-Kamu adalah satu-satunya yang aku harap untuk lupakan, dan satu-satunya yang tak termaafkan namun tetap aku harapkan.- Belum bisa menjawab pertanyaan Wildan, suara informasi penerbanganku telah menginterupsi. Itu artinya aku harus segera check in. "Mbak Audrey nggak usah pikirin pertanyaanku. Lagi pula aku udah ikhlas." Aku menatap Wildan dengan sorot malu. Seburuk-buruknya perempuan adalah bila ia ketahuan mendua dibelakang lelaki baik hati yang menaruh hati padanya. Artinya, aku rela melepas Wildan demi pria bajingan seperti Kian. Aku sangat yakin jika yang mengangkat telfon Wildan adalah dia lalu mengatakan aktivitasku di kamarnya. Perempuan mana yang tidak malu saat kegiatannya di kamar seorang lelaki diumbar dihadapan lelaki lain. Dimana otak Kian?! Dia membuat Wildan menyerah sebelum kami mengenal lebih jauh. Jika sudah begini pantaskah aku menyuruh Wildan untuk kembali mendekatiku? Itu sama saja dengan menabur kotoran diwajahku sendiri. Lagi pula, mana ada lelaki yan
Setelah menyadari perubahan yang tidak mengenakkan pada perut dan tubuhku, kecemasan yang bersarang di dada serasa menggulung logika hingga membuatku hilang arah. Bahkan aku sempat ketakutan jika apa yang kusangka akan benar-benar menjadi kenyataan. "Ya Tuhan! Bagaimana ini? Aku tidak siap."Air mataku kembali luruh mengingat penyatuan panas kami. Rayuan manis dan ucapan kotor pembangkit nafsu yang berkali-kali Kian ucapkan kembali terngiang-ngiang di kepalaku. Bahkan dengan nakalnya, aku mengizinkan Kian menjamah setiap lekuk tubuhku yang membuat dia beringas layaknya berpuasa seribu tahun. Kini, konsekuensinya harus kutanggung sendiri di masa depan karena Kian memilih pergi tanpa sudi bertanggung jawab. Rayuan dan pujian dari mulutnya yang begitu mengagungkan tubuh dan pelayananku hanya terjadi saat nafsu menguasai otaknya. Lalu, setelahnya ia membuangku seperti rongsokan.Aku terisak sambil berdoa agar Tuhan mau memaafkan kesalahanku dan tidak menghadirkan sesuatu yang aku sendir
-Wanita paling bahagia adalah wanita yang dicintai oleh lelaki yang mampu memahami kekurangannya, setia, lemah lembut, bisa menjaga hati, lisan, dan pandangannya serta mampu membimbing ke surga.- Sehari penuh, aku melamun dan mengurung diri di kamar kos sepulang dari rumah sakit. Obat yang diresepkan dokter pun baru kuminum sekali padahal seharusnya sudah diminum dua kali. Stres adalah pemicu mengapa aku sangat tidak ingin melakukan banyak hal termasuk mengobati diri sendiri. Nyeri di kepala telah berkurang setengahnya. Sedang raga sudah tidak selemas tadi. Pesan dokter adalah aku harus menjauhi pekerjaan untuk memulihkan stamina dan tidak stres. Iya, tidak stres. Perawat tadi menyarankan agar aku tidak gegabah mengambil kesimpulan bahwa aku tengah hamil muda. Ia berkata jika kehamilan akan terlihat setelah tujuh hari setelah berhubungan badan. Lalu mengeceknya menggunakan alat test pack yang dijual bebas di apotek. Namun menunggu selama tujuh hari membuat pikiranku tidak tena
-Ternyata aku bukan lagi tempatmu bertuan, melainkan hanya sekedar persinggahan sekilas yang terasa nyaman.-Beberapa hari masuk kantor tanpa mendapati bayang-bayang Kian, membuat hatiku melega dan tenang. Menjauh darinya seperti sebuah keharusan untuk mengobati hati yang terluka. Menyambung patahan harapan yang berceceran. Serta pecahan cinta bak serpihan kristal tak diinginkan. Aku hanya perlu mengenang Kian secukupnya, karena ia pun mengingatku seperlunya. Ia tidak memikirkan bagaimana kacaunya hatiku ketika kehilangan keperawanan lalu dihadapkan pada ketakutan akan kehamilan di luar pernikahan akibat salah pergaulan. Ketika mulut tak lagi bisa menjelaskan penyesalan malam panas kami yang telah berlalu, maka hanya air mata yang sanggup berbicara. Dan pada akhirnya, yang pergi akan tetap pergi dan aku cukup membiarkan Kian berlalu. Satu kata bijak yang membuatku mampu bangkit kembali dari rasa bersalah pada diri sendiri adalah aku pasti bisa melalui semua yang telah terjadi. Mela
