Beranda / Rumah Tangga / Aku Tak Mau DiMadu / 3. Apa dia nggak malu

Share

3. Apa dia nggak malu

Penulis: Rossy Dildara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-13 10:43:38

"Mas ... Umi, aku duluan masuk ke kamar, ya?" pamit Yumna seraya berdiri.

Baru lima menit mereka makan malam seusai sholat Isya, tapi Yumna sudah lebih dulu menyelesaikan makanannya dan sekarang justru ingin langsung masuk ke dalam kamar.

"Habis makan jangan langsung tidur, Nak, nggak boleh," tegur Umi Mae menasehati.

Ustad Yunus hanya menatap istrinya sebentar sambil masih mengunyah nasi didalam mulut.

"Enggak kok, Umi, aku nggak mau langsung tidur," jawabnya yang terlihat malu-malu. Lalu menatap sebentar ke arah suaminya. "Mas juga jangan lama-lama makannya, aku tunggu Mas di dalam kamar, ya??" pintanya sambil mengedipkan sebelah matanya dengan genit.

"Uhuk! Uhuk!" Ustad Yunus yang melihatnya langsung tersendak, buru-buru dia pun menenggak segelas air yang baru saja Umi Mae tuangkan.

"Kenapa sih kamu, Nus, kok enggak pelan-pelan makannya?"

"Enggak kenapa-kenapa kok, Umi." Ustad Yunus menggeleng, lalu mengulas sisa air yang membekas dibibir atasnya.

"Nggak usah grogi gitu kali, Mas. Kan Mas yang pengen," goda Yumna sambil terkekeh.

Melihat suaminya tersendak tadi bukannya kasihan, dia justru merasa itu adalah hal yang lucu.

"Pengen apa sih, Nak?" tanya Umi Mae penasaran.

"Ini ... Mas Boy kepengen ngajakin aku bikin cucu buat Umi. Do'ain kita, ya, Umi?"

Mendengar itu, Umi Mae langsung membulatkan mata dengan binar kebahagiaan. Sedangkan Ustad Yunus sendiri sudah tepok jidat.

'Bisa-bisanya Yumna enteng banget ngomong ke Umi. Apa dia nggak malu, ya?' batinnya dalam hati. Dia juga membuang napasnya dengan kasar lalu kembali menenggak sisa air pada gelas.

"Benarkah, Nak? Syukurlah kalau gitu. Semoga lancar, ya ... Umi do'akan yang terbaik pokoknya."

"Iya, Umi, aamiin ... terima kasih. Kalau begitu aku duluan ke kamar, ya?"

"Ya udah."

"Dahhh, Mas!!" Yumna melambaikan tangannya ke arah sang suami, sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar.

"Manis banget si Yumna ya, Nak," puji Umi Mae sambil tersenyum kepada sang anak. Entah yang dia maksud manis itu orangnya atau sikapnya, tapi sepertinya dua-duanya. "Kayaknya sih dia udah beneran jatuh cinta deh sama kamu."

"Umi jangan langsung percaya. Nanti yang ada sakit hati."

Ustad Yunus sendiri terlihat biasa saja, karena bisa saja apa yang Yumna lakukan hanya dibuat-buat atas permintaan Papinya.

Dia juga tentu ingat, saat siang tadi kedua mertuanya pamit pulang—mereka sempat mengharapkan Yumna untuk segera hamil.

"Berharap sedikit 'kan enggak apa-apa, Nak. Lagian Umi perhatikan ... selama kamu sakit, Yumna sudah banyak berubah. Dia juga lebih perhatian sama kamu. Kamu pasti sadar itu, kan?"

"Iya, aku sadar." Ustad Yunus tak mengelakkan hal itu. Yumna memang sangat perhatian padanya, sampai sempat ingin menyuapinya makan meskipun ditolak. "Tapi Umi juga harus sadar kalau di rumah sakit ada Papi sama Maminya Yumna. Bisa saja mereka yang meminta Dek Yumna untuk melakukan hal itu."

"Tapi 'kan kalau sekarang mereka nggak ada, Nak. Jadi otomatis Yumna bersikap seperti itu karena memang keinginannya sendiri."

