Share

Penghinaan

Ku hembusan nafasku secara perlahan, untuk menenangkan hatiku yang sedang berkecamuk dan di selimuti oleh ketakutan. 

Bibir ini terus melafazkan istighfar agar menjadi lebih tenang, dan berusaha berpikir positif. Ku yakinkan diri sendiri bahwa tidak ada apa-apa dan semua baik-baik saja, pria itu hanya kebetulan memarkirkan mobilnya dan tidak sedang mengintai ku. Ku tepis pikiran pikiran negatif yang sempat meracuni otakku.

"Semoga yang sempat kupikirkan tadi tidak benar, dan semua baik-baik saja." kataku pada diri sendiri.

Setelah keadaanku terasa lebih baik dari sebelumnya, ku seduh coklat hangat untuk menemaniku membaca novel.

Hari-hariku selalu ditemani novel online berbeda jauh dengan dulu, jujur rasanya sangat membosankan. Setiap hari aku harus mengerjakan pekerjaan rumah, antar jemput Kayla, dan membaca novel online, semua kegiatan itu terasa sangat monoton. Tidak ada canda tawa yang mengisi kesunyian hari-hariku, berbeda jauh dengan dulu kala dimana setiap hari aku bebas melakukan aktivitas yang ku sukai dan masih banyak lagi yang berubah dari hidup ini.

"Aaah kayaknya bosen deh kalo baca novel terus, pengen deh nulis novel juga siapa tau bisa punya penggemar kayak author author famous ini," 

Sebuah ide brilian tiba-tiba muncul dalam otakku, daripadanya bosan lebih baik mencoba hal yang baru. Seketika mental ku tertantang untuk menuliskan kisah hidupku menjadi sebuah karya.

Berbekal pendidikan yang pernah ku kecap, perlahan diri ini merangkai kata demi kata dalam suatu aplikasi menulis biarpun jurusan kuliahku dulu adalah ekonomi bisnis tapi aku mampu mengkisahkan cerita ku dengan apik mungkin karena keseringan baca novel kali ya dan kisah ini berdasarkan kisah nyata ku sehingga memudahkan ku.

Entah beberapa jam lamanya jari ini menari di atas keyboard hp akhirnya selesai juga satu bab, tinggal membuat covernya, ku comot saja gambar dari g****e dan tinggal menambahkan tulisan yang berupa judul agar menarik minat pembaca, kemudian ku terbitkan karya pertamaku dengan membaca basmalah.

Mengetik di hp membuat mataku menjadi lelah dan sedikit pusing, dan tanpa sadar aku terlelap.

****

Pukul 14.15 siang aku terbangun dan bergegas mengambang air wudhu untuk melaksanakan sholat dhuhur mumpung masih ada waktu.

Suara deru mesin mobil mas Arman pun mulai terdengar sebagai tanda dia sudah pulang. Aku membukakan pintu rumah untuknya sebagai istri yang tidak dihargai, mas Arman hanya melewati ku sambil tersenyum seperti orang yang sedang kasmaran saja dan dia juga pulang tanpa Kayla.

"Mas Kayla mana?" lontar ku.

"Masih dirumah bibinya,"

"Bukannya kamu bilang akan pergi menjemput Kayla?"

"Gak jadi tadi Nita mengajakku ketemuan dan jalan-jalan nanti baru saya jemput Kayla," balasnya santai kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar.

Ternyata dia bertemu perempuan itu lagi setelah ia menyakitiku semalam, aku kira mereka sudah putus tapi barusan mereka menghabiskan waktu bersama.

Ku kepalkan tanganku, darah di kepalaku rasanya seperti mau mendidih jantungku berdebar tak karuan. 

Belum sembuh luka yang kau torehkan padaku mas, sekarang kau malah membuat luka yang lain. Apakah ini sudah saatnya aku memberitahu segalanya pada Mama dan Papa, agar aku juga cepat terbebas dari neraka ini? tapi gengsi masih bertahta dalam hatiku, rasa malu juga masih menyelimuti ku tapi rasa sakit akan terus berdampingan dalam hidupku.

