-Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk kucintai.- Pramoedya Ananta Toer Selera humor Pak Affar itu buruk! Mengapa? Karena dia mengajakku bermain pacu jantung. Sudah tahu aku sedang sakit tapi dia dengan tidak senonohnya berkata jika laporan keuangan yang kukerjakan mengalami masalah. Padahal sejauh ini aku selalu teliti dan detail mengerjakannya. Tetapi ujung-ujungnya ia tertawa geli meningkahi kegugupanku yang menurutnya lucu. Andai ia adalah teman satu levelku, sudah pasti akan kuguyur dengan air kencing kerbau agar tidak melucu dengan cara yang menyebalkan. "Kamu kena prank." Ucapnya dengan senyum tertahan yang menurutku sangat menyebalkan. Aku tertawa hambar. "Tidak pak. Saya sudah menduga." "Saya kemari karena tadi habis cek kadar kolesterol di lab." 'Oooh.... Cek kolesterol. Emang udah mulai penyakitan ya?' Kesalku dalam hati dengan tetap menguarkan senyum palsu. "Karena hasilnya masih lama,
-Bagi perempuan sepertiku, dari sentuhan bisa tumbuh menjadi CINTA.- Audrey Ketahuan memandangi wajah dan penampilan Pak Affar adalah sebuah kebodohan yang menggelikan. Apa lagi yang menangkap basah kelakuanku itu adalah Pak Affar sendiri. Setelah ini mau ditaruh dimana mukaku Tuhan? Pak Affar tersenyum manis karena aku tidak bisa menjawab tuduhan benarnya. Sedang aku hanya bisa menunduk malu sambil memainkan jemari. "Ini di Taman Nasional Kakadu. Lalu ini di Blue Mountain." Syukurlah ia tidak lagi membahasnya dan menunjukkan destinasi wisata yang pernah dikunjungi selama menempuh pendidikan disana. "Saya jadi ingin kuliah di luar negeri pak." Foto-foto indah itu memperlihatkan Pak Affar saat masih muda. Demi Tuhan! Tampan sekali. Bedanya dengan sekarang hanyalah bentuk rambutnya saja. Jika saat muda ia bebas mengatur model rambutnya, maka setelah bekerja dan menjadi orang dewasa ia merubah bentuk rambutnya lebih formal. Tubuhnya sedikit kurusan dari pada sekarang. Pak Affar
- Perempuan itu tidak butuh lelaki sempurna, melainkan butuh laki laki yang menjadikannya satu satunya ratu di dalam hati.- Audrey Empat hari aku dirawat dirumah sakit dan sekarang diperbolehkan pulang, dan kata dokter aku harus menjaga pola makan agar tidak kambuh lagi. Pekerjaan adalah prioritas tapi kesehatan di atas segala-galanya. Aku wajib menjaga diri agar tidak merepotkan diri sendiri dan Amelia khususnya. Dia yang merawatku selama sakit dengan mengorbankan kuliah dan kekasihnya. Bersama Amelia aku membereskan semua pakaian dan kebutuhanku selama opname ke dalam tas besar. Rencananya, aku akan pulang ke kos mengendarai taksi online dan Amelia membawa motorku kembali ke kosan. "Udah selesai semua kan Mel?" "Beres. Oh ya, gimana sama Pak Affar?" Tanyanya kepo. "Bener apa kata lo. Gue aja yang terlalu berharap lebih. Lagian gue yakin dia udah nikah Mel." "Yaaah.... Nggak jadi makan enak dong." Aku melemparnya dengan bantal rumah sakit. Bagaimana bisa ia mengharapkanku jad
-Waktu yang akan menjelaskan dengan baik ketulusan seseorang.- Tere Liye Untuk saat ini, bertanya pada Samsul tentang siapa Pak Affar adalah jawaban terbaik dari pada mencari informasi melalui rekan kantor. Tingkat kebocorannya pun tidak ada. Berbeda dengan mulut para pengghibah yang suka membicarakan popularitas dan mimpi bersandingan dengan salah satu petinggi kantor. "Apa Pak Affar sudah menikah?" Samsul tersenyum. "Saya tidak berhak mencampuri urusan Pak Affar. Kalau mbak ingin tahu bisa tanya langsung pada Pak Affar." "Kenapa Pak Samsul tidak mau jawab?" "Maaf mbak, Pak Affar adalah majikan saya. Tidak berhak bagi saya untuk membicarakan beliau tanpa persetujuan darinya." "Tapi sekedar menjawab sudah atau belum menikah bukan hal besar. Kita juga tidak membicarakan keburukan beliau." Samsul menggeleng. "Sekecil apapun pembicaraan kita, tetap saja membicarakan beliau." "Pak Affar sudah menikah ya?" "Silahkan tanya sendiri." "Aku kasih dua ratus ribu." "Terimakasih. T
