Ternyata Aksa menarik tanganku untuk di bawa ke dalam sebuah kamar. Dia lalu mendorong tubuhku agar masuk, karena aku terus saja menolak. Aku sudah tidak bisa menahan, airmata telah jatuh dari kelopak.Tak peduli jika saat ini Aksa semakin tertawa puas melihat ketakutanku. Aku sungguh tidak bisa berpura-pura kuat. Aku sangat takut – berada di dalam sebuah kamar dengan laki-laki seperti Aksa. Ya, meskipun dia adalah suami yang sudah halal secara agama dan Negara. Tetapi, perlakuan Aksa saat ini sangat tidak manusiawi. Sepertinya Aksa murka karena aku berani menamparnya.Ya Allah, apa yang akan di lakukan lelaki ini padaku? Hambamu ini sangat takut. Tolong aku, Ya Allah. Aku terus membatin. Berdoa dalam benak dengan mata yang terus mengeluarkan air bening.Aksa langsung mengunci pintu kamar ketika aku sudah terdorong masuk bersamanya. Dia lalu menaruh kunci pintu ke dalam saku celananya. Dia tidak lagi menarik tanganku. Kini aku di biarkan berdiri sendiri dan Aksa mencari sesuatu yang t
*** Aku sedang mengendara mobil, ingin menemui kekasihku – Utami. Aku sangat mencintainya. Meskipun sekarang telah menikah dengan seorang perempuan buluk, tetapi hatiku masih untuk Utami. Perbedaan Utami dan Delisia sangat jauh. Utami cantik, putih, dan tinggi. Dia juga sosok perempuan lembut dan manja. Aku bahkan tidak menemukan satupun kekurangan Utami. Sedangkan Delisia, ahhh, aku tidak bisa menyebutkan satu per satu kekurangannya. Terlalu banyak dan tak bisa di hitung dengan sepuluh jariku Menikah dengan Delisia adalah nasib tersial yang telah terjadi padaku. Bagaimana mungkin aku yang fisiknya begini, berjodoh dengan perempuan seperti Delisia? Aku menyukai perempuan yang kemana-mana selalu berhias diri. Setidaknya, wajah yang jelek sedikit bisa tertutupi. Namun Delisia, tak pernah sekalipun aku melihatnya bermake up ketika ke kampus. Dia selalu memakai jilbab panjang menutup dada tanpa sedikitpun make up di wajah. Bagiku dia seorang perempuan kulot. Sampai sekarang, benak masih
“Sayang, maaf ya aku ngerepotin kamu pagi-pagi. Aku nggak tahu kenapa mobilku bisa mogok,” ujar Utami dengan suara manja padaku.Aku kini telah tiba di lokasi mobil Utami mogok. Dia menghampiriku dengan wajah panic. Aku langsung mengusap lembut pucak kepala kekasihku ini.“Tadi aku sudah menelepon pihak bengkel untuk mengambil mobilmu di sini. Tidak perlu khawatir, nggak lama lagi mereka akan tiba,” ujarku sambil tersenyum lembut pada Utami. Ya, tadi di perjalan ke sini, aku sudah menelepon pemilik bengkel langgananku. Yang pastinya bengkel miliknya sangat terkenal di kota ini.“Tetapi aku harus ke kampus sekarang, sayang. Jam setengah sembilan aku kuliah. Masa iya, aku harus nunggu sampai mobilku selesai di perbaiki.” Utami merengek. Wajahnya terlihat sangat cantik kalau sedang panik begini.Aku kembali mengusap puncak kepalanya, lalu bibir berkata, “kalau begitu aku antar kamu dulu ke kampus. Mobil ini, biar aku yang jaga. Aku masuk kuliah jam sepuluh jadi tidak masalah menunggu sam
Aku berjanji akan menikahi perempuan yang namanya sudah lama menjadi kekasihku. Hanya dia perempuan yang cocok bersanding denganku. Lagi pula, aku tidak ingin banyak orang menganggap aku lelaki buaya, kalau tidak jadi menikahi Utami.Di suatu ketika, saat aku dan Utami sedang nonton di apartemen, Utami mempertanyakan sesuatu yang membuatku terdiam beberapa detik.“Sayang, kapan kamu membawaku ke rumahmu? Selama kita pacaran, kamu belum mengenalkan aku ke orangtuamu.”Aku tersadar jika memang selama pacaran dengan Utami. Aku belum sekalipun membawanya bertemu dengan ayah. Aku jarang bercerita ke Utami tentang keluargaku. Saat bersamanya, aku lebih senang menjadi pendengar terbaik saat dia menceritakan kisah hidupnya. Sehingga, Utami pun tidak mengetahui jika sekarang aku hanya memiliki seorang ayah. Ibuku sudah lama meninggal – Sejak aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas.“Iya, sayang. Kapan ya orangtuaku bisa bertemu dengan kamu? Nanti aku akan tanyakan ke mereka.”Jawabanku
