucapanku sambil mengenakan baju santainya.

"Loh, Mas kok pakai baju santai. Memangnya Mas enggak kerja hari ini?" tanyaku kemudian.

"Hari ini hari minggu sayang, masa kamu lupa hari?"

"Astaga, pantes saja aku heran. Sudah sesiang ini kamu belum berangkat kerja!" aku menepuk jidatku sendiri setelah menyadari kekonyolanku.

"Kayaknya kamu lagi banyak pikiran, La. Masa hari saja kamu sampai lupa!"

"Entahlah Mas, padahal aku enggak lagi mikirin apa-apa. Tapi tiga hari ini kepalaku sangat sakit ketika bangun tidur."

"Ya udah enggak usah di pikirin, mungkin kamu butuh istirahat saja!"

"Ya, Mas. Aku juga berpikir seperti itu. Sekarang aku mau turun ke bawah, mau lihat apa Mbok Yuli sudah selesai siapin sarapan atau belum!" 

"Ok!" balas suamiku.

Saat aku hendak berdiri, tak sengaja tanganku menyentuh sebuah ikat rambut. Aku mengernyit sejenak melihat ikat rambut adikku ada disini. Bukankah semalam ketika kami bertengkar dia masih menggunakan ikat rambut ini? Lalu kenapa sekarang benda ini bisa berada disini?

"Mas, apa semalam Anisa datang ke kamar ini?" tanyaku pada suamiku.

"E...enggak...kok...! Memangnya kenapa?" jawabnya terlihat sedikit gugup.

"Ini ikat rambutnya, kenapa ada di atas sofa sini?" tanyaku sembari memperlihatkan ikat rambut merah milik Anisa kearah Mas Dani.

"Owh itu. Semalem Mas enggak sengaja liat ikat rambut itu di depan kamarnya. Karena segan mau ketuk pintu kamarnya, jadi Mas bawa saja ke dalam sini.

"Owh!" aku mengangguk mengerti kemudian melangkah untuk membasuh mukaku. Setelah selesai baru aku keluar kamar menuju dapur.

"Mbok, sarapan sudah siap kan?" tanyaku pada Mbok Yuli yang sedang mengepel lantai dapur.

"Sudah, Buk. Semua masakan sudah terhidang di ruang makan!" balas Mbok Yuli.

"Ya sudah kalau begitu. Saya panggil suami saya dan yang lainnya untuk sarapan sekarang juga!"

Aku pun bergegas naik lagi ke lantai dua. Sebelum masuk dalam kamar, aku berhenti di depan kamar Anisa yang kebetulan letaknya tepat di hadapan kamarku. Awalnya aku ragu mengetuk pintu, tapi setelah melalui banyak pertimbangan, aku beranikan diri untuk mengetuk pintu kamarnya juga.

"Nis, sarapan sudah siap. Kamu turun makan ya!"

Tak ada sahutan, aku kembali mengetuk pintu.

"Nis, maafin ucapan Mbak kemarin. Mbak cuma lagi emosi!"

Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Anisa terlihat sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk. Dia memakai t shirt sangat ketat hingga bagian dadanya terlihat sangat besar.

"Mbak turun dulu, aku keringin rambutku bentar!" ucapnya. Syukurlah kelihatannya Anisa sudah tak marah lagi denganku.

"Nis, kamu ganti baju ya. Enggak enak di lihat Mas Dani kalau kamu sarapan dengan baju seketat itu!" ucapku setengah berbisik.

"Maleslah Mbak kalau mau ganti lagi." 

"Tapi, Nis. Bajumu itu terlalu ketat. Apa kamu enggak malu terlalu memperlihatkan bagian dadamu di depan Mas Dani!"

"Emang kenapa sih, Mbak. Mbak takut perhatian Mas Dani akan teralihkan kepadaku kalau aku pakai baju ketat ini?"

"Kamu kok makin ngelunjak jadi orang ya. Mbak sebagai perempuan saja malu lihat kamu pakai baju seperti ini, apalagi Mas Dani. Terserahlah sekarang kamu mau pakai baju seperti apa, yang penting Mbak sudah ingetin kamu!"

Dengan nafas kembang kempis aku membuka pintu kamarku lalu membantingnya. Suamiku yang tengah sibuk dengan ponselnya sampai terjengkit kaget karena perbuatanku.

"Kamu ini kenapa, La. Kok kasar seperti ini?" tanya suamiku dengan nada sedikit tinggi.

"Aku kesel sama Anisa, Mas. Di nasehatin untuk tukar baju yang lebih sopan malah nuduh aku yang bukan-bukan!" jawabku dengan raut wajah ketus.

