Meneduhkan di kala gelisah, mendekat di kala susah, mengobati di kala sakit, dan mesra di kala bahagia. Itulah cinta sejati yang sebenarnya. Begitupun dengan impian Reza. Seorang lelaki yang mencintai sahabatnya, Maya. Nama yang selalu dia sebut dalam doa. Namun takdir berkata lain, sahabat yang dicintainya itu malah memberikan kabar pernikahan dirinya dengan laki-laki lain yang malah menghilang di hari pernikahan. Reza pun menjadi pengantin pengganti, tapi Maya malah melontarkan berbagai tuduhan kepada Reza dan berbalik membencinya. Reza terus berusaha untuk membuat Maya selalu bahagia, meksipun tidak ada cinta di matanya. Seiring berjalannya waktu, Maya menyadari dirinya sangat bahagia ada laki-laki itu di sampingnya. Badai terus-menerus datang, termasuk orang-orang dari masa lalu yang berusaha sekuat tenaga untuk menggoyahkan rumah tangganya. Apakah mereka sanggup mempertahankan cinta dan pernikahannya?
View More"Jangan tinggalkan kita, Maya, aku mohon!" teriak Reza.
Akhir-akhir ini ada yang mengganjal dalam hati Reza dan membuatnya seringkali bermimpi kalau sosok Maya akan menghilang dari hidupnya. Meskipun Reza mencintainya dengan tulus dan ikhlas tanpa mengharapkan balasan, tapi tetap saja ia tidak ingin mimpi itu terjadi di kehidupan nyata. Reza memilih beranjak dari tempat tidur dan duduk di sofa kamar yang menghadap ke taman belakang untuk melihat bunga-bunga yang bermekaran. "Umiii! Abi! Kejutan!" teriak Maya dari luar pintu rumah keluarganya Reza membuat sepasang suami istri terkejut. Maya adalah anak tetangga, sekaligus perempuan yang menjadi teman Reza satu-satunya. Dia memang sering datang ke rumah Reza untuk meminta bantuan ataupun sekadar curhat. "Ada apa, Nak?" Bu Habibah--ibunya Reza langsung mendekat ke arah Maya dan bertanya tentang apa yang menjadi kejutannya. Namun, gadis itu memilih untuk tidak menjawab. Dia malah duduk di sofa dengan tangan ke belakang. Seperti sedang menyembunyikan sesuatunya. "Nanti dulu, Mi. Nunggu Reza keluar dulu." jawabnya. Maya tersenyum tipis sambil melihat seluruh sudut ruangan. "Kok sepi, Mi, pada ke mana?" tanyanya aneh. Pak Fahmi--bapaknya Reza yang mendengar hal itu tersenyum. "Sepi? Mana ada. Kita semua sudah di sini, kok." "Enggak, tuh. Ada yang kurang." Maya kini terlihat lesu. Menurutnya kejutan yang ia bawa sudah tidak seperti kejutan kalau semua orang tidak berkumpul. Meksipun yang tidak ada hanyalah Reza. Mendengar ada keributan di luar, Reza langsung keluar dari kamarnya. "Tara!" Maya mengeluarkan sebuah benda persegi dari tangannya ketika melihat Reza. "Apa ini?" Reza mencoba meraihnya, tapi Maya kembali berlari ke arah orang tuanya Reza. "Baca saja di sini bersama Umi dan Abi. Sini duduk!" pintanya sambil menepuk-nepuk sofa yang berada di samping Pak Fahmi. Tanpa ragu, Reza mengikuti permintaannya duduk di samping abinya, dan mendengarkan apa yang akan dia katakan. "Ini!" Maya menyerahkan surat undangan pernikahan yang akan digelar minggu depan di rumahnya Maya yang hanya beberapa langkah dari sini. Mata Pak Fahmi mengerjap ketika melihat benda yang diberikan Maya. Hatinya teriris membayangkan betapa terluka hati putra semata wayangnya itu ketika mengetahui hal ini. "Apa, sih?" Reza berusaha untuk mengambil benda itu, tapi Pak Fahmi langsung menjauhkannya. "Jangan lupa datang, ya, Mi, Bi, Reza juga. Aku, Mama, dan Papa akan sangat bahagia kalau kalian ada. Rasanya lengkap." ungkap Maya dengan senyuman manis menghiasi bibir. "Aku pergi dulu, ya, assalamu'alaikum." pamitnya langsung pergi. Dengan ragu, Pak Fahmi langsung memberikan benda tadi kepada Reza. "Siapkan hatimu. Jika memang kau mencintainya dengan ikhlas, seharusnya tidak akan menjadi masalah." ucap Pak Fahmi membuat Reza dan Bu Habibah penasaran. "Undangan pernikahan," lirih Reza. Undangan yang diberikan Maya ini memang unik, hanya ada kata 'Undangan Pernikahan'. Untuk mencari nama pengantin yang tercetak, ia harus membuka tali yang mengikatnya lebih dulu dan melepaskan sampul merah. Ada rasa kecewa ketika tahu surat undangan ini milik Maya yang akan menjadi istri laki-laki lain, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan. "Abi tahu ini sangat menyakitkan, tapi cinta yang sejati itu tanpa pamrih. Kita akan datang ke pernikahannya Minggu depan." tegas Pak Fahmi. "Tentu saja." Reza menjawabnya dengan lirih. "Aku akan datang," lanjutnya berusaha untuk tersenyum. **** Waktu yang dinantikan pun tiba, pernikahan Maya dengan laki-laki yang bernama Galang sudah siap, hanya menunggu waktu diadakannya ijab qobul. Melihat waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, Maya merasa heran karena Reza belum juga mendatanginya. Saat ini, Maya sudah rapi berada di ruang rias, hanya saja ia merasa jenuh karena tidak ada yang menjemputnya. Termasuk Reza. Tidak sabar menunggu, Maya langsung keluar dari ruangan itu mencari Reza dan juga orang tuanya. "Mbak, apa Reza dan orang tuanya sudah datang?" tanyanya terburu-buru kepada asisten dapur. "Sudah, Kak. Mereka sedang berbincang-bincang dengan bapak dan ibu." jawab perempuan itu dengan cepat. "Di mana, Mbak?" "Di depan dapur." Maya langsung menuju tempat yang dimaksud. Benar saja, Reza dan orang taunya terlihat sedang membicarakan masalah yang serius dengan orang tuanya. Maya langsung menghampiri dan duduk di di depan Reza. "Kok di sini, kan aku lagi di rias?" tanyanya cemberut. "Laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tidak boleh berada dalam satu ruangan." Reza berusaha untuk bersikap biasa saja. "Temani aku ke depan, di sana kan banyak orang," pintanya, lalu berjalan ke depan yang dimaksud. Tanpa ada pilihan, Reza pun ikut mengejar setelah mendapatkan kode dari papanya. "Ada apa?" tanya Reza tanpa basa-basi. Maya tersenyum lebar. "Akhirnya aku menikah dengan orang yang aku sebut dalam doanya selama ini." "Aku ikut bahagia." Reza memaksakan dirinya untuk tersenyum agar Maya tidak curiga kalau hatinya sedang tersayat. "Terima kasih. Aku tahu kalau kamu juga akan ikut bahagia, karena selama ini hanya kamu yang mau berteman denganku tanpa pamrih." ucap Maya bersemangat. Kata-kata yang diucapkannya membuat Reza tersenyum getir. Andai saja Maya tahu kalau hati laki-laki yang ada di sampingnya itu sedang terluka, apa dia akan merasa kasihan? Mereka terus berbincang sambil menyaksikan para tamu undangan yang terus berdatangan, tetapi ada satu hal yang membuat Maya risau, yaitu keluarganya Galang belum juga datang. "Jam berapa ini?" tanya Maya sedikit gemetar. Reza yang merasa memakai jam di tangannya pun langsung melihatnya. "Jam sepuluh." ucapnya, lalu terdiam. Maya langsung berjalan ke arah luar gerbang yang terbuka untuk melihat menunggu datangnya keluarga Galang. Namun, jam demi jam berlalu. Galang dan keluarganya tidak juga terlihat. "Udah jam berapa ini? Bentar lagi dzuhur!" ucap seorang wanita muda. Keringat dingin mulai membasahi tubuh Maya dan juga orang tuanya. Bukan hanya rasa takut, bahkan mereka sudah bisa menebak kalau Galang mungkin tidak akan pernah datang. Tubuh Maya mulai melemas, Bu Habibah pun memapahnya untuk masuk ke dalam rumah, dan duduk di sofa. "Bagaimana ini, Ma, Pa? Bagaimana?" Maya menatap sayup kedua orang tuanya yang juga sangat syok. "Kita tunggu sebentar lagi, mungkin saja keluarganya Galang sedang berada di perjalanan." tegas Pak Fahmi kepada para aku undangan dan semua yang ada di sana. "Maaf, sepertinya tidak bisa. Saya juga harus mengisi acara di tempat lain." Seorang laki-laki muda. Dia adalah penghulu di kota ini. "Atau begin saja." Pak penghulu mengarahkan sebuah kartu nama. "Kalau pengantinnya laki-lakinya sudah datang, telpon ke nomor ini." Setelah kepergian bapak penghulu, para tamu undangan kembali riuh. Bahkan, ada beberapa orang yang merusak riasan bunga yang sudah disusun dengan sempurna. Ponsel Maya bergetar keras tapi sebenar, pertanda kalau ia baru saja menerima sebuah pesan. Karena teringat Galang, Maya langsung membuka pesannya. "Maaf, kami tidak bisa datang ke pernikahan atas suatu hal. Begitu juga dengan Galang. Maaf, Maya." Hanya beberapa kata, tapi membuat Maya tidak sadarkan diri. "Pokoknya pernikahan ini tetap harus dilaksanakan!" tegas Pak Hasan. "Dan kita bisa mencari suaminya sekarang," lanjutnya membuat Reza terkejut.KEIHKLASAN CINTA Lima Puluh Enam Dengan penuh keberanian, Nia mengendarai mobil Reza dengan kecepatan tinggi. Sementara Maya hanya bisa memeluk putranya erat sambil berteriak minta tolong, dan hatinya tidak berhenti beristigfar. "Hentikan, Nisa! Tolong hentikan!" Maya terus saja berteriak dengan harapan Nia akan menghentikan kegilaannya. Sementara Nia hanya tertawa terbahak-bahak. "Tidak, aku sudah berani berbuat sejauh ini. Mana mungkin aku akan berhenti." Nia kembali tertawa. "Siapa suruh tidak juga mengikuti kata-kataku untuk meninggalkan Reza, hah? Sekarang rasakan sendiri akibatnya. Jika aku tidak bisa mendapatkan Reza, maka kamu juga gak akan bisa!" teriaknya sambil tersenyum lebar melihat Maya yang ketakutan juga Reza kecil yang ikut menangis dan menjerit. Tidak mau mengundur waktu, Nia menabrakkan mobilnya ke sebuah pohon besar, tapi tidak seluruhnya. Hanya yang di depan Maya yang ditabrakkan Nia ke arah pohon besar itu, jadi dirinya masih sadar ketika pintu mobil yang ad
Nia bukan orang yang mudah menyerah, meksipun kini hanya dirinya saja yang melakukan tindakan tercela itu, menjadi orang ketika antara Reza dan Maya. "Jika aku tidak bisa membuat mereka berpisah dengan halus, aku akan menghancurkan kepercayaan yang ada di dalam diri mereka terhadap pasangannya." Nia tersenyum menyeringai sambil melihat foto Maya yang diberi tanda 'X'. "Ya, benar. Aku akan membuat kamu sehancur-hancurnya!" teriaknya lagi, lalu tertawa terbahak-bahak. Nia sangat geram ketika tahu Tian, Galang, dan juga Tari selaku adik angkatnya sendiri ternyata sudah menyerah terhadap perasannya. Mereka tidak lagi mau berjuang untuk mendapatkan apa yang seharusnya diperjuangkan. Sekarang, Nia sudah mulai kehilangan kendali. Dia akan melakukan cara yang tidak pernah terpikir sebelumnya. "Jangan salahkan aku jika membuatmu hancur, Maya," gumamnya lagi. Sementara Maya sendiri sedang dijemput oleh Abah Farhan dan semua keluarga besarnya. Sekarang Reza dan Maya sedang berpamitan kep
