LOGINAgnia (25), tak pernah menyangka hidupnya akan berubah secepat itu. Satu malam yang seharusnya biasa saja berakhir menjadi mimpi buruk—kehormatannya hilang setelah seseorang mencampuri minumannya dengan obat perangsang. Pagi harinya, ia terbangun di atas ranjang, tanpa sehelai busana, dalam dekapan Irgi—dosen tampan berusia 35 tahun yang selama ini dikenal dingin dan berwibawa di kampus. Namun keterkejutan Agnia tak berhenti di situ. Parahnya, Irgi adalah suami dari kakak kandungnya sendiri yang slama ini sudah lama sekali tak bisa ditemuinya. Dan ketika kakaknya mulai curiga bahwa sang suami telah berpaling pada wanita lain, rasa bersalah mulai menggerogoti hati Agnia sedikit demi sedikit. Lantas, akankah Agnia mundur dan mengembalikan Irgi pada kakaknya? Atau, perlahan bibit cinta malah mulai tumbuh seiring dengan tertanamnya benih di rahim Agnia?
View More"Nuri, lo tidur, ya?"
Ucapan Agnia tidak terjawab. Dia baru saja memasuki apartemen Nuri yang tampak sepi. Sebelumnya, dia sudah menghubungi sahabatnya itu yang tak hadir di kampus hari ini karena sakit. Karena khawatir, Agnia pun mendatanginya langsung. "Nuri …." panggilnya lagi berulang. Sampai ketika ayunan langkahnya mendekat ke arah pintu kamar yang digantungi ukiran pahat bertuliskan ^MySweetRoom^, Agnia pun seperti menangkap suara bising berupa desahan yang menggelikan indra pendengarannya. "Nuri lagi apa, sih? Apa jangan-jangan, dia tidur terus mimpi buruk lagi," gumam Agnia menaikkan alis. Tidak mau terjadi apa-apa pada sahabatnya, secepat kilat gadis itu pun bergegas mendorong pintu yang tak dikunci. Namun, pada saat pintu berhasil dibuka, tubuh Agnia pun membeku untuk beberapa saat. Matanya menatap lurus ke arah ranjang di mana dua insan manusia yang sangat ia kenal sedang bergumul saling menindih tanpa mengenakan sehelai benang pun. "Ni-nia," seru sebuah suara tercekat. Kedua manusia di atas ranjang sana terlihat sama syoknya tatkala mendapati Agnia yang sedang berdiri mematung di ambang pintu. Mata Agnia memanas. Jantungnya pun berpacu cepat seiring dengan melihatnya ia pada sosok lelaki yang baru saja beranjak dari atas tubuh Nuri, dan berjalan ke arahnya. "Sa-sayang," gumam lelaki itu berniat menyentuh lengan Agnia. Untungnya dengan gesit, Agnia berjalan mundur, seolah jijik apabila tangan itu sampai menyentuhnya. "Nia, gue bisa jelasin," lontar Nuri ikut bangun. Melihat pemandangan menjijikan seperti barusan, tentu saja Agnia tersenyum kecut. "Jadi kegiatan itu yang bikin lo sakit sampe gak bisa ngampus?" ucap Agnia serak. "Pantes, sakitnya di area selangkangan, ya? Pasti jadi gak bisa jalan," senyum Agnia jijik. Kedua buah pipinya bahkan sudah basah sejak pertama kali ia melihat Theo beranjak dari atas tubuh Nuri. "Sa-sayang, aku—" "GAK USAH PANGGIL GUE SAYANG!" Jari telunjuk Agnia mengacung tegas di depan wajah Theo yang penuh peluh. Demi Tuhan! Hati Agnia sakit melihat ini. Maka dari itu, ia tidak mau berlama-lama lagi berdiam diri di dalam unit tersebut. Tidak peduli pada suara Nuri yang memanggil dan usaha Theo yang mengejarnya, Agnia terus berlari meninggalkan unit apartemen sahabat biadabnya. "Gue pikir kita beneran sahabatan, Ri," bisik