Zhen terdiam, matanya tidak lepas dari Ling Kai yang berdiri di ambang pintu. Suasana di ruang itu terasa berat, seolah-olah setiap detak jantungnya bergema di udara yang penuh ketegangan. Ling Kai memandangnya dengan tatapan yang sulit dibaca, seolah tahu apa yang Zhen temukan, tapi tidak menunjukkan rasa khawatir sedikit pun.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ling Kai dengan suara rendah namun tegas. Zhen tidak bergerak. Di dalam hatinya, berbagai pertanyaan berputar. Mengapa Ling Kai ada di sini? Apakah dia tahu tentang ramalan itu? Atau apakah dia sudah mempersiapkan sesuatu yang lebih buruk? "Apa yang kamu sembunyikan?" Zhen akhirnya bertanya dengan suara berani, meski di dalam dirinya ada rasa cemas yang tak bisa dihindari. Ling Kai hanya tersenyum, senyuman tipis yang penuh arti. "Aku bukan orang yang terburu-buru, Zhen. Aku tahu kamu pintar, tapi ada hal-hal yang lebih besar daripada sekadar kekuatanmu yang luar biasa. Dan kamu tidak tahu siapa yang sebenarnya mengendalikan semua ini." Zhen merasakan ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar percakapan ini. Kekuatan apakah yang dimiliki Ling Kai? Mengapa dia tahu lebih banyak daripada yang Zhen kira? "Kamu tahu kan, Zhen," lanjut Ling Kai, "dalam dunia ini, bukan hanya kekuatan yang menentukan siapa yang menang. Tapi siapa yang bisa mengendalikan aliran kekuatan itu." Zhen menatapnya tajam. "Apa maksudmu?" Ling Kai berjalan mendekat, matanya tidak lepas dari Zhen. "Kamu telah terpilih, Zhen. Tapi kamu masih belum mengerti apa artinya itu. Rahasia yang ada dalam tubuhmu bukan hanya tentang tujuh elemen yang kamu kuasai. Itu adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar—sesuatu yang bisa mengubah nasib klan ini dan dunia." Zhen merasa darahnya berdesir mendengar kata-kata itu. Apa yang dimaksud dengan "sesuatu yang lebih besar"? Apa yang akan terjadi jika rahasia itu terungkap? "Kamu terlalu bersemangat untuk menjadi yang terbaik," kata Ling Kai sambil tersenyum, "tapi apa yang kamu temukan di sini bukan hanya soal kemenangan, Zhen. Itu soal keseimbangan—keseimbangan antara kekuatan dan kehancuran." Zhen merasa ada sesuatu yang besar yang sedang dia hadapi, tetapi dia tidak tahu apa itu. Apa yang sebenarnya Ling Kai rencanakan? --- Pagi harinya, Zhen memutuskan untuk kembali ke tempat latihan. Ia butuh waktu untuk menenangkan pikirannya. Namun, dia tahu satu hal pasti—Ling Kai bukan orang yang bisa dipandang remeh. Ada sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya yang Zhen harus ungkap. Dia tidak bisa membiarkan rahasia itu menguasainya. Namun, ketika dia berjalan menuju area latihan, dia melihat Ling Jun berdiri di sana, matanya penuh dengan kebencian. "Kamu pikir kamu bisa mengendalikan semuanya, Zhen?" ujarnya dengan nada penuh ejekan. "Kamu hanya melihat sedikit kekuatan, dan sekarang kamu ingin mengubah dunia? Jangan terlalu sombong." Zhen mengangkat alisnya. "Apa masalahmu, Jun? Kenapa kamu begitu benci dengan aku?" Ling Jun tersenyum sinis. "Karena kamu lebih dari sekadar anak yang memiliki bakat luar biasa. Kamu adalah ancaman bagi semua orang yang ingin mengendalikan klan ini. Dan aku akan memastikan itu tidak terjadi." "Ancaman?" Zhen tertawa pendek. "Aku hanya berusaha mengendalikan kekuatanku. Kalau itu membuatmu takut, itu masalahmu." Ling Jun melangkah lebih dekat, suaranya kini lebih rendah. "Kekuatanmu mungkin besar, Zhen. Tapi ada harga yang harus dibayar. Dan aku akan melihat sejauh mana kamu bisa bertahan sebelum semua itu menghancurkanmu." Zhen memandangnya dengan tajam. Ada ancaman di balik kata-kata itu. Dia tahu, selain Ling Kai, Ling Jun juga tidak akan duduk diam jika