Malam semakin larut, dan langit yang gelap seakan menjadi teman Zhen dalam perjalanan ini. Setelah berdiskusi dengan Ying dan Xian, dia merasa bahwa ini adalah saat yang tepat untuk menyelidiki lebih jauh tentang Ling Kai dan Ling Jun. Mereka berdua adalah ancaman yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Klan mereka mungkin tampak utuh di luar, tetapi Zhen tahu bahwa ada sesuatu yang menggerogoti dari dalam.
Zhen berjalan cepat menuju ruang bawah tanah klan, tempat yang jarang dikunjungi anggota biasa. Hanya orang-orang tertentu yang tahu tentang keberadaan ruang ini, dan Zhen sudah mendengar beberapa desas-desus bahwa ada sesuatu yang mencurigakan di sana. Ling Kai selalu tampak sangat tertarik dengan tempat itu, dan Zhen merasa bahwa kunci untuk mengungkap misteri klan ini ada di sana. Dengan hati-hati, Zhen mengaktifkan pelindung energi yang tersembunyi di dinding ruangan bawah tanah itu. Sinar biru kemilau menyinari sekitarnya, dan perlahan-lahan pintu rahasia itu terbuka. Sebuah ruang gelap terbentang di hadapannya, dipenuhi dengan rak-rak buku kuno dan simbol-simbol yang belum pernah Zhen lihat sebelumnya. "Ini lebih dari sekadar perpustakaan," gumam Zhen. "Ini tempat yang penuh dengan rahasia." Dia mulai memeriksa buku-buku di rak, mencari petunjuk yang bisa mengarahkannya pada apa yang sedang disembunyikan oleh Ling Kai. Setelah beberapa menit mencari, Zhen akhirnya menemukan sebuah gulungan tua yang tergeletak di atas meja. Tanpa ragu, dia membuka gulungan itu. Hal pertama yang dilihatnya adalah ramalan kuno yang mirip dengan yang dia temukan di ruang Ling Kai. "Pemimpin dengan tujuh elemen, takdir dunia akan tergantung pada keputusan yang dibuat." Zhen merasa tubuhnya kaku. "Ini... ini tentang aku," bisiknya. Apa yang mereka rencanakan dengan kekuatanku? Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari lorong. Zhen buru-buru menyembunyikan gulungan itu, bersembunyi di balik rak. Pintu ruang bawah tanah terbuka, dan Ling Jun muncul, wajahnya cemberut. "Zhen, aku tahu kamu pasti datang ke sini," kata Ling Jun dengan nada penuh sindiran. "Apa, kau mencari rahasia lebih lanjut? Tidak akan ada yang bisa menghalangi kami." Zhen menahan napas, mencoba untuk tidak membuat suara. Dia tahu bahwa jika dia tertangkap, ini akan berakhir buruk bagi dirinya. Ling Jun berjalan menuju meja, matanya langsung tertuju pada gulungan yang hampir saja ditemukan oleh Zhen. "Kurasa sudah saatnya kamu tahu kebenarannya," lanjut Ling Jun, suara nya terdengar dingin. "Klan ini sedang dalam bahaya. Ada lebih banyak yang harus kamu pelajari sebelum semuanya terlambat." Zhen akhirnya keluar dari persembunyiannya, mendekat dengan tenang. "Apa maksudmu dengan 'terlambat'?" Ling Jun tersenyum tipis, namun senyuman itu tidak mengandung kebahagiaan. "Ada lebih banyak di balik kekuatan tujuh elemenmu, Zhen. Ada yang ingin memanfaatkan kekuatan itu, dan kami, klan ini, berhak atas kontrol itu. Bukan kamu." "Jadi, kamu dan Ling Kai... kalian memang merencanakan ini semua," kata Zhen dengan tegas. "Menggunakan aku untuk tujuan kalian sendiri. Apa yang sebenarnya kalian cari?" Ling Jun melangkah mundur