Agnia parau. Setelah ini, Agnia tidak yakin kalau dia akan mampu melihat Nuri dengan pandangan biasa saja. *** Sakit di area tubuh, larinya ke rumah sakit. Tapi, jika sakit itu di area hati, maka bar adalah satu-satunya tempat untuk Agnia meluapkan kesakitannya. "Yang sabar, ya, gue tahu hati lo pasti ancur banget sekarang. Tapi mau gimana lagi? Emang dasar cowoknya aja yang tolol!" ungkap Beni mengumpat. Kebetulan, dia adalah teman sekampus Agnia yang bekerja sebagai bartender. "Bukan cuma cowoknya, ceweknya juga sama begonya gak, sih? Udah tau dia cowok sahabatnya, masih aja mau diajak enak-enak!" Sambar Agnia geram. Di tengah kemarahan yang mencuat, ia sampai nekat menenggak minuman beralkohol sebagai tanda bahwa dia benar-benar sedang sakit hati. "Iya, sih. Gak nyangka juga gue, si Nuri sampe segitunya. Padahal, gue perhatiin dari lama, kalian tuh udah kayak besti sedekat nadi gitu, loh. Tapi, nyatanya malah nusuk. Udah gak waras tuh anak," lontar Beni mengompori. Agnia diam. Sakit hatinya tidak tertahan. Menyaksikan pacar yang sudah menjalin hubungan dengannya sejak SMA bersenggama dengan sahabatnya sendiri, itu benar-benar di luar prediksi sekali. Maka, wajar saja kan jika sekarang Agnia melampiaskannya dengan cara begini? "Saran gue, lo stay di sini dulu aja ya, Nia. Kebetulan, gue ada ruangan khusus kalo lo mau nenangin diri, dan menghindar dari kebisingan. Sebentar lagi, bakal ada DJ. Gue yakin, lo pasti gak akan suka sama bunyi berisiknya. Makanya, gue siap kasih ruang kalo kalo lo mau nenangin diri tanpa harus buru-buru pulang," urai Beni menawari. Sejenak, Agnia menatap ke arah Beni. "Gue di sini aja. Justru, gue butuh yang berisik biar bisa ngeredam bunyi bising di kepala gue. Tapi, makasih tawarannya. Untung aja ada lo, Ben. Jadi, paling enggak gue punya temen cerita yang bisa sedikit ringanin kesakitan gue sehabis dikhianatin pacar sama sahabat gue sendiri," tutur Agnia mendesah pelan. Lagi, ia menenggak minuman dari gelasnya hingga kosong. "Its oke. Gue akan selalu ada saat lo butuh," sahut Beni tersenyum penuh misteri. Agnia mengangguk. Kembali menurunkan gelas kosongnya ke atas meja, sekaligus meminta Beni untuk mengisi lagi dengan cairan yang sama. Tanpa Agnia sadari, Beni mencelupkan sesuatu ke dalam gelas yang sudah diisi dengan cairan serupa. Sejenak, Beni menyunggingkan senyuman miringnya, sembari menunggu detik-detik Agnia meminum lagi cairan alkohol tersebut. "Gue layanin pengunjung lain dulu, ya, Ni. Lo diem diem aja di sini. Jangan kemana-mana, sebentar lagi bar bakalan mulai membludak sama orang-orang. Jadi, lo gak usah pindah tempat. Tunggu gue kembali!" Seru Beni mewanti-wanti. Mengangguk, Agnia pun meminum cairan dalam gelasnya sampai tak bersisa. Membuat Beni tersenyum puas dari kejauhan, di tengah rasa tak sabarnya menanti reaksi yang akan ia dapati dari Agnia tak lama lagi. Selagi Beni sibuk melayani pengunjung lain, Agnia mulai diterpa pusing. Padahal, sebelumnya ia masih merasa baik-baik saja. Namun, setelah menghabiskan minuman yang terakhir barusan, pandangannya mulai berkunang-kunang. Ditambah dengan perasaan gelisah yang membuat tubuhnya tak enak diam. "Ishh, kok jadi