Meskipun sudah pernah dikecewakan, tapi nyatanya sikap Umi Mae masih sama seperti dulu terhadap Yumna. Terlihat jelas jika dia menyayangi menantu perempuan semata wayangnya itu.

"Bisa saja Papi atau Mami sempat telepon Dek Yumna, Mi, tanpa sepengetahuan kita. Kita 'kan enggak tau."

"Kamu nggak boleh berpikir seperti itu, Nak. Dan sejak kapan juga kamu ini su'uzon sama orang? Kan nggak boleh." Nasihat Umi Mae.

"Maaf ...." Dia akui, benar memang apa yang dikatakan Umi. "Bukan maksud mau su'uzon Umi ... cuma memang aku belum percaya sama Dek Yumna."

"Enggak apa, Nak." Perlahan lengan Umi Mae terulur, lalu menyentuh punggung tangan Ustad Yunus. "Umi maklum kok. Seiring berjalannya waktu kamu pasti bisa percaya padanya."

*

*

"Ohya, Papi sama Mami 'kan waktu itu sempat membelikan aku baju seksi. Apakah bajunya dibawa kesini dan ada dilemari?"

Seusai gosok gigi, Yumna melangkah menuju lemari kayu. Kemudian membuka salah satunya yang berisikan semua baju miliknya.

Dia memilah-milah baju yang dicari, dan akhirnya ketemu juga.

Ada tiga lingerie yang berhasil dia temukan. Dengan tiga model berbeda dan tiga warna. Tapi dari ketiganya itu sama-sama tipis dan berlubang pada area tertentu.

"Aku pakai yang warna hitam aja kali, ya?? Laki-laki 'kan suka warna gelap biasanya dan pastinya Mas Boy suka dengan warna baju ini."

Setelah dirasa sudah mantap dengan pilihannya, Yumna pun langsung mengganti pakaian. Kemudian menatap tubuhnya sendiri dari pantulan cermin.

Seketika wajahnya pun merona. Entah mengapa dia jadi grogi sekarang, ditambah jantungnya ikut berdetak lebih cepat.

"Seksi banget, ya, ternyata. Semoga Mas Boy suka deh." Buru-buru Yumna naik ke atas kasur, lalu duduk selonjoran seraya menyelimuti seluruh tubuhnya sampai leher.

Yumna sengaja, memilih untuk menyembunyikannya dulu. Biar nanti saat akan memulai, Ustad Yunus terkejut dan pasti keinginannya jadi makin menggebu.

"Mana, ya, Mas Boy? Kok lama banget, kenapa dia nggak masuk-masuk ke kamar?"

Sudah setengah jam menunggu sambil memerhatikan pintu, tapi rupanya belum ada tanda-tanda suaminya masuk ke dalam kamar.

*

*

Ustad Yunus secara tidak sengaja menemukan sebuah kotak bergambar wanita berbaju seksi di dalam dasbor mobil. Kotak tersebut berisi tissue magic yang pernah diberikan oleh Papi mertuanya pada hari pernikahannya dengan Yumna.

'Apa aku perlu menggunakan tissue magic untuk malam ini? Tapi bagaimana cara menggunakannya??' Ustad Yunus bertanya-tanya dalam hati, lalu membalik kotak itu untuk membaca petunjuk penggunaannya.

"Ustad Yunus. Assalamualaikum!"

Tiba-tiba, terdengar suara seseorang yang sangat familiar. Suara itu datang dari depan rumahnya dan orang tersebut sedang mengetuk pintu.

Ustad Yunus segera turun dari mobilnya, lalu mendekati sumber suara dan ternyata dia adalah Pak RT.

"Walaikum salam, Pak RT," jawabnya.

Pak RT terkejut, lalu menoleh ke arah Ustad Yunus. "Eh, Ustad. Bolehkah saya meminta bantuan Ustad, nggak?" tanyanya dengan wajah yang tampak cemas.

"Bantuan apa, Pak?"

"Adik ipar saya kesurupan, Tad. Tolong bantu untuk meruqiahnya." Pak RT langsung memegang lengan kanan Ustad Yunus, lalu tiba-tiba menariknya dan membawanya menuju motornya.

