Setelah Jeremy pergi Darren segera mengunci pintu apartemennya. Dia langsung menghapiri Angela yang tengah duduk di sofa sambil menikmati wine. Gadis itu tampak menggodanya dengan senyuman nakal. Jemari lentiknya mulai naik ke bagian bawah lehernya lantas membuka kancing teratas gaunnya. Darren hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat tingkah nakal pacarnya itu.
"Katakan, sejak kapan kau ada di sini? Bukankah kau akan kembali ke Paris?" Darren mendaratkan bokongnya di samping Angela. Tangan kanannya meraih jemari Angela, dengan bibirnya yang menyentuh bahu gadis itu. Angela sedikit bergeming atas sentuhannya.
"Aku tak jadi berangkat ke Paris. Bosku memintaku untuk tetap di sini, dan mulai besok aku akan bekerja di perusahaan Altano Group. Hebat, kan?" jawab Angela tampak sangat berbangga. Darren tersentak mendengarnya. Altano Group? Bukankah itu perusahaan ayahnya Xavia? Dan perusahaan yang akan menjalin kerjasama dengan Hawk Company Group. Darren segera mengendurkan ikatan dasinya. Peluh dingin tiba-tiba saja mengucur di punggungnya.
"Darren, kau tahu? Perusahaan fashion tempatku bekerja di Paris juga milik Altano Group. Wah, mereka memang sangat kaya. Dan aku dengar, puteri Tuan Altano akan segera bertunangan. Hm, sungguh beruntung sekali pria itu. Iya, kan?" lanjut Angela, kemudian menyesap dari gelas winenya.
Darren merasa tak nyaman dengan obrolan ini. Pria beruntung yang dimaksud Angela itu adalah dirinya, bukan?
"Satu lagi, Darren. Nona Xavia Price sangatlah cantik. Kau pasti akan jatuh cinta saat melihatnya, dan ..."
"Sudahlah, hentikan. Aku tak akan jatuh cinta pada siapa pun, selain dirimu. Dan berhentilah berbicara yang tak penting itu," cela Darren. Dia sudah tak tahan mendengar ocehan Angela tentang Xavia.
"Hei, kenapa kau tampak kesal begitu? Baiklah, aku minta maaf. Bagaimana bila kita berolahraga saja?" Angela melingkarkan kedua tangannya pada leher Darren. Senyuman nakalnya langsung menghilangkan rasa penat pria itu.
Darren tersenyum padanya. Ya, itu lebih baik daripada membicarakan model itu.
Darren menatap Angela dengan lembut. Wajahnya mulai maju perlahan, meraih bibir Angela yang merah dengan pewarna. Disapunya bibir ranum itu sembari mengigitnya pelan. Angela memejamkan matanya dan sengaja membuka sedikit mulutnya agar Darren dengan mudah memasukkan lidahnya. Tangan Darren mulai menjelajah ke bagian depan Angela.
Dibukanya empat kacing gaunnya yang masih mengunci. Jemarinya mulai menelusup dan meremas payudaranya dengan gemas. Angela mulai melenguh. Darren segera menggendong gadis itu menuju kamarnya. Tanpa melepaskan pangutan bibirnya, Darren menghempaskan Angela ke tengah ranjangnya. Ditindihnya tubuh gadis itu sembari menikmati ceruk leher jenjangnya.
"Aah, Darren..," desah Angela sambil meremas rambut dark brown Darren. Hasratnya mulai bergelora meminta lebih
Daren menelusupkan tangannya ke punggung Angela, dan meraih tubuh telanjangannya semakin mendekat. Kulit hangat keduanya saling bersentuhan secara alami. Jemari Angela menjelajah dada bidang Darren yang terpampang di depannya. Kulit pria itu sangat licin dan mulus.
Darren merasakan rangsangan atas sentuhan itu. Dia segera mendesak miliknya pada kewanitaan Angela. Wanita itu mengerang pelan.
Namun ciumannya segera membungkam suara-suara itu. Senyap seketika. Hingga yang terdengar hanya lenguhan dan deru napas yang tidak teratur mendominasi ruangan itu.
***
Saat itu pukul delapan malam. Darren dan Angela sedang duduk santai di sofa sambil menonton televisi. Sebuah drama romantis yang sedang ditayangkan. Keduanya tampak saling berangkulan mesra, seolah dunia ini hanyalah milik mereka saja. Namun tiba-tiba ada yang datang.Darren segera bangkit dari sofa untuk membukakan pintu. Astaga, mengganggu saja! Darren tampak sangat kesal. Lagipula, siapa yang bertamu malam-malam begini?