gerah, ya?" Gadis itu bergumam di tengah kepala yang mulai terasa berat. Sejenak, ia mengipasi lehernya yang memerah menggunakan tangannya silih berganti. Bersamaan itu, seseorang datang menepuk pundaknya. Mengharuskan Agnia menoleh dan pandangannya semakin tak jelas di tengah rasa panas yang menjalari tubuh.Setelah menyelesaikan urusan sarapannya di kafe yang tadi mereka kunjungi, akhirnya Irgi memutuskan untuk mengantarkan Agnia pulang sebelum aktivitas hariannya kembali dimulai.Selama di perjalanan, keduanya memilih diam. Lebih tepatnya, Irgi seolah membatasi Agnia untuk banyak bicara apalagi jika harus membahas soal permintaan Agnia sebelumnya. Setidaknya, sampai Irgi siap kembali membuka topik pembicaraan tersebut."Bapak turunin saya di depan aja," celetuk si wanita memecah sunyi. Sejenak, Irgi menaikkan sebelah alisnya di tengah ia yang melirik ke sumber suara. "Kenapa?" Tanyanya datar.Mendecak pelan, Agnia yang balas melirik pun menjawab, "Ya gak kenapa-kenapa, Pak! Saya cuma gak mau aja kalo sampe nenek saya liat saya diantar sama bapak.""Alasannya?" Irgi menoleh singkat.Sedikit membuat Agnia jengkel, tapi tetap saja ia harus memberi jawaban. "Nenek saya galak," ujarnya bohong. Padahal, Agnia hanya tidak mau jika sampai neneknya banyak bertanya mengenai siapa dan kenapa Agn
PLAK.Satu tamparan telak telah mendarat sempurna di pipi Beni. Agnia menatap marah seakan ingin menelannya hidup-hidup. "Kenapa lo lakuin itu ke gue, Ben?" Beni menunduk. Disaksikan oleh Irgi yang anteng melipat kedua tangannya di dada."JAWAB, BENI!" raung Agnia kesal. Lelaki itu tampak ragu bahkan untuk sekadar menaikkan pandangan. Akan tetapi, Agnia terus mendesak hingga akhirnya Beni terpaksa buka suara."Maafin gue, Nia. Gue khilaf," gumam Beni setia menunduk. Namun, sepertinya Agnia tidak cukup puas dengan jawaban yang Beni layangkan."Saya sudah melaporkan perbuatanmu pada pemilik bar di mana kamu bekerja."Mendengar itu, Agnia yang berniat untuk meluapkan lagi kekesalannya pada Beni pun turut menoleh ke sumber suara."Karena itu merupakan tindakan kejahatan, saya juga akan melaporkan temanmu ini pada pihak berwajib. Itupun, jika kamu mau …." ucap Irgi memberi akses. Tentu saja, hal itu membuat Beni ketakutan hingga tanpa diduga, ia sigap bersimpuh di kaki Agnia. "Jangan
"Jujur aja! Tadi malem bapak apain saya? Kok, bisa-bisanya saya jadi satu ranjang sama bapak dalam keadaan telanjang bulat gini," tukas Agnia resah. Dalam keadaan tubuh dibalut selimut hotel, ia mencoba mengorek informasi dari pria yang saat ini sedang duduk bersandar ke kepala ranjang. Melirik, Irgi yang merasa masih sedikit ngantuk dengan keadaan rambut berantakan lantas menjawab, " Kamu tanya sama saya?"Membulatkan mata, Agnia yang kepalang panik pun lalu kembali terpancing untuk melayangkan sahutan. "Maksud bapak apa? Ya, iyalah! Kalau bukan tanya sama Bapak, terus saya harus tanya sama tembok? Bapak ini ngigau, ya?"Mendengkus, Irgi membalas, "Kamu yang ngigau. Saya cuma ikutin kemauan kamu saja."Lagi, mata Agnia terbelalak seiring dengan mulutnya juga yang ikut ternganga. "Ikutin kemauan saya? Maksud bapak apa?" Irgi mendecak. "Tadi malam, kamu sendiri yang minta saya masukin kamu. Kamu memaksa saya, akhirnya saya melakukan apa yang kamu minta."Mendengar itu, Agnia terper
