Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus

Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-11-13
Oleh:  NACLOngoing
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
5Bab
12Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

“Rasanya enak?” ​“E–enak, Mas. Ta–pi … aku capek sendirian terus. Aku juga pengen hamil.” ​“Aku punya cara supaya kamu nggak sendirian lagi. Kita praktek, sekarang!” Diana datang ke klinik untuk memperbaiki hubungan ranjang dengan suaminya, tapi siapa sangka, terapis yang menanganinya adalah Madhava—sepupunya sendiri. Pertemuan mereka berubah jadi permainan berbahaya penuh hasrat.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1: Aku Nggak Puas, Mas!

"Ouh … ah! Ya, ampun … apa aku ini gila?" desah seorang wanita di dalam kamar mandi utama, yang pintunya terkunci. Tubuhnya menegang, punggung melengkung tanpa sadar, dan napasnya terengah. Ia bersandar di dinding porselen dingin, sambil membekap mulut untuk meredam suara yang keluar.

Ini sudah dilakukannya selama empat tahun. Kenapa?

​Namanya Diana, seorang istri pada umumnya yang mendamba kepuasan dari hubungan intim. Alih-alih menjerit nikmat karena 'olahraga' bersama suami, ia justru harus bekerja sendirian—menggunakan alat sekadar menipu sepi dan hasrat yang tak pernah dipenuhi.

​Di luar kamar mandi, suara dengkuran keras suaminya terdengar mengejek, itu  menjadi pengingat menyakitkan. Rayan  enak-enakan tidur setelah melakukan kegiatan yang sama sekali tidak panas. Bahkan tidak pernah memikirkan haknya sebagai istri.

​Desahan itu lama-lama berubah menjadi isak tangis dan tubuhnya gemetar hebat. Ia menunduk, rambut panjang cokelat gelapnya menutupi wajah.

​“Sampai kapan aku … harus begini?” gumamnya, dengan suara desahan mendadak serak.

Tubuhnya menggelepar saat badai pelepasannya datang. Namun, belum sempat Diana bernapas lega, handle pintu dipaksa dibuka. Ia melotot dan spontan menahan napas.

Pintu diketuk. 

Itu pasti suaminya, sebab tidak ada pria lain di rumah ini.

“Kamu ngapain, sih, Di? Aku nggak bisa tidur, kamu berisik!” teriak sang suami dari luar. “Buka pintunya!” perintah pria itu.

“I–iya, Mas. B–bentar,” sahutnya sambil mondar-mandir di depan cermin. “Aduh, gimana, nih?” Ia takut pria itu menemukan alatnya.

“Lama banget. Aku mau pipis, cepat!” perintah sang suami lagi.

Saking paniknya Diana menjatuhkan ‘alat’ itu dari genggaman. Ia gegas memungutnya dan membersihkan alat yang masih basah oleh cairannya. Ia menaruh benda itu di tempat  paling tersembunyi. Setelahnya, barulah membuka pintu.

Pandangannya beradu dengan pria itu. Diana buru-buru membuang muka.

“Umm … Mas Rayan, kenapa bangun? Tadi ‘kan—” 

Rayan—suaminya itu menyela cepat, “Kamu berisik. Ngapain, sih?”

Sambil memainkan rambutnya, Diana berusaha menjawab, “A–aku … akuu tadi itu ….” 

Ia menahan ucapannya, karena lidahnya terasa berat. Bagaimana kalau Rayan tahu? Apa pria itu tersinggung? 

“Ah, sudahlah. Aku mau pipis!” Rayan masuk kamar mandi. Sedangkan Diana berbaring kaku di atas ranjang.

Tak lama, Rayan ikut bergabung. Namun, seperti biasa Diana hanya bisa menatap punggung pria yang berstatus sebagai suami. Jangankan dipeluk, ditatap penuh sayang saja tidak.

​Diana menggeser tubuhnya, merapat pada pria itu. Ia bersandar di punggung yang seharusnya terasa nyaman.

​Pria itu mendorong tubuh Diana menjauh. “Panas, Di. Jangan ganggu tidurku!”

​Diana melirik pada pendingin ruangan yang bahkan suhunya saja membuat ia meringkuk di bawah selimut. Ditolak untuk kesekian kali, akhirnya mereka tidur saling memunggungi.

​Paginya Diana mengerjap karena silau dari sinar matahari. Ia menoleh, sambil berkata, “Mas Ray, bisa antar—” Kalimat itu terhenti di tenggorokan. Ranjang kosong. “Kamu pergi tanpa bilang-bilang lagi?”

​Diana segera bersiap-siap pergi ke butik miliknya. Baru saja menuruni anak tangga, mata cokelat karamelnya disambut dua botol minuman hitam, di sana bertuliskan.

​[Diminum jamunya, ya, Nak. Pagi ini Ibu ada arisan dulu.]

​Diana mendesis kecil membaca pesan dari ibu mertua. Bibirnya menekuk dalam tatkala meraih dua botol jamu itu. Sudah empat tahun ia menerima 'perhatian' ini. Sebelum benar-benar meninggalkan rumah, ia meneguknya sampai habis. Rasa amis dan pahit menyengat di lidah, meskipun ia sudah lelah dengan semuanya. Ini dilakukan demi mengandung buah cintanya bersama suami.