Darren menarik knop pintu ke dalam usai membuka kuncinya lebih dulu. Matanya membulat sempurna saat mendapati seorang gadis yang sedang berdiri di depan pintu.Xavia?Darren mulai panik. Tentu saja dia kebingungan. Di dalam sana ada Angela, dan kini Xavia datang dengan Nyonya Hawk. Dunia ini rasanya seperti sedang kena Tsunami saja. Darren mulai memutar otaknya. Jangan sampai Xavia dan ibunya itu melihat Angela."Hai," sapa Xavia sambil tersenyum manis.
Darren hanya mengangguk
"Darren, apa yang terjadi? Kau tampak pucat." Nyonya Hawk yang cerdas mulai curiga padanya.
Darren segera mencari alasan,
"Tidak, bukan apa-apa. Aku baik-baik saja. Aku hanya habis berolahraga," jawab Darren dengan gelagat anehnya. Xavia hanya tersenyum. Sedangkan Nyonya Hawk merasa mencium bau Angela di apartemen itu. Wanita itu tersenyum miring pada Darren
"Berolahraga di malam hari? Apakah itu Passion barumu, hh? Aku sengaja mengajak Xavia ke sini. Lagipula, kalian akan segera bertunangan. Xavia harus tahu dimana kau tinggal." Nyonya Hawk sengaja meninggikan suaranya. Syukur-syukur bila Angela mendengarnya. Ya, dia tak perlu capek-capek menegaskannya pada Jalang itu. Jika Darren akan segera bertunangan.
"Mah, pelankanlah suaramu." Darren tampak mulai panik. Tentu saja dia takut Angela akan mendengarnya.
"Memangnya kenapa? Kenapa aku harus berbisik? Apakah ..." Nyonya Hawk tak jadi meneruskan ucapannya. Benar, dia tak mau Xavia sampai tahu jika Darren punya seorang kekasih. Menyebalkan! Nyonya Hawk memalingkan wajahnya dari Darren sembari mengatupkan bibirnya.
"Bolehkah aku masuk?" kali ini Xavia yang bicara. Darren membulatkan matanya dengan mulutnya yang menganga. Dia mulai kebingungan. Nyonya Hawk tak kalah paniknya, dia segera menerobos masuk melewati Darren untuk menastikan semuanya. Sedangkan Darren tetap menahan Xavia di depan pintu.
Langkah Nyonya Hawk terayun cepat sambil menyapu pandangannya ke semua arah. Dimana Jalang itu? Nyonya Hawk tampak sangat geram mencari dimana Angela bersembunyi. Ya, bersembunyi seperti seekor tikus! Nyonya Hawk menghentikan langkahnya di depan pintu kamar Darren. Wanita itu menghela napas kasar sebelum meraih knop pintu dan mendorongnya masuk.
BRAAK!
Pintu terdorong dengan kasar. Angela yang sedang berdiri di depan cermin sangat kaget, dia segera memutar lehernya.
Astaga!
Nyonya Hawk?
Mata Nyonya Hawk tampak berapi-api melihat Angela berada di kamar Darren. Rupanya gadis itu tak kapok juga meski dia sering mencelanya. Hils-nya teranyun cepat menuju Angela, dengan emosinya yang nyaris meledak. Angela hanya berdiri dengan perasaannya yang sudah tak karuan. Dia tampak sangat ketakutan seperti sedang melihat hantu.
PLAAK! PLAAK!
Tamparan keras Nyonya Hawk mendarat di kedua pipinya secara beruntun. Angela masih terdiam dengan wajahnya yang berpaling. Tangan kanannya meyentuh pipi kirinya yang kemerahan akibat ulah Nyonya Hawk. Dia tak tahu harus apa. Wanita kaya itu memang sering mengingatkan dirinya untuk menjauhi Darren. Namun dia tak bisa, dia sangat mencintai Darren.
"Jika tamparan itu masih kurang untukmu, aku akan melakukan yang lebih. Tinggalkan Darren atau kau akan menghilang dari dunia ini dengan sendirinya," ucapan Nyonya Hawk mengandung ancaman.
Angela segera menegakkan kembali kepalanya. Dia sedang berdiri di depan wanita yang telah melahirkan pria yang sangat dicintainya. Dia tak bisa bersikap tak sopan padanya.
"Nyonya Hawk, maafkan aku. Aku tak bisa meninggalkan Darren. Aku sangat mencintainya," lirih Angela berusaha meraih jemari Nyonya Hawk. Namun wanita berdarah Jerman itu menepisnya dengan kasar.
"Katakan, berapa yang kau butuhkan? 200 juta? 500 juta? Atau satu milyar?" Nyonya Hawk sedang menghinanya. Angela mulai menumpahkan air matanya yang sudah membendung sedari tadi. Dadanya terasa sesak. Ini bukan yang pertama kainya. Dia hanya bisa menggeleng lesu. Nyonya Hawk mendekat lalu mencondongkan wajahnya pada Angela dengan tatapan tajam
"Tinggalkan Darren atau hidupmu akan dalam masalah besar. Mengerti?" Nyonya Hawk menunjuk wajah Angela lantas mendorong bahunya dengan kasar.
