Karena sebuah foto editan seorang wanita yang nyaris tak berbusana, membuat nama baik Erika tercemar. Bahkan wanita itu harus menerima kenyatan pahit saat sang mertua mengusirnya. Namun di balik semua sikap pasrah Erika, dia bertekad untuk membuktikan jika wanita di dalam foto itu bukanlah dirinya. Di tengah penyelidikan Erika bertemu dengan Hosea-mantan kekasih yang bersedia membantu memulihkan nama baiknya. Selain itu Erika ternyata menemukan sebuah fakta jika sang suami memiliki simpanan dan berniat menceraikannya. Akankah pada akhirnya Erika mempertahankan pernikahannya atau malah memilih cinta lama?
View More"Erika!"
Suara teriakan yang menggema terdengar di sebuah ruangan tamu. Trinita melangkah masuk dengan amarah yang terpancar pada wajahnya.
Matanya memindai keadaan sekitar, lalu mendengus saat tak melihat keberadaan sang menantu yang paling dia benci.
"Erika! Kau ada di mana?!"
Sekali lagi teriakan itu terdengar, dan kali ini Erika yang sedang menggendong Kayla, putrinya datang tergopoh-gopoh. Keringat pun bercucuran dari pelipisnya.
"Ada apa, Bu?" tanya Erika dengan napas tersengal.
"Dasar pemalas. Mentang-mentang Gerry nggak ada di sini, kerjamu hanya tidur saja!" teriak Trinita dengan suara menggelegar.
Kayla yang baru saja terlelap, otomatis menangis karena kencangnya suara sang nenek. Dan Erika segera menenangkan putrinya yang baru berusia 6 bulan itu.
"Cepat tenangkan tangisan anak itu. Kepalaku pusing mendengarnya!" bentak Trinita sembari menutup kedua telinganya.
"Tapi Kayla demam semalam dan baru turun panasnya jam tiga subuh, Bu," ucap Erika memberikan pembelaan.
Namun bukannya tersentuh, Trinita malah menatap Erika dengan sinis. "Dasar anak dan ibu sama saja. Sama-sama menyusahkan!"
"Bu, jangan bicara seperti itu! Kayla menangis karena terkejut dengan suara teriakan Ibu," sahut Erika.
"Diam kau. Beraninya kau membantahku! Memangnya kau pikir, kau ini siapa?! Nanti akan kuadukan kelakuanmu pada Gerry, biar dia tahu cara mengajar istri yang tak becus mengurus rumah!" hardik Trinita.
Erika hanya dapat menghela napas panjang, selama ini dia mencoba sabar dengan perlakuan buruk yang dilakukan oleh sang mertua. Tapi ternyata sikap Trinita kepada dirinya malah semakin menjadi.
"Jadi aku harus diam saja, saat Ibu membuat Kayla menangis karena terkejut dengan teriakan Ibu," sahut Erika yang tetap berusaha mempertahankan intonasi suaranya.
"Kau ini ...."
Belum sempat Trinita melanjutkan perkataannya, ponselnya berdering. Wanita itu mengambil benda pipih itu dan berjalan keluar dari rumah.
Melihat sang mertua yang meninggalkan rumahnya, membuat Erika dapat bernapas lega. Dia menidurkan Kayla yang sudah tenang di boks bayi yang ada di ruang keluarga.
"Syukurlah Ibu hanya sebentar di sini," ucap Erika yang kini menuju dapur.
Kepalanya yang sakit memaksa Erika untuk mengisi perut dan meminum paracetamol. 30 menit kemudian, rasa nyeri pada kepalanya perlahan menghilang, tapi berganti dengan rasa cemas yang tidak Erika tahu apa penyebabnya.
Suara tangis Kayla membuat Erika yang sedang melipat baju langsung melompat, dia menghela napas lega saat mengetahui jika popok sang putri sudah penuh. Bukannya demam seperti semalam. Demam akibat efek imunisasi kemarin pagi. Dia lantas memandikan Kayla sebelum menyuapi putrinya bubur MPASI.
Namun lagi-lagi ketenangannya harus terganggu karena ponselnya berdering, dengan langkah berat Erika mengambil benda pipih yang tergeletak pada meja TV.
Dahinya mengerut saat mendapati pesan gambar dari nomor yang tak dia kenal. Merasa penasaran dengan isi dari gambar itu, membuat Erika membuka ruang obrolan.
