Share

HMT 3 - Kencan Buta

Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun jiwa tetap ada di tangan cinta, terus hidup, sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan.

(Kahlil Gibran)

***

Darren dan Xavia masih duduk di dalam Resto. Tak ada obrolan yang seru. Keduanya tampak canggung. Hanya ada beberapa tanya jawab yang terdengar sangat formal. Namun Xavia tampak senang meski pria di depannya itu terkesan dingin. Xavia memang tak menyukai pria yang banyak bicara. Baginya pria dingin terkesan lebih berkelas.

Sedangkan Darren merasa sudah ingin segera pergi dari resto itu. Namun dia agak kesusahan untuk mencari alasan yang tepat. Seperti pesan ibunya; jangan sampai dia membuat Xavia kecewa pada kencan pertama mereka ini. Ah, Darren sungguh pusing. Terlebih tatapan bola mata kebiruan Xavia yang selalu mengincar matanya. Ingin rasanya dia segera pulang.

"Hm, Darren. Apakah kau merasa tak nyaman dengan kencan ini?" tanya Xavia usai menyesap gelas granitanya. Darren agak tersentak mendengar itu.  Mungkinkah Xavia bisa membaca pikirannya.

"Tidak, aku baik-baik saja." Darren segera memalingkan wajahnya pada lalu lalang orang di luar sana. Dia tak ingin sampai bertemu pandang dengan gadis di depannya itu.

Xavia hanya mengulas senyum, "Apakah kau sangat sibuk pekan ini? Bila ada waktu, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," ucap Xavia sambil menatapnya lembut.

Darren semakin canggung dibuatnya.

"Sepertinya aku sangat sibuk pekan ini. Ya, aku tak bisa." Darren kembali memalingkan wajahnya setelah bicara pada Xavia. Perasaannya sangat bergejolak dan ingin segera pergi.

Xavia mengulas senyum. Rupanya Darren tipe pria yang tak mudah menerima ajakan dari seseorang, meski seorang gadis. Xavia merasa semakin menyukainya.

"Baiklah, kalau begitu bisakah kita keluar malam ini? Ya, sekedar menikmati udara malam," ajak Xavia masih sedang menguji pria di depannya itu.

Darren menoleh padanya. Astaga, apa ini? Gadis itu terus menawarkan banyak hal. Dia semakin pusing saja.

"Xavia, aku sedang banyak pekerjaan di kantor. Maafkan aku," balas Darren dengan hati-hati. Dia takut gadis pilihan Nyonya Hawk itu akan marah padanya. Xavia mengangguk sambil tersenyum tipis. Darren sangatlah bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Selain itu, dia juga bukan tipe pria yang suka keluyuran di malam hari.

Xavia yakin, pria pilihan orang tuanya ini adalah pria yang terbaik untuknya.

"Tak apa, Darren. Aku mengerti. Kau sangat sibuk, itu yang kulihat di majalah bisnis. Karirmu sangat bagus, bukan?" ucapan Xavia sungguh membuat Darren tersentak. Dia tak menduga gadis moderen sepertinya bisa bersikap begitu pengertian. Darren merasa bersalah karena sudah berdusta

"Terimakasi," ucap Darren datar.

Xavia tersenyum manis untuknya. Mereka pun mulai menikmati makanan penutup yaitu New York Cheesecake, berupa dessert dengan saus berries. Sangat cocok dinikmati oleh pasangan yang sedang jatuh cinta. Dan rasanya yang manis, seolah menggambarkan perasaan Xavia sore itu.

***

Usai makan dan mengakhiri obrolan yang canggung tadi, Darren mengantar Xavia menuju mobil Limosin putih yang sudah menunggunya. Keduanya berjalan berdampingan. Sesekali Xavia menoleh pada Darren yang tampak masih acuh padanya. Tak apa, justru sikap dingin Darren yang membuat Xavia penasaran pada pria tampan berkulit putih itu.

"Istirahatlah, maaf bila kau sedikit kecewa atas kencan kita ini," ucap Darren yang berdiri di depan Xavia yang sudah tiba di depan mobilnya. Dua pengawalnya menunggu sambil berdiri agak jauh dari mereka.

