Share

4. Rencana Terselubung

.

.

.

Di kediaman Wei, seorang wanita muda berusia 25 tahun terlihat mondar-mondar di depan pintu masuk rumahnya, seakan ia sedang menunggu seseorang. Parasnya yang bengis seakan menyiratkan sebuah kekhawatiran akan sesuatu yang tidak dapat terkatakan.

Beberapa waktu kemudian, sebuah pesan muncul pada layar ponselnya yang membuatnya semakin geram. Ya, pesan itu berasal dari seorang pria yang menjadi suruhannya.

Dari: xxx

"Wanita itu sudah keluar dari rumah sakit."

Begitulah pesan yang membuat Wei Yuna merasa sangat murka dengan isi beritanya. Shen Yiyi, sepupunya itu, rupanya tidak mati!

"Sialan!", gumamnya kemudian sambil memukulkan kepalan tangannya ke atas sandaran sofa yang ada disebelahnya.

Tidak beberapa lama kemudian, kehadiran seseorang yang sangat ditunggu oleh Wei Yunapun akhirnya datang juga. Tanpa menunggu orang tersebut masuk dengan sempurna, Wei Yuna telah terlebih dahulu melontarkan kata-kata yang mengisyaratkan kemarahannya.

"Ayah, mengapa wanita itu tidak mati?! Hah?! Bukankah Ayah berjanji dia akan mati dan aku akan menggantikannya menikahi Mu Shenan?!", sambil berbicara, urat-urat di leher wanita itu terlihat menonjol seakan ingin keluar dari kulitnya.

Marah! Wei Yuna saat ini benar-benar marah! Padahal ia sudah sangat yakin bahwa Shen Yiyi pasti akan mati pada kecelakaan lalu lintas yang dirancangkan oleh ayahnya, Wei Dong. Tetapi kenyataannya, sepupunya itu masih hidup sampai detik ini.

Mendengar komplain yang dilontarkan oleh anak semata wayangnya, hati Wei Dong pun tersulut oleh emosi.

"Yuna!! Beraninya kau membentak ayahmu?! Hah?!!", pria paruh baya itu bersuara lantang sambil satu tangannya menggebrak meja ruang tamu yang ada di depannya.

Melirik ayahnya dengan tajam, Wei Yuna kembali berbicara, "Ayah, kalau kau tidak mampu membuat rencana. Maka biarkan aku yang membuatnya!", kata Wei Yuna dengan sangat ketus.

"Dasar, anak kurang ajar! Aku hampir saja ketahuan saat menyuruh orang menabrak Shen Yiyi, dan kau...kau... malah membentak ayahmu?!", seketika wajah pria itu menjadi suram. Matanya menghitam dan giginya bergemertak menahan amarah, amarah bukan karena anak tunggalnya berani membentaknya, melainkan amarah karena kegagalannya. Benar, ia telah gagal untuk melenyapkan pewaris tunggal keluarga Shen!

Melihat ayahnya seakan mau meledak, Wei Yuna kemudian menurunkan emosinya. Ia cukup pintar untuk tahu bahwa perjalanan melenyapkan Shen Yiyi bukanlah perkara yang mudah. 

"Sudahlah Ayah. Hentikan pertengkaran kita ini. Aku dengar Shen Yiyi sudah bangun dari komanya.", dengan suara rendah, Wei Yuna mencoba memberikan informasi kepada sang ayah yang terlihat mulai duduk di atas sofa.

"Benarkah?", kata sang ayah menimpalinya.

"Lalu, apa yang akan Ayah lakukan?", berjalan menuju sofa berwarna hitam itu, Wei Yuna turut duduk disamping ayahnya.

"Lebih baik kita berdua harus lebih hati-hati, jangan sampai keluarga Shen mencurigai kita.", ucap Wei Dong kemudian.

Sebenarnya, Wei Yuna sangat tidak sabar. Ia tidak bisa menjamin sampai kapan ia akan terus bisa mengelabuhi Shen Yiyi. Sepupunya itu sangatlah cantik, teramat cantik! Dan wanita itu sekarang masih berada di apartemen Sky Garden milik Mu Shenan. Bagaimana kalau nanti tanpa sepengetahuannya, Mu Shenan pergi kesana dan melihat paras asli Shen Yiyi?! 

.

.

.

Sementara itu, di kediaman Mu, Mu Shenan terlihat telah keluar dari mobil Bantley yang berwarna hitam mengkilap itu. Sambil menenteng sebuah keranjang berisi buah-buahan segar ia berkata dengan lembut, "Nenek, aku pulang..."