“Ini mobilnya kenapa, Bang?” tanya karyawan bengkel yang bernama Diwan. Dia dan satu temannya baru saja tiba di lokasi. Mereka langsung memeriksa kerusakan mobil.“Aku nggak tahu, tadi pacarku nelepon kalau mobilnya tiba-tiba mogok,” ujarku yang kini berdiri di samping Diwan. Aku memang bukanlah lelaki yang tahu banyak tentang dunia mesin mesin mobil.“Kami bawa di bengkel saja ya. Kami mau pastikan dulu bagaimana keadaan mesinnya.”Diwan berkata sambil mengecek-ngecek mesin mobil.“Boleh. Ini kuncinya. Kalau sudah selesai, tolong kabari aku, Bang.” Aku berkata sambil tersenyum. Mereka langsung menderek mobil Utami. Sehingga meskipun mesin mobil Utami dimatikan, masih tetap bisa di bawa ke bengkel.Aku langsung meninggalkan lokasi setelah mobil kekasihku di bawa ke bengkel. Sebarnya aku ingin pulang ke apartemen, takutnya Delisia bisa kabur. Hanya saja, kuliah hari ini juga penting. Dan yang paling Utama. Aku bisa bertemu dengan kekasihku.Setibanya di kampus, ternyata dosen tidak jadi
Hanphoneku berdering, memperlihatkan panggilan telepon dari Utami. Aku pun mengangkat. Tidak ingin membuat kekasihku menunggu. Ternyata Utami menanyakan aku sedang berada di mana. Dan aku menyuruhnya untuk langsung saja ke kantin. Tak lama kemudian, kekasihku itu pun muncul. Setelah Rian dan Juna melihat Utami berjalan menghampiri kami, mereka menghentikan pembahasan tentang Delisia. Kedua sahabatku ini sudah mengerti, jika ada Utami atau orang lain, mereka tidak akan menampakan jika sedang menyembunyikan sesuatu tentang diriku. “Sayang, tadi Delisia tidak masuk kuliah lagi. Kira-kira dia ke mana ya?” ujar Utami setelah duduk di kursi kosong yang ada di sampingku. Juna sudah berpindah tempat, dia duduk di samping Rian. “Kamu sudah di telepon?” tanyaku setelah mengesap kopi. Meskipun kopiku kini sudah tidak terlalu panas lagi, aku masih tetap suka. “Iya, sudah. Tetapi, Delisia tidak angkat. Aku khawatir dengannya. Dia kenapa ya? Aku takut terjadi apa-apa dengannya … Minggu lalu jug
“Nggak kok, sayang. Mungkin maksud Rian itu baik. Kalau berteman tidak perlu menaruh kepercayaan penuh pada teman,” ujarku, kini kami sudah berada di dalam mobil. Sedari tadi aku memikirkan jawaban yang tepat untuk dikatakan pada Utami.Ahh, dasar Rian! Kenapa tadi dia berkata seperti itu? Kalau sudah begini, Utami pasti menyerbuku dengan ribuan pertanyaan yang ada dalam benaknya. Aku sudah mengenal jelas karakter kekasihku ini, kalau ada yang mengganggu pikirannya, dia pasti akan katakan.“Coba deh, kalau posisinya diganti… kamu sudah menjadikan Rian dan Juna itu sebagai sahabat. Kalian bertiga bersahabat sudah lama. Kamu pasti menganggap mereka berdua itu baik, makanya mau dijadikan sahabat dan bertahan lama. Kamu menaruh kepercayaan ke mereka dan tidak akan menilai kalau mereka itu buruk. Iya ‘kan, sayang?” Utami melihatku dengan wajah serius. Aku lalu mengganguk. Tak lama kemudian, mobil yang aku kendarai sudah meninggalkan area kampus.“Sama seperti aku, Sayang. Aku tidak mungkin
***Hari ini sudah sebulan lebih aku tinggal bersama Aksa di apartemen. Sejak kejadian di hari itu, saat aku di kunci dalam kamar. Sampai-sampai aku tidak bisa ke kampus. Ya, seharian itu aku hanya berdiam diri dalam kamar, bahkan Aksa tidak memberiku makan. Aku sudah tahu, tidak mungkin lelaki itu mau memberiku makan.Pikiranku kembali mengingat kejadian di hari itu. Aku kaget, di malam hari tepatnya jam tujuh, ada yang mengetuk pintu kamar. Aku masih mengingat jelas jika saat itu jam tujuh malam, karena aku sudah tak kuat menahan lapar.Ketukan yang lembut membuat aku berpikir, jika orang yang mengetuk pintu tidak mungkin Aksa. Kalau orang itu Aksa, tidak mungkin dia mengetuk terlebih dahulu pintu kamar. Harusnya dia langsung masuk saja, karena aku dikunci dari luar. Aku tidak beranjak dari atas kasur. Badan sudah terlalu lemas karena sejak malam harinya aku belum makan.Hanya tiga kali ketukan, setelahnya aku tidak lagi mendengar ada ketukan pintu. Aku penasaran, siapa orang yang a