"Tak apa, aku senang kau bisa datang." Xavia tersenyum manis

"Iya." Darren hanya menganguk. Seorang pengawal membukakan pintu mobil. Xavia mulai berbalik dari Darren untuk masuk ke mobilnya. Namun tiba-tiba seorang pengendara motor dengan kecepatan tinggi melewati Xavia dan hampir saja menabraknya.

AWASS!!

Aaaaaaa...!

Jerit Xavia hampir terjatuh karena menghindar dari kecelakaan yang bisa saja melukainya. Darren segera maju dan menangkap Xavia hingga terjatuh ke dalam pelukannya. Keduanya saling berpandangan barang sejenak.

Angin cukup kencang sore itu. Anak-anak rambut Xavia mengganggu wajahnya. Darren menyingkirkan anak-anak rambut itu, dengan masih pada posisinya. Jantung keduanya terasa kacau. Seperti ada sengatan listrik ribuan von yang menyengat tubuh mereka.

"Nona, apa kau baik-baik saja?" suara seorang pria dengan stelan jas hitamnya cukup mengagetkan keduanya. Darren segera melepaskan pelukannya dari Xavia.

"Tak apa, aku baik-baik saja." Xavia tersenyum ramah pada pria itu. Sedangkan Darren hanya terdiam dan tampak memalingkan wajahnya ke semua penjuru arah. Ada perasaan yang tiba-tiba bergelora di hatinya

"Baiklah, aku pulang dulu." Xavia tersenyum pada Darren sebelum memasuki mobilnya.

Darren hanya mengangguk dan tetap berdiri di sana sampai mobil Limosin putih itu melaju meninggalkan area Resto. Darren menghela napas. Dengan perasaannya yang bergejolak tak jelas, dia segera berjalan menuju Jeremy yang tampak sedang tersenyum-senyum sendiri.

"Apa yang sedang kau lihat? Cepat antar aku pulang," tukas Darren segera memasuki mobilnya. Jeremy menutup pintu mobil itu sambil tersenyum tipis, lantas ia segera berlari menuju kemudi.

Mobil pun melaju menuju apartemen Darren. Ya, pria itu tinggal sendiri di apartemennya selama ini. Adapun dua atau tiga kali dalam sebulan ia pulang ke rumah mewah ayahnya. Itu pun jika ibunya yang meminta. Darren lebih suka tinggal di apartemen. Selain dekat dengan kantornya, dia pun bisa dengan leluasa mengajak Angela bermalam di sana.

Darren duduk manis sambil bersandar pada sandaran bangku mobilnya yang nyaman. Wajahnya tampak datar, namun pikirannya sedang melantur entah kemana. Dan tiba-tiba saja senyuman manis Xavia muncul di pikirannya. Darren segera menggelengkan kepalanya sambil memejamkan matanya erat, namun kali ini bola mata indah Xavia yang muncul. Darren segera membuka matanya dan merubah posisi duduknya, dia tampak gelisah.

Jeremy yang mengetahui hal itu segera membuka suara sambil menatapnya dari kaca spion di atasnya,

"Ada apa, Bos? Apa kau baik-baik saja?"

"It's oke. Aku baik-baik saja," jawab Darren sambil mengendurkan ikatan dasinya.

Jeremy mengangguk dan segera membanting roda kemudinya ke arah kanan, memasuki gerbang sebuah apartemen 30 lantai dimana Darren tinggal.

Setelah membukakan pintu mobil untuk Darren, Jaremy segera berjalan cepat menyusul bosnya itu. Darren meneruskan langkah panjangnya menuju unit apartemen miliknya. Beberapa orang yang berpapasan tampak menyapanya dengan hormat.

Setelah keluar dari lift tibalah mereka di lantai 25. Darren segera berjalan ke arah timur menuju pintu unit apartemen miliknya.

Setibanya di sana dia mulai mengetik enam digit angka, tanggal jadiannya dengan Angela. Angka cantik itu ia jadikan pasword untuk membuka kunci pintu unit apartemen miliknya. Waw, pintu langsung terbuka saat pasword berhasil disingkronkan.

Pintu terdorong perlahan ke dalam. Netra Darren menangkap sosok gadis yang sedang berdiri menyambutnya sambil tersenyum manis.

Angela?

Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status