Angela hanya terdiam dengan wajahnya yang tertunduk. Air matanya semakin deras membasahi pipinya. Nyonya Hawk tersenyum remeh sambil menyalakan api rokoknya.
"Dasar, Jalang."
Fuuhh!
Dengan angkuhnya dia menghembuskan asap rokoknya ke wajah Angela sebelum meninggalkan kamar Darren. Angela menjatuhkan lututnya ke lantai. Punggungnya bergetar hebat. Bathinnya menjerit luar biasa.
Bersambung..
Darren dan Xavia tampak sedang berbincang di depan pintu. Langkah Nyonya Hawk berhenti di depan Darren. Wanita itu tersenyum miring pada sang putera. Darren hanya terdiam dan menatap Nyonya Hawk dengan wajah dinginnya. Pupil Nyonya Hawk memutar pada Xavia tanpa memalingkan wajahnya dari Darren. "Ayo kita pergi, Xavia. Apartemen Darren sangat kotor. Ada sampah yang berbau busuk di dalam sana. Sebaiknya kita pergi saja. Aku takut bau busuk itu hinggap di gaun mahalmu," gagas Nyonya Hawk pada Xavia, namun wajah sinisnya tertuju pada Darren. Pria itu hanya memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Dia cukup paham dengan apa yang dimaksud oleh ibunya. Xavia hanya tersenyum. Dia menatap Darren dengan wajah gemasnya. Tidak mungkin pria tampan di depannya itu begitu jorok seperti yang dikatakan ibunya tadi. Jika benar, maka ini merupakan tugasnya untuk membenahi sipat buruk calon suaminya itu. "Ayo Xavia." Nyonya Hawk segera
Cinta itu tak berupa tatapan satu sama lain, tetapi memandang keluar bersama ke arah yang sama. ~B.J. Habibie~ *** Darren sedang duduk di ruangan kerjanya, dengan satu tangan menopang dagunya. Di mejanya tampak setumpuk berkas menunggu jamahan tangannya. Namun entah kenapa hari ini pikirannya sangat kacau, yang ada di sana hanya Angela, Angela dan Angela. Bagaimana keadaan kekasihnya itu sekarang? Apakah dia baik-baik saja? Ah, Darren sungguh sangat gelisah memikirkannya. Jeremy dan Lusiana, dua orang staf yang dari tadi berdiri di depannya hanya bisa saling pandang bingung, karena Darren masih asik termenung dan tak juga menyentuh berkas-berkas yang mereka bawa. Ini tak bisa dibiarkan! Beberapa Clien penting akan segera datang, dan CEO mereka malah asik dengan fantasinya. Jeremy menggelengkan kepalanya. "Bos," tukas Jeremy cukup membuat Darren tersentak, dia segera menur
Cinta itu burung yang indah, yang mengemis untuk ditangkap tapi menolak untuk dilukai. ~Kahlil Gibran~ *** Darren sedang duduk terdiam di ruangan metingnya yang tampak sunyi. Para staf utamanya dan juga para Clien penting sudah meninggalkan ruangan itu sejak sepuluh menit yang lalu. Ada rasa kesepian setiap kali dirinya sedang sendiri begini. Darren merindukan Angela yang tak juga memberinya kabar sejak dua hari terakhir. Entah dimana Angela berada sekarang. Darren hampir kehilangan akal karena nomer ponsel kekasihnya itu tak bisa dihubungi lagi. Darren menghembuskan napas kasarnya lantas menggelengkan kepalanya. Benar, pesta pertunangannya dengan Xavia tinggal beberapa hari lagi, namun Angela masih belum mengetahui hal itu, jika dirinya akan segera bertunangan dengan gadis lain. Punggung kokohnya bersandar pada bangkunya dengan kepalanya yang dibiarkan mendongkak ke atas, menatapi la
Xavia masih tampak asik dengan ponselnya. Darren menyingkap lengan jasnya, ternyata jarum arlojinya sudah menunjuk pukul lima sore. Astaga, ternyata dia sudah membuat Xavia menunggu hingga satu jam. Ah, Darren merasa tak enak hati. Dia segera bangkit dari bangkunya lalu melangkahkan tungkainya menuju pada Xavia. "Ehem," Darren mendaratkan bokongnya pada sofa di samping Xavia. Gadis itu menoleh padanya. Pendar mata keduanya bertemu, namun Darren buru-buru memalingkan pandangannya ke tempat lain. Xavia mengulas senyum kemudian dia menaruh ponselnya ke dalam tasnya, dan beralih memandangi pria yang tengah duduk di sampingnya itu. Darren sedikit gugup karenannya. "Hm, Xavia. Apakah kita bisa menemui ibumu sekarang?" tanya Darren dengan wajah datarnya. Xavia tertawa kecil mendengarnya. Tawanya sangat ceria dan begitu memesona. Darren sampai tertegum dibuatnya. "Kenapa tertawa?" tanyanya kemudian. Xavia menghenti