​Mini Cooper putih mutiara yang dikendarai Diana melaju dengan kecepatan sedang. Begitu tiba di butik, ia disambut hangat oleh stafnya.

​“Selamat pagi, Bu Diana.”

​Seperti biasa, Diana selalu tersenyum manis. “Pagi. Apa desain gaun malam Bu Joko sudah mendapat respons?” tanyanya, suaranya mengalun lembut.

​“Bu Joko bilang suka sekali dengan desainnya, Bu.”

​Informasi itu cukup menyenangkan di telinga Diana.

​“Saya ke ruangan dulu, ya. Untuk dua jam ke depan tidak bisa diganggu, karena saya mau menyelesaikan desain gaun pengantin,” pesannya pada staf.

​“Baik, Bu.”

​Langkah Diana begitu hati-hati menaiki setiap anak tangga. Ia memang sudah terlatih dan terdidik sejak kecil untuk tampil anggun. Namun, gerakannya terhenti tatkala mendengar bisik-bisik pegawai. Bukan karena membicarakannya, tetapi ia menganggap obrolan mereka terasa penting. Wanita itu sengaja menguping dalam diam.

​“Eh, Dita, gimana hasil Konsul ke terapis itu? Suami makin kuat nggak?” ucap seorang staf.

​“Iya bener. Kita lihat, rambutmu setiap hari lembab terus. Ceritain dong,” timpal yang lainnya.

​Wanita yang bernama Dita langsung merem melek dan mengacungkan ibu jarinya. “Aku dan suami sudah dua bulan ini Konsul ke terapis seksual rekomen dari Desi. Hasilnya luar biasa. Bikin kasurku basah setiap malam.”

​“Wah, suamimu jadi kuat gitu? Semoga kalian cepat punya anak, ya,” ucap temannya lagi.

​“Terima kasih banyak. Iya suami harus kuat, dan istri wajib rileks, itu sih kata Terapis Dhava,” jelas Dita, menekan suaranya agar tidak berisik.

​Dari ujung anak tangga terakhir, Diana merasa dadanya berdesir halus kala mendengar nama dokter itu. Napasnya terengah dan badannya kegerahan.

​“Terapis Dhava? Apa yang mereka maksud itu … Mas Dhava … sepupuku?” gumamnya ragu-ragu. Ia pun menggeleng, menurutnya pria bernama Dhava itu jutaan. Meskipun ia tahu kakak sepupunya itu seorang psikolog yang melanjutkan studi sampai strata tiga.

​Diana berusaha melupakan percakapan pegawainya. Ia gegas ke ruangan dan fokus mendesain. Namun, konsentrasinya rusak sejak telinganya mendengar nama Dhava.

​Pada akhirnya Diana mencari informasi tentang sang sepupu di sosial media dan mesin pencari. Ia sempat ternganga dan geleng-geleng karena klinik milik Dhava menjadi rekomendasi terbaik. Dadanya kembang kempis kala membaca setiap ulasan dari pasien.

​Semangat membara untuk memperbaiki hubungan dengan suami, Diana berniat mengunjungi klinik Dhava. Para pegawainya dibuat heran karena atasan mereka tiba-tiba keluar dari butik.

​“Saya keluar sebentar,” pesannya pada staf.

​Diana segera melajukan mobilnya menuju alamat yang tertera di situs resmi klinik.

​Tidak membutuhkan waktu lama, ia akhirnya tiba di sana. Sepatu hak kecilnya begitu percaya diri membawa Diana ke dalam klinik. Pemandangan pertama yang dilihat adalah sepasang suami istri tersenyum malu-malu dan saling menggoda.

​“Papa senang Mama makin menggairah dan seksi sekarang. Ternyata Terapis Dhava hebat, ya.” Respons pasien itu membuat Diana tak sabar bertemu dengan sepupunya.

​Mungkin ini jawaban yang dikirimkan oleh semesta, sebab sudah setahun belakangan ia menemui konselor lain belum ada hasil. Sekarang mengapa tidak dicoba?

​Diana mendekati meja informasi, tetapi ketika hendak mendaftar, baru sadar semua yang datang berpasangan. Ia menengok kanan dan kiri, hanya dirinya sendirian.

​Perlahan, ia melangkah mundur sambil memainkan ujung rambutnya yang ikal. Kepalanya pun menunduk, entah mengapa semangat yang tadi membara kini lenyap tak bersisa. Apalagi … Dhava adalah sepupunya sendiri.

​Tidak!

​Ini tidak boleh dilanjutkan, bisa-bisa masalah rumah tangganya diketahui keluarga besar, dan ini memalukan baginya.

​“Aku pulang aja,” lirihnya, sambil memutar badan.

​Belum sempat memutar tubuhnya, Diana dibuat membeku mendengar suara bariton seseorang. “Kamu … Diana ‘kan?”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Tidak ada komentar
5 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status