dia terus berkembang. Semua ini semakin jelas—ada banyak orang dalam klan ini yang iri dengan bakatnya dan tak ingin dia menjadi yang terkuat. --- Pada malam hari, Zhen menemui Ying dan Xian di tempat yang biasa mereka gunakan untuk berbicara rahasia. Di sana, mereka merencanakan langkah berikutnya untuk mengungkap kebenaran tentang Ling Kai dan Ling Jun, serta apa yang mereka rencanakan untuk klan ini. "Aku mendengar lebih banyak desas-desus tentang Ling Kai," kata Ying. "Orang-orang mengatakan dia memiliki hubungan dengan beberapa klan besar yang tidak ingin kita tahu. Mereka mungkin berusaha menguasai klan ini." Zhen mengangguk. "Aku merasa dia tahu lebih banyak tentang kekuatanku daripada yang aku tahu. Ada sesuatu yang sangat mencurigakan tentangnya. Dan Jun—dia jelas punya agenda sendiri." Xian mengernyit. "Apa yang akan kita lakukan, Zhen? Kita tidak bisa membiarkan mereka begitu saja merusak klan ini." Zhen menarik napas panjang. "Aku harus melangkah lebih jauh. Aku harus mengetahui apa yang mereka rencanakan, dan apakah mereka benar-benar berbahaya bagi kita." Malam itu, Zhen memutuskan untuk mengintip lebih dalam ke dalam kehidupan pribadi Ling Kai. Dia harus tahu apa yang dia sembunyikan, meskipun itu berarti mempertaruhkan lebih banyak lagi.Zhen melangkah keluar dari Kota Kabut Hitam, meninggalkan jejak perjalanannya yang penuh dengan pertempuran dan pengalaman berharga. Dengan poin kontribusi yang ia kumpulkan, ia telah mendapatkan berbagai sumber daya yang memperkuat kemampuan alkemis dan kultivasinya. Namun, perjalanan ini belum berakhir—justru semakin mendekati puncaknya.Langit Ketiga masih menyimpan banyak misteri. Kota-kota besar, sekte-sekte kuno, dan kekuatan tersembunyi yang belum pernah ia temui menantinya. Namun, satu hal yang paling menarik perhatiannya adalah Kota Suci Alkemis, tempat para alkemis terbaik berkumpul dan tempat legenda tentang Pil Keabadian berasal.Bersama Bai Yue, yang kini selalu berada di sisinya, Zhen menatap cakrawala yang luas.> Bai Yue: "Langit Ketiga begitu luas… Apakah kau siap menaklukkannya?"Zhen (tersenyum tipis): "Aku harus. Tidak ada jalan mundur."---Sementara itu, di dalam Kota Suci Alkemis, para tetua agung sedang membahas peristiwa besar yang akan datang. Ramalan Surgawi
Di bawah sinar bulan yang pucat, Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling berdiri dalam kepungan bandit. Sekitar dua puluh orang bersenjata mengepung mereka, dengan Bai Tu—pemimpin mereka—berdiri di tengah, menatap Zhen dengan tatapan penuh rasa percaya diri.> Bai Tu (tertawa kecil): "Aku sudah lama mendengar namamu, Zhen. Kau benar-benar bodoh telah datang ke tempat ini tanpa persiapan."Zhen tetap tenang, memegang Pedang Petir Surgawi dengan erat.> Zhen: "Kau yakin aku tidak datang dengan persiapan?"Bai Tu menyeringai, lalu melambaikan tangannya.> Bai Tu: "Hancurkan mereka!"Para bandit langsung melompat ke depan dengan senjata terangkat.Zhen mengaktifkan Teknik Langkah Petir, tubuhnya berubah menjadi kilatan cahaya biru. Dalam sekejap, ia muncul di belakang salah satu bandit dan menebasnya dengan cepat.Srekk!Darah menyembur saat salah satu bandit jatuh tanpa sempat menyadari apa yang terjadi.> Wen Ling (melompat mundur): "Mereka bukan lawan sembarangan!"Bai Yue mengangkat tangannya, me
