Toronto, Kanada. Lebih dari tiga ratus tahun kemudian.
“Pencuri!!” Teriak seorang laki-laki muda. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Seorang pencuri di pagi hari.
Pencuri itu hanya diam saat Josh meneriaki dari belakangnya, membuat ia semakin geram.
“Sekuriti! Sekuriti! Ada pencuri di sini!!!”
Mendengar teriakan dari belakangnya, seorang perempuan yang menggunakan hoodie abu-abu pun berbalik. Ia hanya menemukan seorang laki-laki yang sedang menatapnyaa dengan tajam. Ia nampak kebingungan, mulai menoleh ke kanan kiri dan tak menemukan orang lain di sana. Hanya dirinya dan laki-laki yang barusan berteriak memanggil petugas keamanan—Josh.
Petugas keamanan akhirnya tiba, si laki-laki tadi tanpa ragu mengangkat telunjuknya, mengarah pada sosok perempuan yang berdiri di hadapannya—Jamie.
“Dia pencurinya, Sir.”
"Hah? Aku pencuri? Apa-apaan!" Dalam hati ia tak terima.
“Apa? Enak saja! Aku bukan pencuri!!” sergah Jamie sambil membelalakan mata.
Jamie dan Josh mulai saling berdebat. Josh mengatakan tingkah Jamie mencurigakan, sedangkan Jamie tak merasa dirinya mencurigakan dan tuduhan yang dilayangkan laki-laki tinggi dan kasar di hadapannya tak mendasar.
Para pengunjung The Market, sebuah supermarket yang terletak di lantai dasar sebuah gedung pencakar langit, mulai memasang mata—mengawasi situasi antara Jamie, Josh dan petugas keamanan.
Petugas keamanan yang bersama mereka, Ryan, baru mulai bertugas di The Market hari itu. Demi menunjukkan kerja yang baik di hari pertama, dia berinisiatif membawa keduanya ke kantor polisi terdekat.
Jamie merasa tak adil. Ia baru mengambil sebungkus Miss Vickie’s Potato Chip seharga tak lebih dari lima dolar dan hendak meletakkan ke dalam keranjang belanjanya.
Mengapa itu di sebut kejahatan? Pikirnya.
Namun, Jamie terpaksa ikut ke kantor polisi bersama mereka dan ia sudah benar-benar benci dengan Josh yang menuduhnya.
Setibanya di kantor polisi, seorang petugas bernama Max yang membantu mereka.
Josh mengatakan, dirinya mendengar Jamie bergumam, tak ada yang melihat (no one sees) dan berdiri sangat lama, karena itu ia curiga Jamie sedang mencuri.
“Dia berdiri sangat lama sambil memegang sebuah keripik kentang dan mengatakan tak ada yang melihat. Dia akan mencuri jika aku tak berada di sana.”
Mendengar ucapan Josh yang tak masuk akal. Jamie memukul meja, membuat Max, Ryan dan Josh terkesiap. Ia membantah bukan itu perkataannya.
“Itu karena aku sedang memilih varian antara Jalapeno, Kettle Corn dan Sea Salt! Dan aku tak mengatakan no one sees. Aku mengatakan, I don’t see it—“
I don’t see it dan no one sees, dua kalimat berbeda, tetapi jika diucapkan lirih dan cepat, memang terdengar agak mirip.
Namun, yang membuat Jamie menghentikan ucapannya adalah itu hanya dalam pikirannya. Bagaimana mungkin laki-laki yang saat kejadian tadi berdiri lima meter darinya, dapat mendengar pikirannya?
“Wait … Aku tak mengatakannya dengan kencang. Mana mungkin kau mendengarnya?” Jamie menyipitkan mata—mencurigai Josh.
Jamie mengatakan pada Max dan Ryan. Ia seorang pelanggan tetap. Semua karyawan The Market mengenalnya karena rumahnya berada tak jauh dari sana dan ia sering datang, bahkan hanya untuk satu porsi Lasagna.
Ia meminta Ryan untuk menghubungi salah satu karyawan untuk menjadi saksinya.
“Aku mengenal semua karyawan mereka, mulai dari bagian roti, makanan hangat sampai pengiriman, John, July, May, Joel, Beth dan masih banyak lagi. Lagipula mereka memiliki sistem keamanan. Apa ada bukti aku mencuri sesuatu?”
“Kau menggunakan mereka sebagai kenalanmu agar bisa melarikan diri? Dasar perempuan licik!” Josh masih menghakimi Jamie.
Mereka mulai kembali berdebat, membuat Max di hadapan mereka menyisipkan jemari di antara kepalanya dan menarik rambut karena frustrasi. Begitu banyak kasus di kantor polisi yang lebih penting dari sekedar pencurian Miss Vickie’s Potato Chip.
Max menanyakan kepada Josh jika ia memiliki rekaman atau bukti lainnya. “Apa ada bukti lain, selain Anda sebagai saksi?”
“Bukankah saya sebagai saksi sudah cukup, Sir?”
Max menghela nafas panjang, dia semakin jengkel setelah mendengar pernyataan dari Josh. Tatapan jengkel Max berganti dari Josh ke Ryan, si petugas keamanan baru, dia tak memiliki bukti yang kuat, tetapi berani membawa dua orang keras kepala yang gemar berdebat ke kantor polisi.
Max meminta Ryan menghubungi karyawan di bagian makanan ringan, mengecek kamera pengawas dan memeriksa jumlah makanan, jika memang ada yang hilang.
Setelah dua jam, mereka mendapat hasil, tak ada makanan yang hilang, rekaman juga tak menunjukkan Jamie mencuri apa pun. Max mengambil kesimpulan sebagai sebuah kesalahpahaman dan meminta Jamie dan Josh melanjutkan kegiatan mereka masing-masing.
Josh pun meninggalkan kantor polisi hanya dengan sebuah kata maaf yang dirasa Jamie tak tulus. Hanya Ryan yang berulang kali minta maaf pada Jamie dan Max. Ia sangat kesal.
Merasa tak adil, Jamie meninggalkan kantor polisi tergesa-gesa. Ia mengejar Josh.
“Hei, kau! Berhenti di sana!” Teriak Jamie dari depan kantor polisi.
Josh sedang dalam perjalanan menuju stasiun St. Clair. Ia berbalik dan memberikan wajah tak senang.
“Apa lagi sekarang?” tanya Josh tak sabar.
Apa lagi? Dia benar-benar bodoh dan tak ada rasa bersalah sedikit pun?
Jamie pikir laki-laki itu sudah membuat dirinya kehilangan kesabaran. “Kau sudah membuat kekacauan dan sekarang pergi begitu saja?”
“Aku sudah minta maaf, terus apa lagi?”
Tak tanggung-tanggung, jawaban Josh seakan menantang Jamie.
Jamie tak percaya dengan yang ia lihat. Laki-laki yang di hadapannya benar-benar sombong dan menyebalkan. Delapan belas tahun ia hidup dan tiga tahun tinggal di Toronto, baru kali itu ia bertemu dengan seorang manusia angkuh melebihi iblis.
Kalau aku melayangkan pukulanku padanya, apa aku kembali ke kantor polisi?
Jamie hanya sanggup memikirkannya, tanpa sanggup melakukannya.
Josh menyeringai—memberi tatapan menyebalkan, kemudian kembali menghampiri Jamie.
Ia memiliki tinggi 190 sentimeter, sekitar tiga puluh sentimeter lebih tinggi dari perempuan yang sedang menatapnya dengan tajam. Josh membungkuk dan berbisik di telinga Jamie.
“Coba saja kalau kau ingin masuk penjara karena kekerasan.”
Setelahnya ia melanjutkan perjalanan menuju stasiun, tanpa menoleh pada Jamie yang masih berdiri di depan kantor polisi.
Jamie membelalakan mata, ia hanya memandang punggung Josh yang sudah jauh meninggalkannya.
“Apa itu tadi? Dia bisa membaca pikiranku?”
Di tengah kecurigaan Jamie, dirinya teringat Darick pernah mengatakan Zaros memanipulasi pikiran seseorang di kantor pusat tempat dirinya bekerja agar melakukan perubahan pada data Jamie. Dengan begitu, Noir dan kelompoknya tak dapat menemukan keluarga Jamie. Jamie akhirnya mulai mencurigai Zaros. Ia juga berkali-kali melihat sosok Damien, Talon, Zaros, Carden, Gabriel dan Adam di sekitarnya, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang ingin menemuinya. Jamie menoleh pada Damien dengan tajam. “Apa kau pikir aku tak melihatmu dari jendela kamarku?!” ketusnya. “A-Aku … itu … hm, maaf, Jamie,” jawab Damien menyesal. Jamie menunjuk Talon, Zaros Carden dan Gabriel dengan mata berkaca-kaca. “Aku tahu Talon membersihkan apartemenku setiap datang! Aku tahu Gabriel dan Adam pernah mengunjungiku, tetapi kepergok oleh Josh, ‘kan?! Aku juga tahu Carden mengisap makhluk gaib di sekitarku! Aku tahu pasti yang membawa kalian berpindah pasti Zaros!” Talon, Zaros, Carden dan Gabriel gelagapan. “M-Maa
Adam mempersilakan mereka maju dan menghiraukan ucapannya karena dia akan bersembunyi di tempat persembunyiannya.“Apa dia minta mati kali ini?!” Darick menyeringai sadis.Darick melindungi kediaman itu dengan kekuatannya dan hanya manusia yang dapat masuk ke dalam kediaman itu. Sayangnya, Darick dan kelompoknya tak bisa membedakan aroma manusia yang satu dan lainnya. Jika manusia sudah masuk ke dalam kediaman yang Darick lindungi, tentunya manusia yang memiliki kekuatan bisa menggunakan kekuatan dalam kediaman itu.Darick juga melindungi pikiran dirinya dan kelompoknya dari kelompok lain. Oleh karena itu, hanya Darick dan kelompoknya yang bisa masuk ke dalam pikiran satu sama lain, seperti Carden yang selalu membaca pikirannya.Dan sekarang, ada manusia yang berani masuk ke dalam kediamannya bahkan memecahkan kaca kediaman itu. Tentu saja, Darick dan kelompoknya sudah mengetahui siapa yang berani melakukan itu berdasarkan pengalaman.Mereka melesat mencari asal kaca pecah yang ternya
Darick berdecak kesal. “Sudah aku bilang jangan menemui Jamie lagi! Dia sudah cukup sedih sekarang!” perintahnya.“Kalau dia belum melupakan kita, dia pasti senang bertemu dengan kita, Darick!” Carden membujuk Darick.“Tetapi masalahnya tak semudah itu, Carden!” desis Darick sembari menggertakkan giginya.Zaros menunduk dan mengakui kesalahannya. “Aku tak memanipulasi pikirannya karena tak ingin Jamie melupakan kenangan bersama kita!” Zaros membela diri.“Ya, bagus itu!” jawab Adam yang tiba-tiba kembali lagi setelah selesai merajuk dan tak sengaja menguping mereka.“Masalahnya … aku memanipulasi pikiran orang lain dan membuat seolah kejadian yang Jamie alami adalah mimpi,” ungkap Zaros.Mereka semua terkejut dengan apa yang baru saja Zaros ungkapkan. “Apa maksudmu?” tanya Damien, Talon, Carden dan Adam bersamaan.Zaros memang mendapat perintah
“Mengapa setega itu pada Jamie, Darick?” tanya Zaros sedih.“Salah siapa?” hardik Darick.Darick melihat Zaros hanya mengerucutkan bibirnya. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu pengikutnya yang lain.“Halo, Darick,” sapa pengikutnya dari balik ponsel.“Earl, aku titipkan dia padamu,” tutur Darick.“Kau akan kembali sekarang? Kita tak jadi bertemu?” Earl sebenarnya tahu Darick datang bukan untuk menemui dirinya.“Maaf, aku harus segera kembali. Pastikan kau dan Kalen tak ketahuan olehnya, oke?” Darick memperingatkan Earl agar tak mengulang kesalahan seperti Damien dan Carden. “Dia sangat pintar mengenali vampire.”“Kau tak ingin berpamitan dulu dengannya? Aku sering melihat dia bersedih,” ungkap Earl membujuk Darick.Darick tersenyum tipis. “Tidak. Ini untuk kebaikannya juga. Penyihir itu pasti akan menja
Jamie menghela napas pasrah. Ia ingin menceritakan pada Josh yang sebenarnya terjadi. Namun, Jamie ragu sekaligus takut kalau sampai apa yang mereka katakan benar.Ia memilih menelan semua sendiri dan berusaha menganggap kejadian itu hanya mimpi, walaupun masih tak percaya itu hanya mimpi. Namun, sekeras apa pun dirinya mengelak, tak ada orang lain yang tahu kejadian itu selain dirinya, sekalipun Josh yang bersama dengannya saat kejadian.Satu yang pasti, itu bukan penglihatan karena Jamie sudah bisa membedakan mimpi biasa dan mimpi pertanda melalui penglihatan. Lagi pula, dalam penglihatan biasanya hanya kilasan kejadian yang akan terjadi dan tak sedetail yang dirinya alami.Jamie mulai menjalani aktivitasnya setelah cuti dan membiarkan kejadian itu menjadi misteri.“Jamie! Akhirnya kau kembali dari cuti!” sambut Mr Lewis.“Dasar tua bangka! Semua yang aku alami karenamu!” geram Jamie dalam hati.“Selamat pagi,
Jamie merasa sesak dan bersandar pada kursi meja makan. Lama-kelamaan tubuhnya terkulai lemas dan dirinya hampir terjatuh dari kursi. Leslie buru-buru menahan tubuh Jamie. “Ada apa, Jams? Jams! Jamie!” Jamie mendengar suara Leslie semakin lama semakin menghilang dan matanya mulai berkaca-kaca. “Apa yang terjadi? Apa itu benar-benar hanya mimpi?” batinnya. Leslie menampar pelan wajah Jamie. “Jams! Jamie!! Ya Tuhan, ada apa denganmu?!” Jamie terkesiap karena tamparan pelan dan suara memekakkan telinga yang berasal dari Leslie. Ia menoleh dan melihat raut wajah Leslie yang panik serta khawatir dengan dirinya. Jamie melihat Leslie sepanik itu saat dirinya hampir terjatuh dari kursi atau saat dirinya berteriak dari dalam kamarnya. Jadi, rasanya tak mungkin kalau memang dirinya baru kembali dari Roxbury setelah tak mengabari berhari-hari dan Leslie memasang raut wajah biasa saja. “Jadi, aku hanya bermimpi?” gumam Jamie lirih. “Sepertinya tid