sedikit, matanya tetap tajam. "Kekuatan yang lebih besar, Zhen. Kekuasaan atas dunia ini. Kita tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang orang yang terlahir dengan bakat seperti kamu. Kami butuh kontrol." Zhen merasa amarahnya mulai menggelegak. "Kamu tidak akan bisa mengendalikanku, Jun. Aku tidak akan menjadi alat untuk tujuanmu atau Ling Kai." "Begitu ya?" Ling Jun tertawa keras. "Mungkin kita lihat saja seberapa jauh kamu bisa bertahan. Kekuatan seperti milikmu, jika tidak dikendalikan dengan benar, akan membawa kehancuran. Kamu tidak tahu apa yang sedang kamu hadapi." Tanpa memberikan kesempatan untuk menjawab, Ling Jun pergi, meninggalkan Zhen sendirian di ruang bawah tanah yang gelap itu. Zhen berdiri terpaku di tempatnya, hatinya dipenuhi dengan kebingungan dan amarah. --- Setelah percakapan itu, Zhen merasa beban di pundaknya semakin berat. Tidak hanya dia harus mengatasi ancaman yang datang dari dalam klan, tetapi juga dari dalam dirinya. Kekuatan yang mengalir dalam tubuhnya semakin sulit untuk dikendalikan, dan ia tahu bahwa ia tidak bisa terus mengabaikan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh rahasia dalam dirinya. Esok harinya, Zhen memutuskan untuk pergi menemui Ying dan Xian. Mereka harus tahu apa yang baru saja terjadi dan bersiap menghadapi ancaman yang semakin nyata ini. Dalam perjalanan menuju tempat mereka, Zhen merasakan angin yang semakin kencang, tanda bahwa kekuatan angin dalam dirinya sedang memuncak lagi. "Ying, Xian," kata Zhen saat mereka bertemu, "Ling Jun tahu lebih banyak dari yang dia tunjukkan. Aku yakin dia bekerja sama dengan Ling Kai untuk menguasai klan ini. Mereka berencana untuk menggunakan kekuatanku." "Apa?" Ying terkejut. "Tapi... kenapa kamu? Bukankah mereka harus tahu bahwa kamu tidak bisa diperalat begitu saja?" "Ya, mereka tahu. Itu sebabnya mereka mencoba mengendalikan aku," jawab Zhen, memikirkan percakapan terakhirnya dengan Ling Jun. "Aku harus mencari cara untuk mengatasi ini sebelum semuanya terlambat." Xian mengangguk serius. "Kita harus bekerja sama. Tidak hanya untuk melindungi klan ini, tetapi juga untuk memastikan kekuatanmu tidak jatuh ke tangan yang salah." Zhen menarik napas panjang. "Aku harus mencari tahu lebih banyak tentang kekuatan ini, dan apa yang benar-benar terjadi dalam klan ini. Jika Ling Kai dan Ling Jun berencana menggunakan rahasia ini, aku tidak bisa membiarkan mereka menang." --- Malam itu, Zhen kembali ke ruang bawah tanah, lebih hati-hati dari sebelumnya. Kali ini, dia membawa Ying dan Xian bersamanya. Mereka harus bersama-sama mengungkap lebih banyak rahasia yang mungkin tersembunyi di tempat itu. Namun, ketika mereka tiba di ruang itu, mereka menemukan bahwa beberapa rak buku telah berpindah tempat. Seolah-olah ruang itu telah dimanipulasi, seperti ada yang tahu mereka akan datang. "Sepertinya kita terlambat," kata Ying dengan cemas. "Ada yang sedang berusaha menutup jejak mereka." Zhen merasa tubuhnya merinding. Siapa yang bisa melakukannya? Dan mengapa mereka berusaha menyembunyikan semua ini? Tiba-tiba, suara berdesir terdengar dari belakang mereka. Zhen berbalik, hanya untuk