LOGINDengan tangan gemetar, Nila membalas pesan dari Pelayan itu.[Tunggu, aku sedang membuat video khusus hanya untuk kamu. Tolong awasi dulu anak itu, dan pastikan kamu bisa membawanya ke luar dari Bar]Pesan dibaca, dan tak lama pesan itu kembali dibalas oleh Pelayan bernama Roni. [Aku tunggu video darimu. Kalau video belum dikirim, aku tidak akan mengirim foto anak itu dan menyelamatkannya. Dan satu hal yang harus kamu ingat, aku tahu mana video asli dan tidak!]Deg! Mata Nila langsung tertuju pada Adrian, yang juga membaca pesan tersebut lewat laptopnya. Adrian membalas tatapan Nila, lalu mengatakan, "Balas saja, iya."Andi melotot, "Kau benar-benar sudah gila! Kau ingin menjadikan Nila sebagai tumbal? Bagaimana mungkin dia mengirim video aslinya ke laki-laki brengsek itu!"Berdiri di sampingnya, Barta langsung menenangkan, "Jangan khawatir Mas, kami semua akan melakukan cara lain. Kami juga tidak akan memint
"Regan."Semua orang membisu setelah mendengar nama 'Regan' seperti yang disebutkan petugas imigrasi. Nila menatap satu per satu orang-orang di ruang tamu. Mereka yang berseragam cokelat langsung memberi arahan dengan anggukkan kepala.Dengan tangan gemetar, dan napas tertahan, Nila mengatakan, "B-benar anak itu ... dia adalah anak yang kami cari. Tolong secepatnya kamu kirim fotonya, dan bawa dia ke luar dari Bar.""Baik, kalau soal itu aku akan mengusahakan, tapi aku ingin mengajukan satu syarat," ucap pria di ujung sana. Mendengar permintaan Pelayan itu, Nila menoleh pada Andi, dan mengalihkan pandangan ke arah Polisi. "Katakan apa syaratnya," kata Adrian pada Nila. Wanita muda itu mengangguk, "Katakan apa syaratnya."Pria di ujung sana terkekeh. Terdengar suara desahan kecil. Sepertinya ia tidak tahu jika telepon sudah disadap oleh Polisi. "Aku ingin melihat tubuhmu ... polos, dan buat aku bergairah," kekeh pria mesum itu.Mendengar permintaan sang Pelayan, Andi langsung melo
Dirga melangkah memasuki rumahnya bersama sang Putri. Suara hentakan kaki itu mengundang perhatian Febby yang tengah berbicara di ruang tamu bersama Sisca.Kedatangan sepupunya ke rumah mewah itu, ingin menyampaikan kabar baru tentang pencarian Dylan. Pagi tadi, Barta mendapatkan kabar dari Bramanto. Setelah mendengar kabar baik itu, Sisca pun bergegas ke rumah Febby yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kediamannya.Namun, belum sempat membicarakan soal Dylan, suami sepupunya itu datang.Febby menoleh ke arah pintu. Melihat Dirga memasuki ruang tamu, ia pun langsung berdiri dan menyambut dengan senyuman lebar. "Mas." Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Dirga langsung mengecup kening Kesayangan dengan lembut."Aku punya kabar bahagia untuk kamu, dan semua orang di rumah ini," kata Dirga. Suara berat dan merdu itu, membuat suasana hati Febby menjadi hangat.Mata Febby bersinar. Senyum di bibir mengembang dengan wajah
Dirga terdiam. Matanya mengembun, menahan gejolak kesedihan dan kerinduan.Kabar terbaru kali ini seolah menumbuhkan harapan baru yang sangat besar baginya."Beruntung Andi dan Nila memiliki banyak koneksi di sosial media. Mereka berdua memang bisa diandalkan," tambah Bramanto.Dirga menarik sudut bibir. Genggaman tangan semakin erat, memegang ponsel hingga menimbulkan cahaya putih berbentuk garis pada layar."Ga, kamu dengar ucapan Paman tadi?" tanya Bramanto. "Halo, Ga, kamu masih ada di sana?" Sepersekian detik diam, Dirga membuka mulut. Berusaha menggerakkan bibir yang terasa berat."A-apa ... benar yang Anda katakan tadi?" tanyanya dengan suara bergetar."Benar Ga, bahkan laki-laki itu berjanji akan menunjukkan foto Dylan. Kemungkinan besok malam Prams akan kembali ke Bar, dan dia selalu membawa anak laki-laki yang mirip dengan Dylan. Nama anak itu Regan. Sepertinya Prams memang ingin menjadikan anakmu salah satu dari mereka."Dirga menghela napas sesak. Ada ketakutan yang menye
"Mana Mas, aku mau lihat." Nila merengek seperti anak kecil. Tangannya berusaha menarik sarung yang dikenakan Andi, tetapi pria itu terus menghindar."Mas lihat.""Malu Yang."Kedua pipi Andi memerah seperti udang rebus. Ada malu yang menyelimuti hati, dan perasaan takut semua usaha gagal."Mas .... " Nila masih merengek. Menatap Andi sambil mengerutkan alis."Jangan dilihat sekarang, nanti aja kalau udah malam pertama kita." Dengan cepat Andi merapikan sarungnya lalu masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi. Nila mendengus, kecewa, harusnya ia sudah bisa melihat hasil Kakek Subur sekarang. Padahal sejak semalam ia dihantui rasa penasaran. Namun, karena Andi menolak, terpaksa ia menunggu sampai saatnya tiba. Toh beberapa hari lagi mereka menikah.Ia melangkah memasuki ruang tamu dan duduk berhadapan dengan Andi. "Kamu udah buang air kecil 'kan Mas? Kamu udah lihat dong ukurannya?" Nila menatap penasaran."Iya udah, tapi bagi aku nggak ada yang berubah, mungkin karena belum bangun."
Note Penulis: Bab Sebelumnya Aku Ubah. Silakan baca ulang biar nyambung ke cerita ini.Setelah resmi menjadi suami-istri, Juan tinggal di rumah peninggalan kedua orang tua Sasa.Kehidupan rumah tangga baru mereka jalani beberapa minggu. Namun, Juan sudah menunjukkan kasih sayang tulus pada anak bawaan Sasa yang bernama Aurora.Sejak pertama bertemu dengan Juan, Aurora langsung menyukai pria itu. Apalagi pembawaan Juan yang hangat, dan penyayang, membuat gadis kecil itu merasa nyaman. "Papi .... " Aurora berlari kecil menghampiri Juan yang baru pulang dari kebun.Pada pukul lima sore, Juan mengakhiri aktivitas di kebun milik mendiang kedua orang tua Sasa. Sejak menikah, ia yang belum mendapatkan pekerjaan, berusaha mencari cara untuk menghidupi kedua orang Tersayang.Langkah kaki Juan terhenti di ambang pintu rumah. Wajahnya berseri saat melihat putri sambungnya menghampiri."Aurora." Juan menyambut pelukan gadis berusia empat tahun itu. "Kamu nunggu Papi?"Aurora menganggukkan kepal