Mendengar tuan mudanya datang, seorang kepala pelayan bertubuh gemuk bergegas keluar untuk menyambutnya serta mengambil alih keranjang yang dipegang oleh majikannya. 

"Selamat datang, Tuan Mu.", ungkap Bibi Zhang, orang kepercayaan Nyonya Besar Tua di kediaman Mu selama hampir tiga dekade yang dibalas dengan sebuah anggukan lembut oleh tuan mudanya.

"Tuan Muda, Nenek anda sangat merindukan anda. Beliau, akhir-akhir ini sering sakit dan selalu menanyakan tentang anda."

"Baiklah, di mana Nenek sekarang?", tanya Mu Shenan.

"Di taman bunga tuan muda.", Bibi Zhang mempersilahkan tuannya untuk segera menemui Nyonya Besar Tua dan mengikutinya dari belakang.

Sesampainya di taman bunga yang berada dibelakang kediaman, Mu Shenan melihat neneknya sedang memegang sebuah sekop kecil dengan kedua tangan keriputnya yang sedikit pucat. Ia memakai baju berkebun dengan motif bunga dan mengenakan sebuah topi dari anyaman bambu untuk melindungi dirinya dari sengatan matahari.

"Nenek....", sapa Mu Shenan kepada neneknya yang sedikit dibuatnya terkejut itu.

"Dasar, anak tidak tahu diri!!", Nyonya Besar Tua bergegas menyendok tanah dengan sekopnya dan melemparkannya sembarang pada cucunya itu. 

"Nenek, ampun! Kumohon jangan lakukan ini..", Mu Shenan berusaha menghindar dari hamburan tanah yang mulai mengotori wajah dan kemeja putihnya.

Namun melihat itu, Nyonya Besar Tua seakan-akan tidak berniat untuk menghentikan perbuatannya. Setelah puas menghukum cucu lelakinya yang brengsek itu, Nyonya Besar Tua kemudian segera bangkit dan berteriak.

"Jangan panggil aku Nenek, sebelum kau mengakui kesalahanmu itu!", Kedua tangan tuanya ia letakkan pada pinggangnya yang terlihat rapuh sembari menunjuk cucu lelakinya dengan satu jari.

"Memangnya salahku apa, Nek?", Mu Shenan berbicara lembut seakan-akan ingin meluluhkan hati Nyonya Besar Tua yang saat ini sedang merajuk.

"Kau pikir nenekmu ini buta, Ha?! Aku tahu semua rencana busukmu pada Shen Yiyi. Apa kau tidak kasihan pada cucu menantuku yang sangat cantik itu? Aku dengar ia selalu kau hindari dan kau tolak? Dasar kau cucu tak tahu diri!", Nyonya besar Tua terdengar meluapkan semua kekesalannya selama ini kepada Mu Shenan.

"Cantik?!!", Mu Shenan mengeryit mendengar kata-kata neneknya tentang Shen Yiyi. "Apa neneknya sudah rabun?", pikirnya dalam hati. Setahunya, Shen Yiyi adalah wanita yang sangat kotor dan berpenampilan sangat aneh!

Tapi entahlah apakah Shen Yiyi itu cantik atau benar-benar jelek, Mu Shenan tidak peduli karena ia memang tidak mencintai wanita itu, apalagi dia tidak suka tipe wanita murahan yang gampang mengejar-ngejar pria seperti yang dilakukan para wanita cantik yang merayunya selama ini. Meskipun demikian, hatinya tidak pernah tergerak oleh salah satu dari wanita-wanita murahan itu.

"Mengapa kau melamun? Cepat bawa istrimu menginap disini akhir pekan ini, aku tidak mau ada alasan apapun", perintahnya yang seketika membuyarkan lamunan pria muda itu.

"Tidak mau!", jawab Mu Shenan yang terdengar sangat dingin.

Mendengar itu, Nyonya Besar Tua tidak bisa berbuat apa-apa selain mengeluarkan senjata terakhirnya yaitu dengan melemaskan kakinya diikuti suara terbatuk untuk menyiksa hati nurani cucu dinginnya itu. 

"Uhuk! Uhuk! Shenan, mungkin aku akan segera mati.", kata Nyonya Besar Tua seakan hendak terjatuh dalam topangan Mu Shenan.

"Baiklah Nek, Baiklah.. Jangan sakit, Ayo kita masuk.", lelaki bertubuh kekar itu kemudian memegang lengan rapuh neneknya dan membantunya berjalan masuk ke dalam rumah besar mereka yang ada disana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status