Share

Hari lamaran Vika

Hari lamaran kakakku akhirnya tiba, rumahku sudah ramai didatangi sanak saudara dan para tetangga. 

Aku datang lebih awal, ingin bantu bantu masak di dapur. Aku menuju ke dapur, Ada azka dalam gendonganku. 

"Sari...kamu jangan di dapur, temenin azka saja, Nanti dia nangis gimana" Ucap ayahku saat melihatku sedang berada di dapur. 

"Enggak apa apa pak, cuma kupas kentang aja kok, azka juga anteng gak rewel"

"Nanti kalau azka ngantuk, kamu bawa ke kamar depan aruh di ayunan ya"

Ayahku sangat perhatian pada anakku. Mungkin karena dia cucu pertama. 

Saat asik mengupas kentang, azka mulai menguap tanda ia mengantuk. Aku segera membawanya ke kamar, lalu menidurkan nya di ayun. 

Kamar depan bersebelahan dengan kamar kakakku, kebetulan dia sedang di rias oleh perias. 

Setelah azka tertidur, aku hendak keluar kamar. Lalu, tanpa sengaja aku mendengar obrolan Fika dengan periasnya. 

"Fika, kok kamu pakai emas banyak sekali, udah ada gelang, cincin, kan kamu mau tunangan, nanti dipakai dimana cincin tunanganmu? " Tanya embak peria pada kakakku. 

" Tenang loh mbak, kan udah aku kosongin jari  manis di tangan kanan. Masih ada tempat kok."

Aku heran sama kelakuan kakakku, dihari pertunangan untuk apa dia memakai emas begitu banyak? Apa sengaja untuk memperlihatkan kepada keluarga calon suaminya bahwa dia punya banyak emas? 

Bukannya iri, hanya tak elok rasanya dihari pertunangan memakai gelang dan cincin emas yang begitu banyak, kesannya pamer. Apalagi dilihat sama keluarga calon suami pada saat pemasangan cincin tunangan. 

Tapi, yasudah lah. Itu kan hak dia, punya dia, dari pada aku kena omelan sama Fika, lebih baik aku biarkan saja. 

Pukul sebelas siang, akhirnya rombongan calon suami Fika datang. Ayah dan ibu beserta sanak keluarga menyambut kedatangan calon besan. 

Dan acara lamaran pun dimulai, namun, ada yang aneh, calon suami Fika tidak datang di acara lamaran. 

Semua proses lamaran diwakili oleh kakak si calon karena orang tuanya sudah meninggal. Dan pada saat pemasangan cincin tunangan, kakak calon suami Fika terlihat lama memandang tangan dan jemari Fika. Ya, apalagi kalau bukan karena emas yang dipakai Fika sangat mencolok. 

Tapi, untunglah kakak calonnya tidak menyinggung soal itu. 

Setelah semua proses selesai, akhirnya calon besan dan tamu  pulang. Tinggal lah keluarga dan saudara dekat. 

Aku duduk bersama saudara dari pihak ayahku, mereka bertanya

"Sari.. Kalau boleh tahu berapa mahar kakakmu? " Tiba tiba bude atun bertanya padaku, kebetulan kakakku sedang dikamarnya. 

"Maaf, sari gak tahu bude" Sahutku yang memang tidak tahu. 

"Katanya sih 30 gram" Sahut wak ipah saudara sepupu ibuku. 

"Dari mana wak tahu? " Tanyaku penasatan. 

"Ibumu yang bilang tadi" Sahutnya. 

"Wah.. Banyak juga ya, kamu aja dulu maharnya cuma 10gram kang kan sari? " Celetuk wak ipah membuatku tak nyaman. 

Iya, aku merasa tak suka. Jika ada yang membanding bandingkan aku dengan kakakku. Apalagi ini masalah mahar, aku mulai merasa tak nyaman dengan ucapan uwak satu ini. 

"Gini loh wak, kakaku kan dia bekerja dikantor, berpendidikan tinggi, jadi ya wajarlah dia minta mahar segitu, sedangkan aku gak punya kerjaan. Tamatan SMA pula." Akue mencoba menjawab sambil menahan emosi. 

"Iya juga sih, tapi kalau dilihat dari wajah masih cantik kamu loh sari, menurut uwak"

 Heran sama uwak satu ini, Setelah tadi di jatuhin, lah sekarang malah di puji. 

Aku hanya tersenyum mendengar ucapan uwak satu ini. 

"Oiya sari, kalau bude boleh tau apa pekerjaan calon suami Fika? " 

"Sari gak tau bude" Ucapmu pura pura gak tau. 

"Kok gak tau sih, kan kamu adeknya? "

"Iya, sari memang adek nya, tapi kenapa bude gak tanya sendiri saja sama kak Fika? " 

"Yaudah, nanti bude tanyak sendiri"

Heran sekali sama emak emak yang begini, pingin tahu semuanya alias kepo, ya soal mahar lah, pekerjaan calon lah, setelah ditanya malah dibanding bandingkan. Malas sekali kalau kumpul sama emak emak model begini. 

Tak lama kemudian, Fika keluar dari kamar setelah mengganti kostum dan membersihkan make up nya. 

"Cie.. Calon pengantin baru" Ledek uwak ipah. 

Fika tersenyum malu malu. 

"Ah uwak ini bisa aja" Balas Fika sambil duduk bergabung 

"Kapan rencana nikahnya Fik? " Tanya budhe. 

"Belum tahu budhe, mungkin tahun depan" Jawab Fika 

"Jangan tunggu lama lama loh Fik, kan udah ada calonnya."

"Ya, gimana ya bude, Fika gak mau buru buru, Fika mau kumpulin uang dulu mau bikin pesta yang mewah"

" Kalau gak nikah dulu fik, beberapa bulan kemudian baru bikin pesta hajatan" Usul bude pada Fika. 

Aku hanya mendengarkan apa yang mereka bicarakan. 

"Gak mau Fika bude, Fika maunya habis nikah langsung pesta. Apalagi kalau nanti udah hamil, ntar dikira hamil duluan lagi" Balas Fika tak kalah sengit. 

"Iya juga ya" Sahut uwak ipah. 

Aku merasa tak nyaman, Fika kembali menyinggungku. Soalnya aku hanya dibuat pesta hajatan kecil kecilan, itu juga setelah beberapa bulan setelah aku menikah, untung saja waktu pesta aku tak langsung hamil, kalau hamil bisa bisa dikira hamil duluan. 

Entah kenapa, aku merasa pernikahanku dibanding bandingkan dengan Fika. Apalagi Fika yang suka menyindir, bertambah lah kekesalanku. 

Kenapa orang orang suka sekali menbanding bandingkan antara si A dengan si B, terlebih jika itu kakak ber adik. Sungguh, aku merasa tak suka jika dibanding bandingkan. 

apa sebuah pernikahan yang mewah dan mahar yang banyak akan menjamin pernikahan akan langgeng ? 

Ingin aku bertanya begitu pada kakakku, tapi ku urungkan, aku tahu ia pasti akan membela diri, aku Tak ingin berdebat dengannya di saat rumah sedang ramai begini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status