Beberapa detik kemudian, matanya terbelalak saat melihat foto seorang wanita setengah bugil. Dan yang lebih membuatnya terkejut, foto wanita itu adalah dirinya.
Tangan Erika seketika bergetar, dia tidak pernah berfoto se-vulgar ini, tapi foto yang ada di dalam ponselnya tidak dapat dia bantah. Meskipun dia tahu jika foto itu jelas adalah editan semata.
Selang beberapa saat kemudian, sebuah pesan kembali masuk, kali ini pesan teks biasa, namun bernada penuh ancaman.
'Erika. Bagaimana dengan hadiah yang kukirimkan? Apa kau menikmatinya? Aku tidak sabar menunggu reaksi orang-orang saat melihatnya.'
Tangan Erika bergetar karena menahan amarah, sudah jelas kalau orang yang mengirimkan pesan dan gambar ini memiliki dendam pribadi, atau bahkan ingin menghancurkan rumah tangganya.
Erika pun mengetik balasan pesan untuk pengirim pesan misterius itu.
'Siapa ini? Jangan bermain-main denganku!'
Tak menunggu lama, balasan pun dia terima.
'Siapa aku itu tidak penting, Erika. Yang aku inginkan adalah kehancuran dirimu. Aku mengirim pesan untuk memperingatkanmu untuk bersiap-siap keluar dari kehidupan Gerry.'
Erika hanya dapat menatap nanar layar ponselnya yang menampilkan percakapan pesan dirinya dan orang misterius itu. Dia pun memutuskan untuk mengabaikan orang yang menurutnya kurang kerjaan itu.
Karena masih merasa pusing, membuat Erika merebahkan tubuh pada sofa ruang tamu. Berdekatan dengan boks bayi di mana Kayla kembali tertidur lelap.
Suara pintu pagar yang dibanting keras, membangunkan Erika, disusul dengan langkah sepatu hak tinggi menghentak lantai ruang tamu.
"Erika!!"
Trinita kembali. Wajahnya merah padam, napasnya memburu seperti baru saja berlari dari neraka.
Erika lagi-lagi merasakan kepalanya berdenyut akibat terbangun secara paksa.
“Ibu ... ada apa lagi Ibu berteriak? Lihat Kayla kembali kaget karena teriakan Ibu," tanya Erika dengan suara bergetar.
"Kau benar-benar perempuan tak tahu malu!!" Trinita langsung mengangkat ponselnya dan memperlihatkan layar galeri.
Gambar yang terpampang di sana adalah foto Erika. Foto setengah telanjang, dengan ekspresi yang menggoda.
Erika tercekat. Napasnya tertahan. Ini ... foto itu lagi. Ternyata orang misterius itu sudah mengirim foto itu kepada mertuanya.
"Semua keluarga besar sudah melihat foto menjijikan ini! Aku malu memiliki menantu murahan seperti dirimu!" teriak Trinita.
Erika menggelengkan kepala. “Bukan aku, Bu … wanita dalam foto itu bukan aku … itu hanya editan. Aku ... aku tidak tahu siapa yang—”
Plaaak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Erika. Tubuhnya terdorong ke dinding.
Sementara Kayla kembali menangis kencang saat mendengar keributan yang tak kunjung mereda.
“Selama ini aku sudah cukup sabar. Sudah cukup aku diamkan kelakuanmu yang malas, lusuh, dan cuma bisa ngabisin uang anakku! Sekarang kau malah mempermalukan keluarga ini. Sungguh menyesal aku mengizinkan Gerry menikah denganmu!" Trinita mencecar Erika tanpa ampun.
“Bu, jangan, tolong ....”
Erika bersandar ke dinding, tangan kirinya memegangi pipinya yang terasa perih dan panas.
"Kau ini memang wanita murahan. Baru tiga bulan Gerry berangkat ke luar negeri, kamu sudah buka-bukaan! Jujur saja apa sudah jadi kamu tidur dengan pria lain!" Tuding Trinita yang membuat Erika merasakan hatinya nyeri.
“Aku ... tidak pernah melakukan hal yang Ibu tuduhkan itu," ucap Erika membela diri.
“Kau kira aku bodoh?! Seorang wanita yang ditinggal suami bekerja di tempat yang jauh, pasti tidak akan bisa menahan hasratnya. Cepat mengaku saja kalau kau berselingkuh." Tuding Trinita sembari mengacungkan telunjuknya ke arah sang menantu.
Erika hanya terisak pelan, dia segera menggendong Kayla yang semakin menangis histeris. Sang putri tampak ketakutan, terlihat dari tubuhnya yang sedikit gemetar. Dia memejamkan mata, berharap ini semua hanya mimpi buruk.
Namun sayangnya, itu hanya harapan kosong. Trinita kembali berteriak dan mengeluarkan segala caci maki dan umpatan kepada dirinya.
"Dasar wanita pembawa sial! Cepat mati saja kau kalau kerjamu hanya membuat malu nama keluarga ini!"
Segala kesabaran Erika akhirnya luluh lantak, air mata mengucur deras dan memburamkan pandangan matanya.
Erika berdiri di tengah ruangan dengan tubuh bergetar. Tangannya erat menggenggam tubuh kecil Kayla yang menangis tanpa henti, matanya yang sembab menatap sosok wanita di depannya.
Wanita yang seharusnya memiliki posisi yang sama dengan ibu kandungnya. Kini tidak hanya terlihat kejam, tetapi juga menjelma menjadi sosok yang benar-benar mengancam kewarasannya.
"Cukup, Bu. Jangan berteriak lagi, kasihan Kayla." Suara Erika terdengar pelan, namun mengandung keberanian di dalamnya.
"Kau berani melawanku sekarang?!" sahut Trinita dengan nada suara meninggi.
Erika menarik napas dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang bergemuruh. Air matanya masih menetes, tetapi kali ini bukan karena takut, melainkan keteguhan.
“Ibu ...,” suaranya bergetar sedikit, “aku tidak akan diam jika terus-terusan diperlakukan seperti ini. Aku ini ibu dari cucu Ibu."
Trinita yang terpancing emosinya, melayangkan tangan siap untuk kembali menampar Erika. Namun terdengar sebuah suara yang menggelegar.
"Berhenti!"
"Sialan! Ternyata wanita itu lebih licik daripada yang Ibu kira!" Teriakan Trinita menggelegar di ruang tamu. Matanya berkilat penuh dengan emosi.Sementara itu Lucinda dan Gisela hanya terdiam, tak berani untuk bicara.Tapi di dalam hatinya, Gisela memaki Erika. Angan-angannya untuk menikmati uang dari hasil penjualan aset Gerry harus tertunda, karena istri sang kekasih membawa surat-surat berharga pria itu."Bu ... apa Ibu sudah menelepon Mas Gerry dan memberitahu soal ini?" tanya Lucinda saat melihat amarah sang ibu mulai mereda.Trinita menatap anak bungsunya dengan ekspresi bingung, seakan melupakan hal yang penting."Melihat Ibu yang hanya diam, aku yakin Ibu belum menghubungi Mas Gerry," ucap Lucinda setelah terdiam beberapa saat."Sekarang kira-kira di Belanda jam berapa, ya?" tanya Trinita yang kini mengambil ponselnya."Sekarang seharusnya masih jam 1 siang di sana, Bu," jawab Lucinda yang direspon anggukan kepala oleh Trinita.Wanita itu segera menghubungi Gerry, baru pang
"Akhirnya aku bisa bebas menguasai semua hartanya Gerry," ucap Trinita sembari menyesap segelas wine."Aku senang Tante mendengarkan saranku. Lagian kenapa dulu Tante setuju kalau Gerry menikah dengan wanita kampungan itu?" tanya seorang wanita muda yang bernama Gisela.Trinita lantas berdecak keras sembari menatap tajam wanita itu."Aku sudah melarang Gerry untuk berhubungan dengan wanita kampungan itu, tapi anak itu bersikeras dengan keinginannya dan bahkan sampai mengancam akan kabur dari rumah."Gisela semakin mengembangkan senyum saat mendengar ucapan Trinita."Tapi akhirnya Gerry sadar kalau wanita itu nggak layak untuknya. Buktinya dia bersedia berhubungan denganku dan berjanji akan menceraikan wanita kampungan itu setelah kembali ke Indonesia.""Kalau saja Gerry sempat ketemu kamu sebelum memutuskan menikahi wanita kampungan itu, sudah Tante bujuk dia agar menikahimu," ucap Trinita dengan nada menyesal."Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, Tante. Aku bersedia men