-Baiknya kupergi. Tinggalkan dirimu. Sejauh mungkin. Untuk melupakan dirimu yang selalu tak pedulikanku. Tak mencintaiku. Tak menyayangiku.-Kian pergi setelah mendapatkan mahkotaku bukan pengalaman yang menyenangkan. Bahkan tidak ada satu penghiburan pun yang bisa membuat rasa sakit ini terelakkan.Namun ini adalah sesuatu yang harus kuhadapi akibat dari salah mengambil keputusan dengan menyerahkan semua jiwa ragaku padanya. Tidak ada cara lain untuk meninggalkan patah hati selain dengan melaluinya.Pada akhirnya, move on adalah sebuah proses yang kupilih dengan meminta mutasi langsung ke Pak Darmawan. Aku tidak mau mengalami stres akibat ulahku sendiri lalu menyakiti diri sendiri. Aku bukan perempuan yang menggunakan kesedihan sebagai alat untuk menarik simpati dari lawan jenis yang memiliki masalah denganku. Prinsipku, jika aku bisa mengatasinya dengan usahaku sendiri mengapa harus memberatkan yang tidak sudi bertanggung jawab.Menerima apa adanya, mencoba mengikhlaskan kejadian m
Mungkin apa yang aku takutkan itu benar, Kian sudah kehilangan minat padaku dengan mendoakanku memiliki hubungan bersama Dipta. Tapi menyimpan dendam di hati hanya akan menyakitiku lebih banyak.Mencoba melupakan dan melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang Kian adalah jalan terbaik. Menemukan kebahagiaan dengan cara mutasi lalu bertemu calon pasangan yang bisa menerimaku apa adanya diwaktu yang tepat.Tidak ada gunanya memikirkan Kian yang tidak akan pernah berakhir denganku. Kedamaian dan kesehatan mentalku lebih penting daripada pria mana pun di dunia."Mutasi? Benarkah?" "Iya pak. Bukankah Audrey baru saja pindah kemari?" Raut terkejut Kian hanya berlangsung sebentar lalu kembali tenang seperti tidak masalah dengan keputusanku. Sedang aku ingin sekali menimpuk kepala Dipta dengan tong sampah karena membocorkan rahasiaku.Aku baru tahu Kian adalah pria super dingin yang bisa mengabaikan atau bertindak seperti tidak ada apa-apa diantara kami. Rasa kurang percaya diriku untuk mendekat
Setiap orang pasti mendambakan sebuah hubungan yang langgeng dan penuh cinta kasih, sekalipun itu hubungan persahabatan. Namun sayangnya, aku tidak tahu cara yang tepat untuk membangun hubungan baik bersama Kian agar bisa kembali seperti dulu.Alih-alih tercipta suasana yang harmonis, konflik dan kesalahpahaman diantara kami justru semakin subur terjadi. Karena kami tidak secara gamblang mengatakan keinginan terpendam masing-masing.Padahal, sederhana saja, kami harus kembali menjalin komunikasi.Kian menatapku dengan tatapan seperti singa kejam tanpa belas kasihan dengan menyandarkan tubuh di dinding lift. Ia menampakkan sisi kejamnya untuk kedua kali karena aku berani membangkitkan amarahnya. Pesannya sedari siang tidak kutanggapi sama sekali. Tubuhku seperti disiram air keras ketika tatapan kejamnya menghipnotis mata dan mengambil alih ragaku. Nafasku tetiba memburu takut dengan suhu tubuh mendadak dingin seolah dikelilingi bebatuan es kokoh.Kian memberi kode melalui jari telunju
Wanita diciptakan istimewa. Tetap tegar meski nyaris menyerah. Tetap sabar meski ingin mengeluh. Tetap kuat meski hampir terjatuh. Melawan Kian? Itu sama dengan menyerahkan karirku padanya. Dia memiliki posisi lebih tinggi dariku yang hanya seorang staff keuangan biasa. Menggeser dan menghabisi karirku di Antara Karya bukanlah hal yang sulit untuknya. Apalagi dengan berani aku melawan perintahnya secara tidak senonoh meski konteks permasalahan kami menyangkut masalah pribadi. Hubungan persahabatan kami yang penuh masalah, seiring berjalan waktu malah tidak kunjung menemukan penyelesaian. Aku menginginkan pertanggungjawaban Kian, dan ia malah acuh. Walau masalah dalam hubungan persahabatan adalah hal yang wajar, namun kami tidak bisa menyikapi dengan benar. Seperti anak kecil bermain petak umpet lalu berlarian kesana kemari."Tolong!!" Teriakku. Karena kakiku masih sedikit bergetar karena sisa efek fobia, akhirnya aku jatuh terduduk dengan menatap Kian takut. Wajah kejam, bengis,