Ting!

Sebuah notifikasi pesan W******p mengangetkan, saat ku tengok nama si pengirim seketika hatiku memanas, Nita ya dia adalah pengiriman pesan itu.

Ting!

Ting!

Ting!

Dengan cepat pesan-pesan lainnya ikut berlomba memasuki hp ku dan semua pesan itu juga berasal dari orang yang sama. Karena penasaran ku buka saja semua pesan itu yang kemudiannya membuat dadaku makin terbakar.

Foto-foto menjijikkan mas Arman dan Nita terpampang di layar ponselku. Dari gambaran foto itu terlihat jelas mereka sedang berada di sebuah hotel dengan nuansa putih di sekelilingnya, ada foto saat mereka sedang tersenyum yang memperlihatkan deretan gigi keduanya, ada foto-foto mereka saat berciuman, dan juga adegan tidak senonoh yang dilakukan keduanya, semua foto itu berhasil menambah luapan emosi ku.

[Lihatlah bagaimana mas Arman begitu tergila-gila padaku dan selalu ketagihan dengan tubuhku] kata Nita dalam pesan itu

[Dasar wanita jahanam kalian berdua memang manusia terkutuk] balasku.

[Hahahahhaha lihat saja bagaimana gue menghancurkan hidupmu melalui suamimu sendiri, gue gak bakal diam setelah apa yang kau perbuat padaku malam itu] balas Nita.

*****

Pukul 15.20 mas Arman keluar kamar dengan penampilan yang rapi, feeling ku ia akan kembali bertemu dengan Nita seperti pagi tadi.

"Mas..." panggilku saat dia berjalan di depanku.

"Ya,"

"Mau kemana kamu?" 

"Mau jemput Kayla,"

"Jangan bohong, kamu pasti mau bertemu dengan wanita itu kan!"

Wajahnya tiba tiba menegang saat ku ungkit wanita itu, kemudiannya dia berbalik dan menatapku dengan dingin.

"Memang kenapa kalau saya bertemu dengan Nita?" 

"Ingat mas kami sudah menikah dan aku ini istrimu tolong hargai aku sebagai istri,"

"Apa katamu istri? hargai kami sebagai istri?" ucapnya dengan nada yang mulai meninggi.

" Iya mas kenyataannya seperti itu kan aku ini istrimu jadi hargai keberadaanku dan tinggalkan wanita itu,"

Mas Arman tergelak saat aku singgung statusku saat ini, aku hanya ingin di hargai itu saja.

"Aku tidak pernah menganggap mu sebagai istri, karena kamu tidak pantas,'

"Apa katamu mas?"

"Kamu tidak pantas menyandang status istri seorang Arman Hermansyah sepertiku, kamu cocoknya hidup di jalanan sama seperti keluargamu yang miskin itu!"

Plak!

Satu tamparan keras dari telapak tanganku ku daratkan di wajahnya yang mulus itu, aku sangat tidak terima kalau dia membawa-bawa keluargaku, padahal dia sendiri tak mengenal siapa sosok keluarga ku yang sebenarnya.

"Berani kamu tampar saya!" bentak mas Arman tepat di depan mukaku. 

"Iya aku berani menamparmu, bahkan aku juga berani menentang mu!" ucapku dengan nada suara yang lantang dan bergetar ku pastikan tidak ada setetes pun air mata yang keluar dari kedua indra penglihatan ku ini.

"Aku masih terima bila kamu menduakan ku tapi aku tak akan terima jika kamu mengejek keluargaku yang sama sekali tidak kau kenal!" lanjut ku sambil menodongkan jari telunjukku.

Wajah mas Arman terlihat kemerahan, urat urat di sekitar kepala dan lehernya menegang, tangannya mencekal pergelangan tanganku dengan kuat sehingga aku meringis kesakitan.

"Apa yang bisa kau lakukan dengan tubuhmu yang kecil ini, dengan sekali sentakan aku mampu mematahkan tulang mu," ucap mas Arman datar dan dingin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status