"Baiklah. Kalau itu mau Ibu, aku dan Kayla akan pergi dari rumah ini," ucap Erika dengan menahan isak tangisnya.Setidaknya saat ini, harga diri adalah satu-satunya hal yang tersisa pada diri Erika. Dan dia akan mempertahankannya sampai detik terakhir berada di rumah Gerry."Bagus kalau kau sudah mengerti. Sekarang cepat kemasi barang-barangmu dan tinggalkan rumah ini, karena aku sudah muak melihat mukamu yang lusuh itu," sindir Trinita yang merasa di atas angin.Erika segera masuk ke kamar, meletakkan Kayla di tengah ranjang. Dia mulai memasukkan barangnya dan sang putri yang seadanya ke dalam koper.Hatinya berdenyut nyeri, karena koper itu rencananya akan dia gunakan untuk berlibur ke luar negeri setelah Gerry kembali ke Indonesia. Tapi nyatanya, kini dia menggunakannya saat terusir dari rumah suaminya.Tak lama Trinita masuk ke kamar, wanita itu sudah seperti mandor yang mengawasi pekerjaan anak buahnya."Aku akan mengawasi apa yang boleh kau bawa pergi dari rumah ini," ucapnya de
"Aku sudah bilang sejak awal, kalau wanita ini tidak pantas untuk Gerry. Tapi kalian semua tertipu wajah polosnya dan malah membela dia. Sekarang kalian lihat sendiri 'kan akibatnya!"Trinita sengaja mengeraskan suaranya agar semua mengalihkan perhatian pada dirinya. Salah seorang paman Gerry yang dari tadi diam, akhirnya mengangkat tangan, sebagai isyarat agar semua diam."Sudah cukup! Kita semua berkumpul di sini untuk mencari solusi atas masalah yang menimpa Erika. Bukan malah menambah kekacauan."Beberapa merasa tertampar karena ucapan itu, tapi tak ada yang berani membantah. Karena pria yang sedang berbicara itu memang merupakan satu tokoh yang disegani."Jadi apa yang akan Mas lakukan untuk mengatasi masalah yang dilakukan oleh wanita itu," ucap Trinita dengan telunjuk mengacung ke arah Erika."Kita harus mendengarkan pembelaan dari Erika," ucap pria itu dengan nada datar.Erika menatap pria itu sejenak dan sedikit dapat menghela napas lega. Hanya tatapan netral itu yang tidak
"Mbak Nita. Jangan tertawa emosi, kita 'kan bisa membicarakannya terlebih dahulu."Sebuah suara kembali terdengar, membuat Trinita menoleh. Senyuman sinis tercipta di wajah wanita paruh baya itu. Kali ini dia akan mempermalukan Erika di depan adik ipar dan istrinya yang selama ini selalu membela menantunya ini."Jangan terbawa emosi katamu?! Apa kamu akan berkata seperti itu jika menantu kesayanganmu itu yang melakukannya," sindir Trinita yang membuat adik iparnya hanya terdiam."Meskipun Erika melakukan kesalahan, tetap saja dia tidak pantas diperlakukan kasar seperti ini, Mbak." Kali ini istri adik iparnya yang berbicara, membuat emosi Trinita kembali meluap."Diam kau! Dia ini adalah menantuku, bukan menantumu. Jadi kau tidak berhak mencampuri apa yang akan aku lakukan terhadap wanita murahan ini!" Bentak Trinita yang membuat hati Erika semakin berdenyut nyeri. Sang mertua kini terang-terangan menunjukkan kebenciannya di depan semua orang. Erika mengerjabkan mata, menahan air mat
"Erika!"Suara teriakan yang menggema terdengar di sebuah ruangan tamu. Trinita melangkah masuk dengan amarah yang terpancar pada wajahnya. Matanya memindai keadaan sekitar, lalu mendengus saat tak melihat keberadaan sang menantu yang paling dia benci."Erika! Kau ada di mana?!" Sekali lagi teriakan itu terdengar, dan kali ini Erika yang sedang menggendong Kayla, putrinya datang tergopoh-gopoh. Keringat pun bercucuran dari pelipisnya."Ada apa, Bu?" tanya Erika dengan napas tersengal."Dasar pemalas. Mentang-mentang Gerry nggak ada di sini, kerjamu hanya tidur saja!" teriak Trinita dengan suara menggelegar.Kayla yang baru saja terlelap, otomatis menangis karena kencangnya suara sang nenek. Dan Erika segera menenangkan putrinya yang baru berusia 6 bulan itu."Cepat tenangkan tangisan anak itu. Kepalaku pusing mendengarnya!" bentak Trinita sembari menutup kedua telinganya."Tapi Kayla demam semalam dan baru turun panasnya jam tiga subuh, Bu," ucap Erika memberikan pembelaan.Namun bu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments