Aku meregangkan otot tubuh dengan segarnya ketika getaran ponsel yang ada di sebelah mengganggu pejaman mataku. Seakan dipaksa kembali ke dunia nyata.
Kamar Pak Lio yang...
Tunggu!
Kamar Pak Lio?
Aku mengedarkan pandangan dan benar saja aku tengah dengan nyenyaknya tidur di kamar atasan killer satu itu. Lalu aku menepuk jidat keras ketika melihat jam sudah sangat sore. Itu artinya aku terlelap cukup lama.
Segera turun dari ranjang empuknya tidak lupa membetulkan seprei dan mematikan AC kamarnya. Lalu berlari keluar. Tapi, ada yang ketinggalan lagi.
"Mejanya."
Aku kembali ke dalam rumah untuk mengambil meja dan keluar rumahnya. Meletakkan kunci rumahnya di bawah pot coklat, menutup pagar depan, lalu menginjak pedal gas mobil menuju rumah sakit.
"Mampus gue. Nanti Pak Lio pasti ngomel-ngomel."
Walau di ponsel tidak ada notifikasi bahwa ia keberatan dengan keterlambatanku, tapi aku yakin ia
"Mbak Audrey?"Aku menoleh karena seseorang memanggil namaku, seseorang yang kukenal tapi bukan sahabat atau teman baik. Melihat dia seperti melihat wujud Affar dalam versi lain.Dia berjalan mendekat lalu sedikit membungkuk sebagai tanda hormat. "Bagaimana kabarnya mbak?""Baik.""Ada yang sedang tidak enak badan mbak?""Ada.""Kalau boleh tahu siapa?""Affar Khaleed Dirgantara." Ucapku tegas dan menusuk."Aku ingin sekali memotong adik kecilnya biar tidak seenak jidat mempermainkan hati p
Bayangan ucapan Pak Lio agar tidak membongkar rahasianya yang berstatus duda membuatku berspekulasi bahwa ia tidak mau harga dirinya jatuh. Atau lebih tepatnya pasaran popularitasnya agar tidak turun. Karena tidak banyak perempuan yang mau menerima duda, kecuali dia seorang janda.Tapi dengan wajah tampan, pekerjaan mapan, penampilan yang keren, aku yakin sekali walau Pak Lio berstatus duda, masih ada perempuan single yang mau menerima dia apa adanyaAh, andai Anjar tahu tentang status Pak Lio, apa dia masih ingin meneruskan perasaannya? Membayangkannya aku merasa geli."Kenapa lo Drey senyam senyum? Dapat angpao dari bokap?"Aku meliriknya tajam. "Bokap gue udah ilang dimakan kadal."
"Diam!" Matanya berkilat marah.Baru kemarin kami bertemu dengan saling tidak mengenal, juga dengan aku yang tengah mati matian berdiri tegak meski masih merasakan sakit sendiri, kini kenapa dia datang lagi. Tuhan seakan tidak membiarkan hidupku tenang barang sepekan.Apakah usahaku untuk menjauh masih kurang keras?Apakah usahaku tidak berarti apapun?Atau dia masih kurang puas melukai hatiku?"Lepas!!" Aku menyingkirkan tangannya yang mencengkeram lenganku kuat."Apa yang kamu lakukan pada istriku heh?! Jawab!!" Bentaknya kasar.Se
"Audrey!!!"Aku menoleh ke sumber suara lalu belari menghampirinya. Bersembunyi di balik tubuh Alfonso demi menghindari Affar. Aku sangat bersyukur ia datang di saat yang sangat tepat sekali.Pipiku terasa panas dan punggungku terasa hampir patah karena siksaan Affar yang tidak berdasar. Andai Alfonso tidak datang mungkin aku akan berakhir menyedihkan.Menuntut Affar pada pihak kepolisian?Itu jalan buntu.Aku tahu dia pria berharta bahkan memiliki pengacara pribadi yang ditugaskan mengurus masalah perceraiannya. Bahkan dia berhasil membungkam penyidik untuk tidak memanggilku lagi saat ada kasus penggelapan material mega proyek yang dilakukan oleh supervisor la