"Kamu ini kenapa akhir-akhir ini cerewet sekali sama Anisa. Biarin dia lah mau pakai baju seperti apa itu hak dia!" lagi-lagi suamiku membela Anisa.

"Mas disini ada kamu, apa dia enggak ngerasa segan sama sekali sama kamu kalau pakai baju ketat seperti itu!"

"Namanya juga Anisa masih muda, wajarlah kalau dia lebih suka pakai baju ketat dari pada yang longgar-longgar. Sudahlah, La. Mas lapar. Enggak usah bahas ini lagi. Cape dengerin curhatanmu yang sama terus dari kemarin-kemarin!" suamiku bangkit lalu keluar kamar. Aku terpaksa mengikutinya dari belakang.

Di ruang makan sudah ada Elsa duduk di sebelah ibu tiriku. Kemudian aku dan Mas Dani duduk bersebelahan. Baru setelah itu ku lihat Anisa datang.

"Pagi Mas Dani!" ucap ramah Anisa. Sepertinya dia sengaja memancing amarahku lagi karena terang-terangan sekali dia tersenyum nakal kearah suamiku.

"Pa...pagi...Nis...!" balas suamiku gugup.

Saat Anisa mengambil tempat duduk tepat di depanku, tak sengaja aku melihat satu jejak merah di lehernya. Aku terkejut bukan main, semalam saat kami bertengkar aku belum melihat ada tanda itu di lehernya. Lalu kenapa sekarang ada?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
jahat sekali,seingkuh kok dengan orang dalam rumah sendiri
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Tamat

    Hendrik, lelaki tampan berumur 35 tahun itu tampak marah sambil mengetuk sebuah kaca mobil yang beberapa saat lalu mengikuti mobil bos wanitanya. Kaca mobil diturunkan, lelaki yang ada di dalamnya sama sekali tak menyangkal tuduhan Hendrik saat itu.Ya, lelaki di dalam mobil tersebut ternyata adalah Roy. Dia sengaja tidak membalas kemarahan Hendrik melainkan mengajak bicara Hendrik saat itu. Hendrik di tawari sepuluh kali lipat uang yang Eric berikan pada Hendrik jika lelaki itu mau mengkhianati Eric dan berpihak pada Roy.Siapa yang tak tergiur dengan uang yang dijanjikan Roy, termasuk Hendrik. Namun selama ini tidak sekalipun dia mengkhianati majikan meski dibayar dengan bayaran sangat mahal. Lelaki itu lalu mengajak rekannya yang bernama Irvant untuk mengerjai Roy. Caranya dengan mengajak Renata dan pembantu rumah tangga di rumah Eric untuk bekerjasama melakukan skenario yang sudah direncanakan Roy."Kamu?"Roy menatap tajam kearah Hendrik, dia sama sekali tak menyangka lelaki tamp

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Kejadian Tak Terduga

    "Apa yang harus kita lakukan sekarang?" bisik Marvin tepat disebelah Eric."Kita sudah terkepung. Istri saya bisa dalam bahaya jika kita tetap mau melawan lelaki gila itu. Untuk sementara waktu kita ikuti saja perintah lelaki gila itu." Eric terlihat pasrah, dia belum menemukan jalan keluar dari masalah yang tengah mereka hadapi. Dia tak mau istri dan anak tirinya terluka sedikitpun karena kecerobohannya.Eric dan Marvin mengikuti arahan Roy untuk masuk dalam rumah Nayla. Disana Nayla dan ibunya juga sudah terikat. Ternyata Roy sudah curiga kalau Eric tahu tentangnya sejak Azam dan Marvin menemui lelaki itu diam-diam. Anak buah Roy ada dimana-mana jadi dengan mudah ia mengawasi gerak gerik orang yang ingin dia pantau.Semua sandra diikat, Roy tertawa puas melihat musuhnya berada di hadapannya tanpa berdaya."Jadi wanita ini yang buat Ayah saya masuk penjara. Saya ingin tahu apa spesialnya wanita ini sampai buat Ayah saya tergila-gila!" Roy mendekat kearah Ola. Seketika Emosi Eric melu