Angin pagi bertiup lembut saat Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling berjalan melewati gerbang sekte, memulai perjalanan mereka menuju Lembah Hitam.Lembah Hitam terletak ratusan kilometer dari Sekte Langit Ketiga, di perbatasan wilayah yang dikuasai oleh kelompok bandit terkenal—Serigala Hitam.> Bai Yue (menatap peta): "Jika kita terus berjalan tanpa henti, kita bisa mencapai lembah dalam dua hari."Zhen mengangguk.> Zhen: "Kita tidak tahu seberapa kuat bandit-bandit di sana. Kita harus tetap waspada."Wen Ling tampak sedikit gelisah.> Wen Ling: "Aku mendengar rumor bahwa pemimpin mereka, Bai Tu, dulunya adalah seorang murid dari sekte besar, tapi diusir karena membunuh rekan-rekannya sendiri."Zhen mengangkat alis.> Zhen: "Kalau benar begitu, berarti dia bukan musuh sembarangan."Bai Yue menghela napas.> Bai Yue: "Kita akan mengetahuinya begitu sampai di sana."Tanpa membuang waktu, mereka melanjutkan perjalanan.---Di tengah perjalanan, mereka harus melewati sebuah wilayah bernama Huta
Langit di atas Kota Kabut Hitam masih dipenuhi sisa-sisa energi pertempuran. Puing-puing bangunan berserakan, dan beberapa tempat masih dipenuhi asap hitam. Namun, meskipun kota ini baru saja mengalami serangan besar, mereka berhasil bertahan.Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling berdiri di tengah reruntuhan, napas mereka masih terengah-engah setelah pertarungan sengit melawan Mo Jian.> Wen Ling (menghela napas): "Dia berhasil kabur... tapi setidaknya kita sudah menghancurkan pasukan iblisnya."Zhen tidak menjawab. Tatapannya masih tajam menatap titik di mana Mo Jian menghilang. Perasaan tidak enak menyelimuti hatinya.> Zhen (dalam hati): "Orang sepertinya tidak akan menyerah begitu saja. Ini pasti belum selesai..."Suara langkah kaki mendekat.Dari sudut jalan, pasukan penjaga kota yang tersisa mulai berdatangan. Salah satu dari mereka adalah seorang pria paruh baya dengan jubah berwarna hitam dan lambang Kota Kabut Hitam di dadanya.> Pria itu: "Aku Jenderal Hu Wei. Siapa kalian? Dan bagai
Kota Kabut Hitam masih bergema dengan suara pertempuran. Api berkobar di beberapa sudut, dan mayat-mayat berserakan di jalanan. Paviliun Iblis Merah telah membawa kehancuran besar, dan sekarang Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling harus menghadapi pemimpinnya—Mo Jian.Mo Jian berdiri dengan santai di tengah reruntuhan, jubah ungunya berkibar ditiup angin malam. Tatapannya dingin, tetapi senyum di wajahnya menunjukkan rasa percaya diri yang tak tergoyahkan.> Mo Jian: "Kalian benar-benar berani melawanku? Bahkan tiga orang pun tidak cukup untuk menjatuhkanku."SWOOSH!Tiba-tiba, Bai Yue menghilang dari pandangan! Dalam sekejap, ia sudah muncul di belakang Mo Jian, pedangnya meluncur dengan kecepatan luar biasa!> Bai Yue: "Tebasan Langit Es!"ZRAAAAK!Sebuah gelombang energi es menerjang tubuh Mo Jian, membekukan udara di sekitarnya. Jalanan di bawah kaki mereka berubah menjadi lapisan es, dan suhu turun drastis.Namun, Mo Jian hanya terkekeh.> Mo Jian: "Menarik... tapi tidak cukup."CRACK!Ia
Zhen, Wen Ling, dan Shen Lao akhirnya meninggalkan reruntuhan Lembah Kegelapan. Mereka melintasi jalur berbatu yang dipenuhi kabut tebal, menuju kembali ke Kota Kabut Hitam. Akar Roh Suci kini berada di tangan Zhen, dan ia tahu bahwa benda ini bisa menjadi harapan terakhir kota yang hampir hancur karena kutukan Bai Yun.> Zhen (dalam hati): "Semoga kita tidak terlambat..."Namun, saat mereka mendekati gerbang kota, mereka dikejutkan oleh pemandangan yang mengerikan. Darah menggenang di jalanan, mayat-mayat para penjaga berserakan di tanah, dan bangunan utama kota tampak terbakar.> Wen Ling: "Tidak… apa yang terjadi di sini?! Baru beberapa hari kita pergi, tapi kota ini sudah jadi seperti neraka!"Shen Lao menghela napas panjang, tatapannya kelam.> Shen Lao: "Sepertinya kita sudah kedatangan tamu tak diundang..."Di tengah kota yang hancur, terlihat sekelompok orang berbaju hitam dengan lambang mata merah di dada mereka. Mereka berdiri di tengah jalan, mengelilingi seorang pria tua y