"Audrey, hei.... bangun." Alfonso mengguncang lenganku lembut.Mobil mewah Alfonso yang sangat nyaman mampu meninabobokan ragaku yang teramat lelah. Efek dari capek hati pula.Aku menyesuaikan pandangan dengan keadaan sekitar yang terasa asing bagiku. Ini bukan tempat yang kukenal."Dimana ini Al?" Tanyaku dengan mata menyipit."Rumah Kian."Aku langsung terkejut. "Ki....Kian? Pak Lio maksudnya?"Alfonso mengangguk. "Yap. Kita kesini aja ya? Sekalian ngompres pipi lo."Mobil Pak Lio terparkir di depan garasi rumah, mungkin ia baru pulang setelah mengantar Anjar. Namun kelebat kejadian aku merebut Affar dari istrinya justru menari-nari dalam benakku. Ditambah bayangan wanita pelakor yang merebut papa dari mama. "Nggak Al. Kita balik ke mall aja. Pipi gue nggak apa-apa kok." Ucapku sambil menahan lengannya ketika hendak keluar mobil.Setelah menghancurkan rumah tangga Affar, aku tidak mungkin menghancurkan hubungan Anjar dengan Pak Lio. Bagaimanapun Anjar adalah sahabat baik di kantor d
Untuk kesekian kalinya, aku melakukan kesalahan di depan Pak Lio secara tidak sengaja seperti awal masuk kerja. Kini dengan bodohnya aku mengulangi kesalahan yang sama."M...maksud saya tikus Alfonso pak."Pak Lio berlalu masuk ke dalam mobil dengan wajah datarnya, lalu aku mengikutinya setelah pagar tertutup dengan benar. Sepanjang perjalanan menuju mall, kami hanya ditemani audio mobil yang mengalunkan lagu-lagu Bahasa Inggris yang tidak banyak kukenal. Hanya satu yang familiar di telingaku, lagu milik Adele yang berjudul Set Fire.Pak Lio seperti biasa, fokus ke depan tanpa mengajakku berbicara. Pun aku tidak mengajaknya berbicara. Kami sama-sama terjebak dalam diam dan itu lebih baik. 'Maafin gue Njar, bukan maksud mau nikung lo dari belakang.' Batinku.Karena kenyataannya aku tidak bermaksud mengambil Pak Lio dari sisinya karena yang membawaku ke dalam pusara ini adalah Alfonso dan kekonyolannya. Jadi Alfonso lah yang patut disalahkan."Di parkiran berapa?" Tanyanya begitu mobil
Aku merasa Anjar makin halu beberapa hari ini. Dia kerap memamerkan cerita cerita tentang kedekatannya dengan Pak Asmen alias Pak Lio. Setahuku, Pak Lio bukanlah lelaki gampangan yang mudah didekati karyawan kantor. Mungkin karena dia pernah merasakan pedihnya perceraian yang membuatnya lebih pilih-pilih soal pasangan hidup.Tidak hanya aku saja, beberapa rekan kerja lain juga tidak nyaman dengan cerita Anjar. Tapi mengapa Anjar melakukan ini? Apa dia tidak ingin disaingi oleh siapapun? Atau ingin memukul mundur siapapun perempuan yang berusaha mendekati Pak Lio?"Drey, bener nggak sih Anjar punyasomething sama Pak Asmen?" Tanya Nani saat kami makan siang berdua."Pak Lio maksudnya?"Dia mengang
Setelah Pak Lio berangsur membaik dan bisa beraktivitas di kantor, ia tidak pernah lagi menghubungiku untuk meminta bantuan. Aku pun juga tidak menawarkan bantuan karena sudah tahu apa jawabannya.Entah mengapa ia demikian padahal aku berhutang nyawa dan jasa padanya. Tujuanku hanya satu, ingin membalas budi baiknya tanpa ada maksud yang lain. Tapi jika Pak Lio menolak aku juga tidak masalah, toh aku tidak akan bertambah sibuk dan memiliki waktu lebih banyak untuk diri sendiri."Halo, dengan Audrey bagian keuangan." Ucapku sengau karena flu yang mendera."Ini saya Pak Lio. Nanti jam sebelas kita ke lokasi proyek Grand Suite. Kamu siapkan seperti biasanya.""I.....iya pak."