Steven memang anggun, humoris dan juga bijaksana, tetapi ini pertama kalinya aku melihatnya bersikap begitu sopan.Dia selalu bertingkah nakal di depan Bibi Kristal, seorang wanita yang selalu tampak tegas. Bagaimana mungkin dia bersikap begitu sopan saat berada di hadapan Nyonya Larasati?Meskipun Steven sudah melihat paman, paman terus beristirahat dan bahkan belum bertemu atau berbicara dengannya. Kenapa dia sudah bisa memanggil paman dengan akrab di depan Nyonya Larasati?Bukankah sikapnya itu terlalu akrab?Namun, sikap dan panggilannya yang sopan itu membuat Nyonya Larasati makin bahagia. Nyonya Larasati bahkan menggandeng tangan Steven dan berjalan masuk ke bangsal. "Benar! Syukurlah kamu tinggal sedikit lebih lama, kalau tidak, aku tidak akan tahu Raisa punya teman sebaik ini. Kamu sungguh luar biasa, sangat tampan dan bicaranya juga manis.""Aku masih lajang, Bibi," kata Steven tanpa membantah. Dia bahkan ikut memegang lengan Nyonya Larasati dan menjelaskan sambil tersenyum.A
Mata Steven sungguh indah.Saat dia tersenyum, tatapannya begitu memikat hati. Dia tampak sangat anggun.Namun, saat dia menatapku dengan tajam, tatapannya yang awalnya memesona kini berubah. Tatapan matanya terlihat sangat bermartabat, mendalam, jernih dan juga murni, membuatku tertegun sejenak.Jantungku berdebar kencang, seakan mau copot. Aku bahkan merasa lebih gugup kali ini daripada saat dia tersenyum padaku."Dok … Dokter Steven, kenapa kamu memberitahuku hal ini?" Dia sudah memberitahuku hal ini sebelum makan tadi, kenapa dia mengulanginya lagi sekarang?Rasanya agak disengaja."Karena aku ingin kamu tahu kalau aku masih lajang." Suara Steven jernih dan lembut, terasa sedikit memikat hati.Steven sangat tinggi, dia berdiri di hadapanku sambil sedikit menunduk. Bulu matanya yang hitam itu setengah menutupi matanya yang gelap. Sinar lampu yang redup memancarkan cahaya samar dan berkabut di wajahnya, membuat tatapan matanya terlihat aneh.Aku ingin bertanya lagi, kenapa dia ingin
Sekarang, aku tidak punya ekspektasi apa pun pada Ardi, begitu pula dengan Rian.Aku dengan tulus mengucapkan selamat atas pertunangan Rian.Namun, bibir Rian mengerucut rapat, mata gelapnya berkilat dengan penuh emosi. Dia memaksakan senyumannya dan terlihat sedikit getir. "Dokter Raisa, sebenarnya ….""Oke, kita sudah sampai. Ayo, kita keluar dari mobil dan makan mi!" Akan tetapi, Steven tiba-tiba mengerem mobil, kemudian mengajak kami turun dari mobil.Aku berbalik, ternyata kami memang telah tiba di Rumah Makan Mi Dedalu.Steven jelas-jelas hanya ikut bergabung dengan kami, tetapi dia bersikap begitu antusias, seolah-olah dia yang mengajak makan bersama kali ini. Sepanjang makan, dia sibuk menyajikan lauk pauk, membumbui makananku dan melontarkan beberapa lelucon yang membuat aku tertawa terbahak-bahak, sampai aku hampir memuncratkan makanan dari mulutku.Namun, lelucon Steven tidak menghibur Rian. Malah, Rian tampak tidak senang. Rian terus mengeluh kalau lauk pauk yang dipesan ol
Aku makin gelisah, tetapi kemudian aku mendengar suara Steven yang lembut. "Ibuku dan Bibi Kristal itu saudara angkat. Ida hanya kuanggap sebagai saudara perempuanku, bukan pacarku. Sekarang setelah dia siuman, hal yang paling dia butuhkan adalah istirahat dan Bibi Kristal, bukan aku. Selain itu, orang yang paling ingin kutemui saat ini adalah Dokter Raisa."Steven tidak hanya memiliki wajah yang tampan dan menawan, tetapi juga suara yang lembut dan manis. Dia berbisik dengan lembut di telingaku, seperti sedang membisikkan kata-kata manis pada kekasihnya.Hatiku bergejolak, aku merasa tegang begitu mendengar ucapannya.Dia seolah bisa membaca pikiranku, lalu dengan sengaja menjelaskan hubungannya dengan Ida padaku.Namun sebenarnya, dia tidak perlu menjelaskan apa pun padaku. Aku hanyalah orang luar, aku tidak berhak untuk menanyakan hubungan pribadinya. Akan tetapi, dia tidak hanya menjelaskan, tetapi juga mengatakan hal seperti itu padaku.Dia berkata kalau orang yang paling ingin di
Rasanya begitu menggoda, membuat jantungku berdebar kencang. Aku begitu terkejut sampai aku tidak cukup cepat menjawab pertanyaan Steven.Rian mengerutkan alisnya, ekspresinya menjadi makin waspada. Dia menarikku ke belakangnya sambil menatap senyuman Steven yang memikat. Dia mendengkus. "Kamu tidak perlu menemaninya, aku saja. Kami sudah memutuskan mau makan apa. Kamu tidak perlu ikut campur.""Nggak apa-apa. Aku mau ikut. Lagipula, aku hanya teman makan biasa saja." Steven yang begitu lembut dan lentur, mengikuti gerakan Rian dan meluncur tepat ke sampingku. Dia tersenyum padaku. "Dokter Raisa, nggak apa-apa, 'kan?"Pipi Rian yang agak tembam pun memerah, dia bahkan merasa sedikit gelisah. "Tidak ….""Ya, kebetulan aku yang mentraktir hari ini. Terima kasih, Dokter Steven, sudah membawakanku makanan terakhir kali." Aku mulai bersuara.Aku ingin membalas kebaikan Steven. Lagipula, dia sudah menunjukkan perhatiannya padaku terakhir kali, dengan mengantarkan bubur dan obat-obatan padaku
Aku terkejut melihat Steven di sini.Lagipula, Ida, pacarnya Steven baru saja siuman. Aku kira Steven akan menemani Ida di bangsal pada jam segini.Bukan hanya aku yang terkejut, tetapi Rian juga. "Tuan Muda Steven, kenapa kamu ada di sini?"Rian memanggil Steven sebagai Tuan Muda Steven, bukan Dokter Steven. Itu berarti mereka tidak hanya kenalan di tempat kerja saja.Selain itu, Keluarga Pratama dan Keluarga Gangga sama-sama keluarga kaya di Nowa, jadi wajar saja kalau mereka pernah berinteraksi."Aku pergi ke departemen anestesi untuk mencari Dokter Raisa, tapi Dokter Raisa tidak ada di sana. Kemudian, aku baru mengetahui kalau pamannya juga dirawat di Mogowa, jadi aku ingin pergi menjenguknya. Aku tidak menyangka akan bertemu kalian secara kebetulan." Steven tersenyum, dia mengangkat bingkisan yang dibawanya untuk ditunjukkan padaku.Dia sungguh sopan. Begitu mendengar pamanku dirawat di sini, dia bahkan ingin pergi menjenguknya.Sikap sopannya membuat aku merasa sedikit malu. "Dok