Darren menelan ludahnya. Peluh dingin berjatuhan di punggungnya. Bagaimana ini? Dia benar-benar kebingungan sampai tak bisa berpikir. Langkah Nyonya Altano sedikit cepat menuju pada Xavia yang sedang berdiri menyambutnya sambil memasang senyum. Nyonya Altano pun tak kalah bahagianya dapat berjumpa dengan puterinya di luar seperti ini, karena Xavia sangat sibuk dengan pemotretan dan lebih memilih tinggal di apartemen yang cukup jauh dari rumahnya. Darren sudah ketar-ketir dan tak berani beranjak dari bangkunya. Entah harus bagaimana dia menyembunyikan wajahnya dari Angela yang sedang berjalan di belakang Nyonya Altano. "Mama," pekik Xavia tampak sangat senang. Dia menyambut kedua tangan Nyonya Altano yang terulur kepadanya. Mereka pun berpelukkan begitu senangnya. Angela yang masih belum menyadari adanya Darren hanya tersenyum melihat kebahagiaan mereka. "Xavia, senang sekali bisa bertemu di sini? Dimana Dar
Setelah drama menangis tadi, akhirnya Darren berhasil membujuk Angela dan mengantar kekasihnya itu pulang. Sepanjang perjalanan Angela hanya memalingkan wajahnya pada kaca jendela mobil, ia tak ingin membuka obrolan dengan Darren yang sedang mengemudikan mobilnya menuju apartemennya. Setibanya di depan unit apartemennya Angela langsung masuk tanpa mempersilakan Darren lebih dulu. Namun Darren tetap mengikuti langkah Angela meski gadis itu tampak acuh padanya. Ya, terlalu dini bagi Angela untuk kembali bersikap seperti biasanya padanya. Darren bisa mengerti. Darren segera duduk di sofa tanpa Angela memintanya, karena gadis itu kini tengah berjalan menuju kamarnya. Satu jam berlalu, Darren masih duduk di sofa menunggu Angela dalam gelisahnya yang kian menjadi. Apakah kekasihnya itu takkan mau menemuinya lagi? Darren mulai berpikir. Apakah dia pulang saja sekarang? Pikirannya sungguh sangat gelisah dan kacau.
Angela segera bangkit dari ranjang. Ia meraih lingerie hitam yang tadi malam ia kenakan, lingerie itu terpulai di lantai karena Darren yang melemparnya ke sembarang arah semalam. Ah, Darren, mau kemana dia? Pikir Angela, langkahnya terayun cepat menuju ruang ganti. Tercium wangi parfum Darren yang menyeruak di ruangan itu. Sepasang netra Angela menemukan Darren yang sedang berdiri di depan cermin riasnya. Pria itu tampak sudah berpakaian rapi seperti akan berangkat ke kantor. Angela segera mendekatinya. "Sayang, apakah kau akan pergi ke kantor sepagi ini?" tanya Angela sembari mendekap tubuh Darren dari belakangnya. Kedua tangan mungilnya melingkar hingga dada bidang kekasihnya itu. Darren hanya tersenyum tipis. "Ya, Angela. Aku harus segera pergi sekarang. Ada meeting penting di kantor, aku tak ingin terlambat." Darren menaruh botol parfum mahal miliknya pada meja rias di depannya. Dia mengamati penampilannya dengan
Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong. ~Tere Liye *** Hari mulai gelap, Darren menatap pada arlojinya yang sudah menujukkan pukul tujuh malam. Mereka masih berada di resto dimana Darren mengajak Xavia untuk dinner. Pandangan Darren tertuju pada Xavia yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan, sedari tadi Darren merasa tak dianggap sama sekali. Dinner yang sangat buruk! Darren mengendurkan ikatan dasinya sembari bersandar pada bangku yang ia duduki. Sepasang netranya menoleh pada meja yang ada di sebelahnya. Tampak sepasang kekasih yang sedang menikmati dinner. Namun sangat berbeda dengannya, pasangan itu tampak sangat mesra sembari saling menyuapi satu sama lain, dan sesekali tertawa kecil pula bersamaan. Sial! Darren benar-benar kesal kali ini. Seumur hidupnya dirinya tak pernah berada pada situasi menyebalkan seperti sekaran