Setelah bertarung dengan libidonya yang terpancing ke permukaan, Irgi pun akhirnya berhasil juga membawa sang perempuan ke dalam kamar hotel yang disewanya. "Ahh, panas ... gue gerah, pengen banget mandi! Emhh," rintih Agnia belum tuntas. Untungnya, kini ia sudah dibaringkan di atas ranjang berseprai putih. Dibiarkan bergerak gelisah, sembari melepas kemejanya secara utuh. "Apa aku perlu melakukannya?" Gumam Irgi menimbang-nimbang. Sejenak, ia menyentuh bibirnya yang tadi sempat Agnia lumat dengan rakusnya."Ayo ke sini! Masukin gue please. Disini gatel banget," ujar perempuan itu seraya membuka kancing celana jeans-nya. Melihat itu, Irgi pun semakin terdorong untuk menuntaskan libidonya yang sempat tertahan. "Jika aku melakukannya, apakah tindakanku tepat?" Irgi bertanya-tanya pada diri sendiri. Agnia melengkungkan tubuhnya ke atas. Celananya pun sudah akan ia turunkan karena merasa tak sabar untuk memasukkan jemarinya ke dalam sana. Rasa gatal dan geli bercampur menjadi satu.
"Sedang apa kamu di sini?" Tanya seseorang yang menepuk pundak Agnia spontan. Menoleh, Agnia yang sedang merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya pun, refleks berdiri dengan pandangan yang mulai kabur dan nyaris limbung."Ish! Kok, panas, sih. Gerah banget ini. Punya kipas, gak?" Terlihat, Agnia mulai bereaksi tak biasa. Secara impulsif, pria di hadapannya bergerak menyentuh lengan Agnia untuk menopang keseimbangan tubuhnya.Satu hal yang orang itu ketahui, perempuan di hadapannya ini diduga mengalami sebuah reaksi yang tak biasa pasca meminum sesuatu dari gelasnya. "Jadi, dia mabuk?" Si pria bergumam pelan.Pria itu lantas berdecak. Kemudian, sebelum Agnia benar-benar terlihat kacau dan mengundang penilaian negatif dari banyak orang yang melihatnya, sosok itu pun dengan cepat membawa Agnia pergi dari sana. Dari kejauhan, Beni yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya pun buru-buru bergegas menghampiri Agnia yang hendak dibawa pergi oleh seorang pria. "Loh, tunggu sebentar! Mau d
"Nuri, lo tidur, ya?"Ucapan Agnia tidak terjawab. Dia baru saja memasuki apartemen Nuri yang tampak sepi. Sebelumnya, dia sudah menghubungi sahabatnya itu yang tak hadir di kampus hari ini karena sakit. Karena khawatir, Agnia pun mendatanginya langsung."Nuri …." panggilnya lagi berulang.Sampai ketika ayunan langkahnya mendekat ke arah pintu kamar yang digantungi ukiran pahat bertuliskan ^MySweetRoom^, Agnia pun seperti menangkap suara bising berupa desahan yang menggelikan indra pendengarannya."Nuri lagi apa, sih? Apa jangan-jangan, dia tidur terus mimpi buruk lagi," gumam Agnia menaikkan alis.Tidak mau terjadi apa-apa pada sahabatnya, secepat kilat gadis itu pun bergegas mendorong pintu yang tak dikunci. Namun, pada saat pintu berhasil dibuka, tubuh Agnia pun membeku untuk beberapa saat.Matanya menatap lurus ke arah ranjang di mana dua insan manusia yang sangat ia kenal sedang bergumul saling menindih tanpa mengenakan sehelai benang pun."Ni-nia," seru sebuah suara tercekat. Ke






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments