Seorang perempuan cantik baru saja keluar dari mobil, dia memasuki lobi sebuah perusahaan yang dipegang oleh suaminya. Tunggu, sepertinya calon mantan suami, kalau pria itu mau mengurusi suratnya. Dia berjalan anggun melewati lobi menuju meja resepsionis. "Pak Sakanya ada di tempat?" tanya Rina.Perempuan di balik meja resepsionis pun mengangguk. "Iya.""Bagus." Setelah mengatakan itu Rina pun langsung berjalan ke arah lift.Tentu saja sang resepsionis langsung panik dan segera keluar dari balik meja untuk mengejar tamu tadi. Dia menggapai tangan Rina. "Maaf. Anda mau ke mana?" tanya resepsionis itu."Ya bertemu suami saya," jawab Rina santai.Bola mata sang resepsionis pun melotot, dia langsung melepaskan cekalan tangannya pada perempuan yang baru datang itu. Dalam hati dia bertanya, "Inikah istri direktur perusahaan ini?"Kabar mengenai direktur perusahaan ini yang akan menikah dengan salah satu karyawan tetapi gagal
Nada langsung menoleh ke salah satu pelanggan di mana pesanannya baru saja dia antarkan. Bola mata perempuan itu melotot seketika karena merasa terkejut akan keberadaan istrinya Saka di sini. Tidak pernah membayangkan Nada kalau sosok seperti istrinya Saka akan berkunjung ke rumah makan seperti ini. Nada masih mematung akibat terkejut itu, entah apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini.Rina tersenyum miring. Perempuan itu pun bangkit dari tempat duduknya sembari memerhatikan penampilan Nada dengan pakaian pelayan tempat makan ini. "Kamu bekerja di sini rupanya?" tanya Rina dengan melipat tangan di depan dada, tatapan meremehkan itu ada di sana.Rindi dan Zizi saling tatap sebelum akhirnya mereka menatap Rina kembali. "Siapa, Rin?" tanya Zizi kemudian.Rina menoleh ke arah temannya sesaat. "Perempuan yang aku ceritakan sama kalian. Pelaku ituloh." Rina menjawab dengan begitu santai.Sempat dua temannya tadi merasa bingung, tetapi di detik be
"Nggak deh, Sal. Aku nggak kerja aja," ujar Nada ketika pagi ini Salsa mengajaknya untuk bekerja."Kenapa?" Salsa menatap Nada dengan kerutan di kening.Nada mengembuskan napas kasar, dalam hati dia bertanya temannya ini benar-benar tidak mengerti apa pura-pura saja? "Masa sih kamu enggak mengerti?" tanya Nada dengan keluh kesah.Salsa menatap wajah Nada dengan lamat-lamat. "Jangan bilang karena hal kemarin," ujar Salsa kemudian."Ya memang itu. Aku merasa malu sama yang lain. Dari tatapan mereka kemarin, mereka seolah jijik dengan aku," ujar Nada. Dia menunduk dengan memilin jari.Ada embusan napas kasar dari bibir Salsa, perempuan itu memutar bola matanya malas. "Astaga, Nada. Kamu itu dari dulu selalu begitu. Repot sekali memikirkan orang lain." Dia menatap Nada bingung.Pelan, Salsa mendekati Nada. "Dengar. Masalah kemarin itu adalah masalah kamu dengan perempuan itu dan laki-laki yang entah namanya siapa itu. Mereka semua ya
Nada langsung merangkulkan lengannya pada leher Aska ketika dia merasakan dirinya akan jatuh, sedang perhatiannya masih tertuju pada wajah Aska dengan bola mata yang berkedip beberapa kali. Nada masih syok loh akibat panggilan dari dokter barusan. Aska dan istri katanya? Itu artinya dia istrinya Aska begitu maksudnya?Sedangkan Aska yaang melihat respon Nada memang sengaja membuat gerakan seolah-olah dia akan menjatuhkan Nada agar perempuan itu diam. Aska masih menatap lurus ke arah sang dokter. "Iya, Dok."Dokter bernama Siska itu masih terkejut dengan kedatangan pasiennya yang bisa dikatakan sangat penting itu. "Ada apa dengan istri Anda, Pak? Kenapa digendong? Apakah baru saja jatuh? Sini-sini. Baringkan saja di sini," ujar sang dokter.Perempuan dengan jas putih itu bertanya dengan memberondong tanpa memberi kesempatan Aska atau Nada untuk menjawab, Aska pun segera meletakkan Nada ke brankar yang ditunjuk oleh Dokter Siska."Dia hanya kelelaha