Amelia kelincutan tidak jelas ketika mengangkat panggilan dari ponselku. Wajahnya memerah karena malu. "Siapa Mel?" Tanyaku sambil berbisik. "Big boss lo nelfon." Bisik Amelia. Amelia mengangsurkan ponselku sedang aku bingung dengan big bos yang ia maksud. Pak Affar kah? "Pak Affar." Ucapnya berbisik balik. Sadar bahwa itu panggilan dari Pak Affar yang sudah berbaik hati mengantarku pulang hingga menawarkan kartu kreditnya untuk berbelanja kebutuhanku pascaopname, aku buru-buru mengusap air mata bekas kekesalan hati karena ulah Alex. "Haa.....halo pak?" Suaraku sedikit bergetar dan memegang ponsel dengan kedua tangan. "Audrey, udah lebih baik?" Tanyanya lembut. "I...iya pak." Keputusan Pak Affar menelfonku di situasi seperti ini cukup membuatku salah tingkah tanpa persiapan yang cukup. Atasanku yang satu ini sangat suka sekali muncul secara tiba-tiba dan menghilang tanpa berkata apa-apa. Otakku kembali mencerna panggilan mendadak darinya padahal sejak di dalam mobilnya, ia t
-Cinta adalah penyegaran terbesar dalam hidupku, yang melembutkan dan membahagiakan hati.- Audrey Saat kurang sehat, kadang obat yang terbaik bukanlah mengunjungi dokter. Melainkan sugesti pada diri sendiri dan perhatian dari seseorang yang sudah ada di hati. Kadang, demam akan turun dengan sendirinya ketika seseorang tertidur lelap dalam rangkulan sang pencinta. Naif? Bukan, tapi itulah kekuatan cinta yang bisa mengubah sekeras apapun hati seseorang. "Malam, Audrey." Sapa Pak Affar lembut. "Ma .... malam, Pak." Jawabku kikuk. Kehadiran Pak Affar seperti setruman listrik bertegangan tinggi yang memberi efek panas dalam tubuhku. Hanya dengan kehadirannya pula, aku merasa bahagia sekaligus diperhatikan. Perempuan manapun akan merasa tersanjung dan seperti tengah dipuja-puja bak tuan ratu oleh sang arjuna, bila dihujani perhatian bertubi-tubi tanpa ampun. Pak Affar menawarkan banyak perhatian walau tidak mengucapkannya secara langsung. Aku memberanikan diri menoleh ke arah Pak
-Tetap bertahan meski banyak kekurangan. Karena cinta itu melengkapi, bukan mengkhianati.- Audrey Hatiku tidak bertuan, tidak ada pemiliknya. Ia bebas berkelana mencari sosok yang kubutuhkan. Karena menuruti kata hati konon adalah sebuah anjuran. Perhatian dan kasih sayang yang Pak Affar berikan sudah melebihi batas antara atasan dan bawahan. Aku tahu itu karena ini semua tidak lazim dilakukan. Dia menemuiku secara personal, tanpa embel-embel kedatangannya berhubungan dengan masalah pekerjaan. Ibarat domba kecil yang baru memasuki ladang rumput liar, ia akan lebih nyaman bersama domba jantan dewasa yang lebih kuat dan bisa menjaga keamanannya. Toh, aku juga seorang perempuan yang beranjak dewasa tanpa kasih sayang dari sang papa yang membutuhkan penjagaan darinya. Figur Pak Affar seperti figur seorang papa yang telah lama hilang dalam hidupku. Dia memberi perhatian hangat yang meleburkan hati, memberi sesuatu yang tak pernah kuminta tapi sebenarnya sangat kuperlukan, dan paling pe
-Aku bukan yang pertama, tapi aku akan berusaha menjadi yang teristimewa.- Audrey Kupikir aku sendiri yang merasa besar rasa atau aku sendiri yang merasakan cinta ini pada Pak Affar. Ternyata tidak. Ucapannya yang mengatakan jika aku adalah kesayangannya dan rentetan hujaman perhatian yang selama ini diberikan, sudah cukup menunjukkan jika kami memiliki rasa yang sama. Cinta. Aku cukup tahu diri, siapa aku dan dirinya. Kami dari kasta yang berbeda. Dunia yang berbeda. Namun memiliki rasa yang sama yang membuat kami bisa bersama. Dia atasan kelas tinggi dan aku hanya seorang staff biasa. Sudah pasti hubungan seperti ini bila diketahui banyak orang akan mendapat banyak pertentangan, bahkan memunculkan kemarahan dan cibiran. Tapi bagaimana jika takdirku harus berjodoh dengan bosku sendiri? Kalau benar demikian aku adalah perempuan paling bahagia karena mendapat kasih sayang penuh darinya, lelaki impianku, Pak Affar. Perempuan mana yang tidak bahagia memiliki pasangan dewasa, ma