"Tunggu dulu, Pak, saya mau pamit dulu sama Umi dan istri saya!"

Ustad Yunus sudah langsung dibonceng dan dibawa pergi dari rumahnya. Pak RT tampak sangat panik.

"Ini darurat, Ustad, harus cepat. Saya takut adik ipar saya makan lemari. Soalnya dia ngamuk-ngamuk."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Tak Mau DiMadu   82. END

    Yumna menahan rasa sakit dan mencoba menjelaskan, "Bukan, Umi. Ini bukan karena habis jatuh. Aku merasakan sakit perut yang luar biasa dan ada darah. Aku takut ada yang nggak beres dengan bayiku." Umi Mae merasa jantungnya berdebar kencang mendengar penjelasan Yumna. Dia segera memegang tangan Yumna dengan penuh kasih sayang. "Tenang, Nak. Kita akan segera sampai ke rumah sakit dan mereka akan merawatmu dengan baik. Semuanya akan baik-baik saja," Umi Mae mencoba memberikan dukungan dan ketenangan pada Yumna. Dalam perjalanan yang penuh kekhawatiran, Ustad Yunus mengemudikan mobil dengan hati-hati dan cepat. Dia berusaha tetap tenang dan fokus pada tujuan mereka, yaitu membawa Yumna ke rumah sakit dengan segera. Dalam hati, Ustad Yunus berdoa dengan penuh harap agar Yumna dan bayi mereka dalam keadaan yang aman. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan selalu berada di samping Yumna, memberikan dukungan dan cinta yang tak terbatas. * * Sampai di rumah sakit, mereka

  • Aku Tak Mau DiMadu   81. Jangan panik!

    "Iya, Nay. Bunda malah punya buktinya kalau memang kamu nggak percaya," kata Bunda Noni dengan nada sedih. "Bukti aku memperk*sa Sandi, Bun?" "Iya." Bunda Noni merogoh tasnya dan mengeluarkan ponselnya. Dengan hati yang berat, dia membuka rekaman CCTV yang masih dia simpan. "Ini adalah rekaman CCTV digudang rumah sakit, Nay." "Gudang rumah sakit?" Naya menatap layar ponsel itu dengan campuran kecemasan dan penasaran. Rekaman dimulai dengan suasana yang biasa di dalam gudang rumah sakit. Namun, ketika adegan yang menggambarkan tindakan tidak senonoh yang dilakukan oleh Naya kepada Sandi muncul di layar, Naya merasa dunianya hancur. Tidak! Dia tidak bisa percaya apa yang dia lihat. Tidak mungkin dia melakukan hal semengerikan itu. Dia merasa mual dan ingin menolak kenyataan yang ada di hadapannya. Namun, bukti yang jelas dan tak terbantahkan memperkuat semua yang Bunda Noni katakan. Naya merasa terjebak dalam kebenaran yang tidak bisa dia pungkiri. "Menjijikkan, Bun! Itu menjijikk

  • Aku Tak Mau DiMadu   80. Sudah jadi istri orang lain

    Setelah mendengar penjelasan dari Soni, Yumna Akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, dia benar-benar merasa tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Soni. Namun, Yumna sendiri tak memiliki bukti yang kuat jika benar pria itu berbohong. Apalagi Ustad Yunus pun ikut meyakinkannya kalau semua ucapan sang kakak ipar adalah benar. Jadi mau tidak mau, mungkin Yumna akan mencoba untuk menerima meskipun hanya sepenuh hati. *** Di tempat berbeda. Setelah menghubungi pihak rumah sakit, Bunda Noni diminta untuk membawa Naya ke sana, supaya bisa diperiksa secara jelas tentang kondisinya. Sandi sendiri memilih tidak ikut bersama mereka, karena memang itu atas permintaan Bunda Noni. Dia tidak mau Naya histeris lagi dan berefek pada kondisi mentalnya. Bunda Noni ingin yang terbaik untuk anaknya, ingin melihatnya sembuh. Setelah setengah jam diperiksa dan berkonsultasi kepada Dokternya Naya, akhirnya dokter itu memiliki jawaban yang akan dijelaskanny

  • Aku Tak Mau DiMadu   79. Dia bukan Yunus!