melihat Ling Kai berdiri di ambang pintu, matanya penuh dengan kebencian. "Apakah kalian benar-benar ingin tahu apa yang sedang terjadi, Zhen?" tanya Ling Kai dengan senyuman dingin. "Ada hal-hal yang lebih baik kamu tidak tahu."Zhen melangkah keluar dari Kota Kabut Hitam, meninggalkan jejak perjalanannya yang penuh dengan pertempuran dan pengalaman berharga. Dengan poin kontribusi yang ia kumpulkan, ia telah mendapatkan berbagai sumber daya yang memperkuat kemampuan alkemis dan kultivasinya. Namun, perjalanan ini belum berakhir—justru semakin mendekati puncaknya.Langit Ketiga masih menyimpan banyak misteri. Kota-kota besar, sekte-sekte kuno, dan kekuatan tersembunyi yang belum pernah ia temui menantinya. Namun, satu hal yang paling menarik perhatiannya adalah Kota Suci Alkemis, tempat para alkemis terbaik berkumpul dan tempat legenda tentang Pil Keabadian berasal.Bersama Bai Yue, yang kini selalu berada di sisinya, Zhen menatap cakrawala yang luas.> Bai Yue: "Langit Ketiga begitu luas… Apakah kau siap menaklukkannya?"Zhen (tersenyum tipis): "Aku harus. Tidak ada jalan mundur."---Sementara itu, di dalam Kota Suci Alkemis, para tetua agung sedang membahas peristiwa besar yang akan datang. Ramalan Surgawi
Di bawah sinar bulan yang pucat, Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling berdiri dalam kepungan bandit. Sekitar dua puluh orang bersenjata mengepung mereka, dengan Bai Tu—pemimpin mereka—berdiri di tengah, menatap Zhen dengan tatapan penuh rasa percaya diri.> Bai Tu (tertawa kecil): "Aku sudah lama mendengar namamu, Zhen. Kau benar-benar bodoh telah datang ke tempat ini tanpa persiapan."Zhen tetap tenang, memegang Pedang Petir Surgawi dengan erat.> Zhen: "Kau yakin aku tidak datang dengan persiapan?"Bai Tu menyeringai, lalu melambaikan tangannya.> Bai Tu: "Hancurkan mereka!"Para bandit langsung melompat ke depan dengan senjata terangkat.Zhen mengaktifkan Teknik Langkah Petir, tubuhnya berubah menjadi kilatan cahaya biru. Dalam sekejap, ia muncul di belakang salah satu bandit dan menebasnya dengan cepat.Srekk!Darah menyembur saat salah satu bandit jatuh tanpa sempat menyadari apa yang terjadi.> Wen Ling (melompat mundur): "Mereka bukan lawan sembarangan!"Bai Yue mengangkat tangannya, me
Angin pagi bertiup lembut saat Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling berjalan melewati gerbang sekte, memulai perjalanan mereka menuju Lembah Hitam.Lembah Hitam terletak ratusan kilometer dari Sekte Langit Ketiga, di perbatasan wilayah yang dikuasai oleh kelompok bandit terkenal—Serigala Hitam.> Bai Yue (menatap peta): "Jika kita terus berjalan tanpa henti, kita bisa mencapai lembah dalam dua hari."Zhen mengangguk.> Zhen: "Kita tidak tahu seberapa kuat bandit-bandit di sana. Kita harus tetap waspada."Wen Ling tampak sedikit gelisah.> Wen Ling: "Aku mendengar rumor bahwa pemimpin mereka, Bai Tu, dulunya adalah seorang murid dari sekte besar, tapi diusir karena membunuh rekan-rekannya sendiri."Zhen mengangkat alis.> Zhen: "Kalau benar begitu, berarti dia bukan musuh sembarangan."Bai Yue menghela napas.> Bai Yue: "Kita akan mengetahuinya begitu sampai di sana."Tanpa membuang waktu, mereka melanjutkan perjalanan.---Di tengah perjalanan, mereka harus melewati sebuah wilayah bernama Huta