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Melindungi Nayla

    "Anda mau bawa saya kemana?" tanya Eric pada Marvin saat lelaki itu membawanya pergi."Ke suatu tempat yang pastinya membuat Anda terkejut!"Eric akhirnya diam, meski dia belum mengenal Marvin tapi entah kenapa dia langsung percaya begitu saja pada lelaki itu. "Rumah siapa ini?" tanya Eric setelah sampai di sebuah rumah yang kelihatannya seperti rumah kosong tak terawat. Tapi anehnya disana terparkir beberapa mobil mewah. Padahal lampu di rumah itu sama sekali tak menyala."Di dalam rumah itu ada kedua orang tua Renata. Mereka di sekap oleh seseorang.""A-apa?""Entah apa yang sudah Renata lakukan beberapa hari ini sama Anda dan keluarga Anda. Saya cuma ingin kasih tahu Anda saja kalau itu semua bukan kemauan Renata. Ada seseorang yang memaksanya melakukan itu!""Pak, tanpa diancam seseorang pun memang Renata selalu mengganggku keluarga saya. Jangan mengada-ngada dech!" ucap Eric sambil tertawa. Dia ingat betul betapa jahatnya Renata yang pura-pura koma demi bisa tetap memasukan Ola

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Menyelidiki Roy

    "Doc, maaf. Saya ada perlu sebentar!"Saat hendak kembali ke ruangannya Eric di hadang oleh kakak lelaki Grecia. Dia ingin menyampaikan sesuatu pada Eric setelah selesai menjenguk adiknya di penjara."Dokter Eric, bisa bicara sebentar? Ada hal penting yang ingin sampaikan pada Anda!" ucap lelaki yang bernama Azam tersebut."Ok, bicaralah. Saya ada waktu sekitar 30 menitan lagi!"Eric agak penasaran dengan wajah Azam yang menunjukan ketakutan saat hendak bicara."Kamu kenapa?" tanya Eric karena Azam tak langsung bicara."Sa-saya sebenernya takut mau bicara disini. Takut ada yang nguping pembicaraan kita!""Ok, kalau gitu kamu ikut ke ruanganku ya. Kita bicarakan disana saja!"Azam mengangguk kemudian mengikuti Eric menuju ruangannya."Sekarang katakan apa yang mau kamu sampaikan!" ucap Eric setelah menutup pintu ruangannya."Tadi saya menjenguk Grecia. Dia bilang anda dan Mbak Ola sedang dalam bahaya!" ucap Azam dengan suara lirih."Dalam bahaya?" Eric bertanya dan Azam mengangguk."Se

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Memasang CCTV

    "Ric, kalau kamu sayang ibu. Tolong ceraikan Ola. Dia perempuan enggak bener Kamu harus jauhi wanita jahat seperti dia!"Seketika Ola dibuat lemas dengan ucapan ibu mertuanya. Wanita yang selama ini selalu mendukungnya tiba-tiba termakan fitnah dan berubah menjadi sangat membencinya."Saya akan selesaikan masalah ini secepatnya. Ibu jangan khawatir, ya. Sekarang ibu istirahat. Aku enggak mau penyakit ibu kambuh kalau ibu banyak pikiran."Ola salah paham dengan kalimat Eric barusan. Dia pikir Eric sama seperti Hani, terpengaruh dengan fitnah yang Renata berikan.Eric menarik tangan Ola ke luar kamar, jika biasanya Renata senang karena rencananya berhasil, kali ini dia merasa bersalah karena sudah membuat berantakan keluarga Eric."Renata, kalau Eric bercerai dengan Ola nanti. Ibu janji akan merestui kamu dan Eric."Renata pura-pura tersenyum. Dia sudah sadar, restu dari Hani saja tak cukup untuk membuat Eric jatuh lagi ke pelukannya. Eric begitu keras kepala. Lelaki itu pasti akan me

  • Adikku Pemuas Nafsu Suamiku   Hani Makin Membenci Ola

    Jam menunjukan pukul 1 malam. Eric masih belum juga bisa memejamkan matanya. Dia terus mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. Dia ingin percaya dengan Ola namun dia bingung kenapa bisa bungkusan obat pencuci perut itu ada di meja rias istrinya kalau bukan wanita itu pelakunya.Eric menatap Ola yang sudah pulas tidur disampingnya. Ia kembali meyakinkan hatinya kalau Ola bukan orang jahat seperti apa yang ada di dalam pikirannya.Karena suntuk, Eric memutuskan untuk keluar kamar. Dia menuju dapur dan meneguk segelas air putih hangat untuk menetralkan perasaan kacaunya.Saat ingin kembali ke kamar, Eric berhenti sejenak karena mendengar suara isakan ibunya. Lelaki itu takut ibunya masih sakit jadi buru-buru mendatangi kamar ibunya."Bu, ini aku. Apa ibu baik-baik saja?" tanya Eric setelah mengetuk pintu. Ibunya tak merespon ucapan Eric, lelaki itu mencoba membuka pintu dan beruntungnya pintu kamar Hani memang tak terkunci."Bu, maaf. Aku tahu aku salah. Maaf sudah buat ibu sedih sep

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status