Baik, Reno, Bu Mila dan juga Tari langung menoleh ke asal suara dan melihat sosok pria paruh baya yang berdiri di ambang pintu. Terlihat jelas wajah berang dari Pak Baron. Bola matanya melotot seperti ingin menerkam seseorang."Bapak," panggil Tari yang lebih dulu bangkit dari tempat duduknya.Sedangkan tatapan Pak Baron masih mengarah pada sosok Reno yang sedang merangkul istrinya. Dia berjalan pelan beberapa langkah ke depan. "Ngapain kamu ke sini?" tanya Pak Baron lagi.Tampak kepanikan di wajah Bu Mila. Masih dia ingat bagaimana kemarahan suaminya pada Reno akan apa yang telah pria itu lakukan beberapa tahun lalu sebelum putra pertamanya ini dipenjara, bahkan setelahnya pun suminya itu tak ingin menjenguk sekali pun di penjara."Pak. Ini anak kita. Anak kita yang sudah lama tidak kita temui. Apa Bapak tidak bahagia melihat kepulangannya?" tanya Bu Mila.Pak Baron sontak saja mengibaskan tangan di depan wajahnya. "Halah. Dia tidak bisa
Bu Susi dan putrinya buru-buru pulang ke rumah setelah mendengar ucapan Reno. Tampak wajah kedua orang itu yang panik. "Apa Reno tahu mengenai Citra?" tanya Bu Susi pada putrinya.Safira memberenggut. "Ibu pikir kenapa dia menolak aku dulu? Ya karena dia tahu aku menjadi selingkuhan orang," ujar Safira."Astaga! Kenapa kamu nggak pernah bilang sama Ibu?" tanya Bu Susi dengan kesal."Ya maaf.""Aduh. Tahu gitu jangan cari gara-gara sama dia tadi," ujar Bu Susi kemudian. Perempuan itu tengah memikirkan sesuatu."Terus gimana ini, Bu? Gimana kalau dia bilang sama Mas Fahmi kalau Citra bukan anaknya Mas Fahmi dan dia anak dari kekasihku dulu." Safira menggenggam tangan ibunya dan menggoyangkannya dengan kasar. tampak Bu Susi yang semakin merasa pusingTiba-tiba saja dari arah dalam terdengar seseorang bertanya. "Siapa yang selingkuh?" tanya seorang pria yang kini berdiri di ambang pintu pemisah antara ruang tamu dan bagian dalam ruma
Jujur saja, Reno tak tahu harus ke mana saat ini. Selepas kepergiannya dari rumah orang tuanya, Reno masih berjalan sampai saat ini dan tak tahu berapa lama sudah dia berjalan. Langit sudah menunjukkan kalau saat ini hari memasuki sore. Rencana pertamanya, pasti dia mencari tempat tinggal dan pekerjaan."Reno!" Suara teriakan itu membuat Reno menoleh. Dia menyipitkan mata kala melihat seorang laki-laki dengan kaus biru berlari ke arahnya dari seberang jalan. Tak lama, saat dia melihat jelas siapa sosok itu, Reno pun tersenyum dengan lebar."Reno.""Bakri," panggil mereka secara bersamaan. Dua pria itu pun saling berpelukan melepas Rindu. "Kau sudah bebas?" tanya Bakri. Pria itu tampak berpikir. "Lebih cepat, ya?"Reno mengangguk dengan tersenyum. "Syukurlah aku bebas lebih cepat karena berkelakuan baik," ujar Reno dengan kekehan.Bakri menghela napas. "Aku senang kau sudah bebas, Reno. Dan aku senang bisa bertemu denganmu. Ada s
Baik Nada dan Aska langsung menoleh ke asal suara dan melihat sosok perempuan yang tersenyum menunjukkan giginya yang rapi. "Mon maaf nih, Pak saya mengganggu. Pasalnya, kasihan sopir Pak Aska tuh yang sedari tadi nunggu di luar," ujar Salsa yang menunjuk ke arah luar kontrakan Nada.Sontak saja hal itu membuat Nada dan Aska menjauhkan diri mereka. Nada langsung mengalihkan pandangan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sedang Aska kembali bersikap dingin dengan berdehem sebentar. "Masuk," ujar Aska pada sang sopir. Tak lama, sosok yang sedari tadi menunggu di luar pun masuk dengan membawa beberapa paperbag yang cukup banyak.Di sini, jelas kita tahu siapa yang paling ingin tahu dengan apa yang dibawa oleh Aska. "Apa itu, Pak?" tanya Salsa dengan mengintip ke salah satu paperbag meski tak dapat melihat isinya.Aska menatap datar Salsa. "Kenapa kamu yang ingin sekali tahu?"Salsa langsung menegakkan tubuh. "Iya dong, Pak. Sebagai tem