Langit di atas Kota Kabut Hitam masih dipenuhi sisa-sisa energi pertempuran. Puing-puing bangunan berserakan, dan beberapa tempat masih dipenuhi asap hitam. Namun, meskipun kota ini baru saja mengalami serangan besar, mereka berhasil bertahan.Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling berdiri di tengah reruntuhan, napas mereka masih terengah-engah setelah pertarungan sengit melawan Mo Jian.> Wen Ling (menghela napas): "Dia berhasil kabur... tapi setidaknya kita sudah menghancurkan pasukan iblisnya."Zhen tidak menjawab. Tatapannya masih tajam menatap titik di mana Mo Jian menghilang. Perasaan tidak enak menyelimuti hatinya.> Zhen (dalam hati): "Orang sepertinya tidak akan menyerah begitu saja. Ini pasti belum selesai..."Suara langkah kaki mendekat.Dari sudut jalan, pasukan penjaga kota yang tersisa mulai berdatangan. Salah satu dari mereka adalah seorang pria paruh baya dengan jubah berwarna hitam dan lambang Kota Kabut Hitam di dadanya.> Pria itu: "Aku Jenderal Hu Wei. Siapa kalian? Dan bagai
Kota Kabut Hitam masih bergema dengan suara pertempuran. Api berkobar di beberapa sudut, dan mayat-mayat berserakan di jalanan. Paviliun Iblis Merah telah membawa kehancuran besar, dan sekarang Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling harus menghadapi pemimpinnya—Mo Jian.Mo Jian berdiri dengan santai di tengah reruntuhan, jubah ungunya berkibar ditiup angin malam. Tatapannya dingin, tetapi senyum di wajahnya menunjukkan rasa percaya diri yang tak tergoyahkan.> Mo Jian: "Kalian benar-benar berani melawanku? Bahkan tiga orang pun tidak cukup untuk menjatuhkanku."SWOOSH!Tiba-tiba, Bai Yue menghilang dari pandangan! Dalam sekejap, ia sudah muncul di belakang Mo Jian, pedangnya meluncur dengan kecepatan luar biasa!> Bai Yue: "Tebasan Langit Es!"ZRAAAAK!Sebuah gelombang energi es menerjang tubuh Mo Jian, membekukan udara di sekitarnya. Jalanan di bawah kaki mereka berubah menjadi lapisan es, dan suhu turun drastis.Namun, Mo Jian hanya terkekeh.> Mo Jian: "Menarik... tapi tidak cukup."CRACK!Ia
Zhen, Wen Ling, dan Shen Lao akhirnya meninggalkan reruntuhan Lembah Kegelapan. Mereka melintasi jalur berbatu yang dipenuhi kabut tebal, menuju kembali ke Kota Kabut Hitam. Akar Roh Suci kini berada di tangan Zhen, dan ia tahu bahwa benda ini bisa menjadi harapan terakhir kota yang hampir hancur karena kutukan Bai Yun.> Zhen (dalam hati): "Semoga kita tidak terlambat..."Namun, saat mereka mendekati gerbang kota, mereka dikejutkan oleh pemandangan yang mengerikan. Darah menggenang di jalanan, mayat-mayat para penjaga berserakan di tanah, dan bangunan utama kota tampak terbakar.> Wen Ling: "Tidak… apa yang terjadi di sini?! Baru beberapa hari kita pergi, tapi kota ini sudah jadi seperti neraka!"Shen Lao menghela napas panjang, tatapannya kelam.> Shen Lao: "Sepertinya kita sudah kedatangan tamu tak diundang..."Di tengah kota yang hancur, terlihat sekelompok orang berbaju hitam dengan lambang mata merah di dada mereka. Mereka berdiri di tengah jalan, mengelilingi seorang pria tua y