    "Bunda ... Bunda kenapa bawa dia ke sini??" Naya terkejut melihat kedatangan Sandi bersama Bunda Noni. Dia merasa ketakutan dan dengan refleks, dia membanting pintu. Braakkk!! "Astaghfirullahallazim, Nay! Apa yang terjadi?" Bunda Noni bingung dengan kejadian tersebut. Dia mencoba membuka pintu, namun pintu itu sudah dikunci dari dalam. "Pria asing itu... kenapa Bunda membawanya ke sini? Seharusnya Bunda membawanya langsung ke kantor polisi!" Naya mengungkapkan kekhawatirannya. Mendengar perkataan Naya, Bunda Noni menoleh ke arah Sandi, dan keduanya saling memandang. "Apa jangan-jangan yang dimaksud pria asing itu kamu, San? Tapi kenapa?" Bunda Noni bertanya bingung. "Aku nggak tau, Bun." Sandi menggelengkan kepala, juga bingung. "Tapi masa Naya nggak mengenalku?" "Itu dia masalahnya, San." Bunda Noni menghela napas, lalu mengetuk pintu kamarnya. "Naya sayang... Pria asing yang kamu maksud bukanlah orang jahat, tapi dia adalah suamimu, Yunus." "Bunda, ini aneh. Bunda pikir aku n

  • Aku Tak Mau DiMadu   78. Pria asing

    Meski diawal Sandi tak menginginkan hal ini terjadi, dan sempat berusaha untuk menolak. Tapi pada akhirnya, sebagai pria normal, dia berhasil luluh.Hasrat itu muncul saat terus menerus digoda, Sandi tak kuasa untuk menahan.**Keesokan harinya.Setelah melalui malam panjang penuh gairah, dengan perlahan-lahan Naya membuka matanya lalu menatap sekeliling ruangan.Sorot matanya pun berhenti pada Sandi yang tertidur pulas dengan bertelanjang dada di sampingnya, dan sontak membuat Naya membulatkan matanya, merasa terkejut."Kamu siapa? Kenapa kamu ada dikamarku?!" teriaknya yang langsung beranjak dari tempat tidur. Namun, kembali dia merasa terkejut mana kala melihat tubuhnya sendiri polos tanpa busana. "Astaghfirullahallazim!!""Ada apa, Nay? Kenapa kamu berisik sekali?" Sandi membuka matanya yang terasa berat, lalu menguceknya beberapa kali sembari menatap Naya. Perempuan itu terlihat panik, dia langsung berlari keluar kamar sambil menarik selimut yang menutupi tubuh Sandi.Braakkkk!

  • Aku Tak Mau DiMadu   77. Cobaan apa lagi ini?

    "Eemmm ... mereka ada kok, Nak," jawab Umi Mae, tapi tampak ragu-ragu."Di mana, Umi?""Di rumah Mbaknya Yunus.""Maksud Umi di rumahnya Mbak Sari?""Iya, ada di sana.""Lho kok bisa mereka ada di sana? Memangnya mereka sempat kabur dari rumah, ya?""Bukan kabur dari rumah, tapi mereka sengaja Umi titipin. Karena 'kan waktu itu Yunus sakit, kamu nggak fokus sama mereka. Umi juga 'kan ikut nemenin kamu di rumah sakit," jelas Umi sedikit gugup."Oohh begitu. Syukurlah ...." Yumna merasa lega. "Aku sampai berpikir mereka digoreng sama Umi, buat dijadikan lauk.""Mana mungkin Umi tega seperti itu. Lagi pula mereka 'kan ayam-ayam kesayanganmu.""Umi benar. Terima kasih ya, Umi ...." Yumna langsung memeluk wanita tua itu dengan penuh kasih sayang. "Udah bantu ngurusin Cia dan Cio. Maaf juga, kalau aku sempat su'uzon bahwa Umi menggoreng mereka.""Enggak masalah, Nak. Umi mengerti kok, kekhawatiranmu." Umi Mae mengusap pipi Yumna dengan lembut dan tersenyum."Ya udah, sekarang aku mau pergi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status