Galang meremas pergelangan tangannya ketika melihat keromantisan wanita yang pernah ada di kehidupannya dengan laki-laki yang menjadi pengganti dirinya. "Perjuangkan sampai titik darah penghabisan!" Nia tiba-tiba menyahut perkataan Galang. Ternyata selama ini yang selalu memperhatikan gerak-gerik Maya dan Reza bukan hanya Tian, tapi juga Nia dan Galang. "Aku sepertinya sudah tidak ada tempat lagi di hatinya." Galang berbicara tanpa melihat lawannya. Melihat Maya memberikan seluruh cinta dan perhatian kepada suaminya membuat rasa iri hati di dalam diri Galang semakin menjadi. "Makanya perjuangkan!" Nia menjadi emosi ketika Galang terlihat mau menyerah. "Jangan jadi laki-laki yang lembek kalau mau mendapatkan apa yang diinginkan!" Sebisa mungkin Nia kembali mencoba untuk membuat semangat Galang kembali bangkit, tapi sepertinya masih belum berhasil. Walaupun rasa cinta untuk Maya masih tersimpan dalam, tapi Galang tidak mau merusak hal yang menjadi kebahagiaan Maya. "Dulu, aku per
Mata Reza menatap kertas yang dipegangnya dengan tidak percaya, tapi tatapan dari Bu Ningsih, dan keluarganya membuat dirinya yakin kalau surat keterangan ini benar. Di dalam surat itu dinyatakan kalau Maya tengah mengandung yang usianya kini sudah enam mingguan. Reza kembali memeluk Maya dengan erat. Kebahagiaan yang tertumpuk dalam dadanya sungguh tidak bisa diungkapkan lagi. Kali ini dirinya benar-benar diuji dalam kebahagiaan. "Terima kasih, Sayang. Terima kasih banyak sudah menjadi pelengkap hidupku," lirihnya membuat keluarga Bu Ningsih yang mendengarnya terharu. "Perbanyaklah bersyukur, karena Allah memberikan buah hati tanpa kalian tunggu bertahun-tahun lamanya," ucap suaminya Bu Ningsih. "Alhamdulillah Ya Allah, terima kasih banyak," ucap Reza sambil memeluk Maya kembali. Reza berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada Bu Ningsih dan keluarganya yang sudah selalu berbuat baik kepada mereka, bahkan menemani Maya selama dirinya tidak ada di rumah. "Tidak apa, Nak, i
Bu Habibah menatap suaminya dengan wajah yang biasa-biasa saja, tetapi hatinya sangat jelas menunjukkan kalau dirinya sedang tidak baik-baik saja. "Tidak apa, mungkin Mas hanya salah dengar," ucapnya sambil tersenyum lebar. Pak Fahmi yang lebih percaya dengan apa yang didengar daripada yang dikatakan istrinya itu pun langsung memeluknya erat. "Maaf jika selama ini aku lebih memilih untuk lari dari masa lalu dan hanya membuatmu seperti pajangan," lirihnya tidak tega. "Maaf jika selama ini kamu harus menjaga perasaanku dan keluarga sementara kami tidak melakukan hal yang sama," lanjutnya membuat hati Bu Habibah menjadi lebih terluka. Air mata yang sudah disembunyikan kini meronta dan ingin segera dikeluarkan. Satu nulis bening pun berhasil lolos, lalu temannya ikut turun membasahi pipi Bu Habibah. "Maafkan aku, Sayang. Maaf jika selama ini aku sudah bersikap tidak peduli dengan perasaanmu," bisiknya lagi. Bu Habibah melepaskan pelukan dan menatap suaminya lekat. "insyaAllah aku tid
Kehidupan Reza dan Maya semakin membaik dan mereka juga nyaman dengan kegiatan sehari-hari yang akhir-akhir ini mereka lakukan. Namun, ujian akan terus datang kepada cinta mereka, sampai cinta itu diakui sebagai cinta sejati. Di luar pintu kontrakan, Nia terus menggedor dengan sekuat tenaga. Sementara Maya dan Reza masih terdiam. Tidak ada sedikit pun keinginan bagi mereka untuk membuka pintu. Malah lebih kepada enggan. Entah apa alasannya. Ada rasa ragu dalam dada mereka, sehingga hanya saling melempar tatapan saja. "Biar Mas lihat lewat gorden, ya," ucap Reza pelan dengan langkah yang mengendap-endap menuju pintu. Matanya membulat sempurna ketika melihat seseorang yang berada di luar rumahnya itu. "Siapa, Mas?" tanya Maya sangat pelan. Ia juga penasaran dengan siapa yang datang malam-malam seperti ini. Reza kembali berjalan menghampiri Maya. "Kamu jangan marah kalau Mas katakan, ya," pintanya memohon dan itu malah menambah gurat penasaran di wajah Maya. "Em, soalnya yang data
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments