Home / Young Adult / Alvaro Sang Genus / Bab 5. Bukan Siapa-siapa

Share

Bab 5. Bukan Siapa-siapa

Author: Whieta Dy
last update Last Updated: 2022-01-22 20:40:00

Buukk

Sebuah tendangan telak mengenai rahang Alvaro. Lelaki itu mendengus. Antara gengsi dan kekaguman menguar di dirinya karena tendangan bertubi itu datang dari seorang gadis. Davira Friska Gauri, gadis itu memperkenalkan diri sebelum sparring dimulai. Ia menjadi lawan yang tangguh. 

Buukk

Kali ini tulang keringnya yang menjadi sasaran empuk pukulan gadis itu. Sialan. Makinya dalam hati. Alvaro mulai kesal. Ia benci terlihat lemah apalagi di hadapan seorang perempuan. Davira sangat gesit dan saat bergerak kaki indahnya seolah tak menapak lantai. Alvaro semakin geram mengingat betapa cantiknya lawan sparring-nya ini. Gadis itu tersenyum miring. Ia seperti sengaja mempermainkan Alvaro. Meminta lelaki itu menyerang tapi tiba-tiba berkelit dengan mudah. 

Sreeett.

Pukulan Davira hampir saja mengenai kepala Alvaro andai lelaki itu tidak sigap menutupi kepalanya dengan tangan.

“Perhatikan kakimu, perhatikan sikumu!” teriak Haldis pada Alvaro berkali-kali. Pria itu adalah pelatih mereka di kelas bela diri. Meski demikian, wajah Haldis lebih menyerupai psikopat dari pada seolah pelatih. 

Alvaro menatap leher Davira yang terbuka dan mengarahkan tinjunya secepat kilat. Tak disangka tiba-tiba Davira berkelit, berputar 360 derajat, setengah melompat gadis itu memberi tendangan yang menakjubkan. Sedetik kemudian tubuh Alvaro melayang dan berdebam di lantai beralas matras. Lelaki itu meringis, sementara peluh menetes di dahinya. 

Davira tersenyum simpul lalu membungkuk ke arahnya, menawarkan satu tangannya untuk menarik tubuh lelaki itu. Alvaro mendengus tapi mau tidak mau menyambut tangan ramping itu dan berusaha bangkit. Setelah berhasil berdiri, Alvaro membuang muka. Ia malas menatap gadis di hadapannya. 

 Gadis itu mendekatkan bibirnya pada telinga Alvaro.

“Besok temui aku di Lembah Ceruk Batu,” bisik gadis itu hampir tak terdengar.

“Eh, hah?” Alvaro menoleh namun gadis itu sudah berbalik pergi. Alvaro tercenung, lalu ia teringat sesuatu. Iris Alvaro mencari seseorang dan benar saja, Haldis sedang menatapnya tajam. Sepertinya Davira juga mengkhawatirkan tatapan Haldis.

Alvaro ingin berbalik pergi tapi tiba-tiba Haldis berjalan ke arahnya dan berdiri menghadang. Pria itu menatap liar tubuh Alvaro dari rambut hingga ujung kaki lalu menelan ludah. Alvaro bergidik, jijik. “Waktumu tiga bulan lagi. Jika prestasimu di sini terus menurun, maka nasibmu tamat dan aku akan bersenang-senang,” seringai Haldis. 

Alvaro mengepalkan tangan hingga buku jarinya memutih demi menahan gejolak perasaannya. Tapi ia mundur perlahan dan menghindar dari Haldis. Lelaki itu adalah salah satu Ordo yang gila. Ia sudah mendapat banyak peringatan dan tak ingin meladeni pria ini. Karena siapa pun yang salah, Genus tak akan menang. Ia hanyalah remah dalam organisasi ini. Mereka bisa mendapatkan puluhan bahkan ratusan Alvaro yang lebih baik darinya.

Pemuda itu tiba di kamarnya dan meninju dinding dengan keras. Gio, teman sekamarnya memicingkan mata.  

“Hai, bro, kau kenapa?” tanya Gio heran. Ia sudah berganti pakaian.

“Gio, apa kau tahu setelah usia kita 19 tahun, kita akan kemana? Maksudku, kalau kita dianggap tidak berprestasi, apa yang akan terjadi dengan kita?” Alvaro justru balik bertanya. 

Gio mengangkat bahu, “Entahlah, aku hanya yakin kalau aku akan menjadi Familia. Kalau tidak, toh aku akan dideportasi ke tempat lain. Bukankah begitu informasi dari Metira Jovanka?”

“Memang ada berapa divisi organisasi ini? Selain kita yang berada di Panti Asuhan RB ini, di mana Genus yang lain?”

“Hai, Bro, kita ini organisasi tertutup. Sindikat penculikan anak. Informasi apa yang kau harapkan dari semua ini? Bahkan setingkat Ordo pun, aku ragu mereka punya informasi lengkap tentang organisasi ini,” jelas Gio tak peduli.

Alvaro menggeletukkan giginya. Ia tak suka mendengar kebenaran ini.

“Lagi pula, ingat, Bro, kita bu-kan siapa-siapa,” tegas Gio. Lalu lelaki itu pergi meninggalkannya untuk ke kamar mandi. 

Alvaro menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Menghembuskan napas dengan kasar. Entah kenapa ia sangat membenci frasa itu.

Kita bu-kan siapa-siapa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Alvaro Sang Genus   Bab 72. Bertemu Gio Kembali

    Alvaro berbaring di samping Davira. Mereka bertatapan, tersenyum canggung. Jemarinya mengelus pipi halus Davira. “Maaf, aku tak menanyakan kesiapanmu. Ini menjadi tak seromantis yang diinginkan oleh setiap wanita.” sesal Alvaro. “Apa yang diinginkan oleh setiap wanita?” Davira tersenyum. “Aku tahu hari itu akan tiba. Hari di mana aku menjadi istri sesungguhnya. Aku sudah cukup siap.” “Kau membuatnya menjadi seperti melakukan kewajiban saja. Aku suami yang buruk.” Alvaro megerang. Elusannya di pipi Davira terhenti.” “Tidak, bukan begitu. Itu sangat luar biasa, sungguh.” Davira meremas tangan Alvaro, cemas oleh kekecewaan yang tergurat di wajah kekasihnya. “Meski rasanya aneh karena kita sangat terburu-buru. Tiba-tiba saja aku menjadi berbeda dan ada sesuatu yang menggelegak di tubuhku dan menuntut untuk dipenuhi.” Ucapan itu membuat Alvaro tersentak. Ia pun memikirkan hal yang sama. “Kau benar, Vira. Aku menjadi sangat bergairah sejak memasuki ka

  • Alvaro Sang Genus   Bab 71. Si Muka Dua

    Alvaro dan Davira tak pernah menyangka bahwa di Rumah Berwarna ada kamar seluas dan seindah itu. Lantainya mengkilat dan separuhnya ditutupi dengan karpet empuk dan tebal berwarna hijau mint. Ranjang di tengah ruangan berukuran king ditutupi seprei lembut dan wangi. Di dalamnya terdapat kamar mandi dengan bath up yang besar. “Aku tak percaya bahwa kita masih menginjakkan kaki di RB. Ini sangat kontras dengan seluruh ruangan di RB yang kaku dan hanya berwarna silver,” ucap Davira meraba furniture dan seprei dengan hati-hati. “Kau salah. Seharusnya justru kamar ini representasi dari RB. RB itu artinya rumah berwarna. Tapi kenyataannya, tak ada warna dalam kehidupan RB. Kita tak dibiarkan memilih ‘warna’ kita sendiri.” Alvaro bersungut-sungut. Mengerjapkan mata, Davira tersadar Alvaro masih kesal. Sebuah kulkas berwarna merah elegan menarik perhatiannya. Ia menuju ke sana, membuka pintunya dan melongok isinya. Sebotol air dingin, sirup lemon dan bua

  • Alvaro Sang Genus   Bab 70. Negosiasi

    Perempuan itu sedang menatap layar laptopnya saat Alvaro dan Davira menyerbu masuk ke ruangan kerjanya. Di belakangnya, petugas keamanan tergesa mengikuti. “Maaf Metira, saya sudah menahan mereka tapi mereka memaksa masuk,” ucap petugas itu khawatir. Sebagai jawaban, Metira menggeleng dan memberi isyarat agar petugas itu pergi. “Hai, kalian rindu padaku? Terima kasih akhirnya kalian mau mendatangi ibu kalian ini,” sindirnya. Senyum sinis terukir di bibirnya. “Tak perlu basa-basi. Kembalikan gadis itu. Kau menginginkanku. Bukan dia,” sergah Davira, kesal. “Aku menginginkanmu?” Metira mengangkat alisnya. “Yang tepat adalah, aku menginginkan kalian. Kau dan terutama Alvaro.” “Aku tahu. Kau butuh darahku dan ketangguhan Davira,” timpal Alvaro tanpa menyembunyikan kekesalannya. “Ya.” Metira menjetikkan jari. “Jika kemurnian darah Alvaro bisa didapat dengan keturunan, maka aku mau kalian punya anak. Generasi yan

  • Alvaro Sang Genus   Bab 69. Siluet Masa Lalu

    Davira memerhatikan garis pembatas putih di jalan raya. Ia tak bicara sepatah kata pun selama di mobil. Saat mengisi bahan bakar, Alvaro mampir ke mini market dan membelikan air mineral dingin untuknya. Davira menerimanya dalam diam tapi kemudian ia sadar, Alvaro mengkhawatirkan dirinya. “Hai, apa kau pikir reaksiku tadi berlebihan?” tanyanya sedikit malu. Alvaro menatapnya lembut. “Aku tahu. Tak apa. Kau panik. Kau tak suka dengan seseorang yang terlalu banyak bicara apalagi itu mengenai sesuatu tentangmu.” Davira mengangkat kepalanya. “Selama sembilan belas tahun aku bertanya-tanya, apa di luar sana aku memiliki keluarga? Seperti apa mereka? apakah rambutnya selurus rambutku dan bola matanya coklat sepertiku? Dan apa yang ia katakan tadi ….” Napas Davira tercekat.“Adalah jawaban yang selama ini aku cari. Aku tak siap. Fakta tentang saudara kembarnya yang hilang saat berumur tiga tahun dan itu adalah usia saat aku diculik. Warna biru itu ….” Ia

  • Alvaro Sang Genus   Bab 68. Keyakinan Geisha

    Apa yang akan dilakukan seseorang ketika bertemu dengan orang yang begitu mirip dengannya? Apakah ia akan antusias bertanya berasal dari mana ia? Siapa namanya? Mengapa mereka bisa memiliki tekstur rambut dan gigi yang sama seolah Tuhan menuangkan mereka pada cetakan yang sama? Alih-alih melemparkan semua pertanyaan itu, Davira justru duduk menatap perempuan di depannya dengan senyuman kaku. Meski ia mengenal dirinya seorang yang cukup mudah bergaul. Dulu, dulu sekali, kemampuannya itu ia gunakan untuk mendapatkan Spesies dengan mudah. Itu sebabnya Metira bangga padanya. Mengingatnya justru memperburuk keadaan. Perasaan aneh yang karib tadi hadir semakin kuat. “Aku Davira. Maaf ya, aku biasanya tak secanggung ini terhadap orang baru. Tapi kita benar-benar mirip … meski kuakui kau lebih lembut atau feminin? Ah semacam itu.” Davira berusaha mencairkan suasana dan tertawa. Geisha ikut tertawa lirih. “Tapi lekuk tubuhmu lebih feminin. Kau pasti seo

  • Alvaro Sang Genus   Bab 67. Doppelganger?

    “Hai, sudah berapa lama kau temukan kafe ini? Minumannya enak.” Davira menyeruput es kopinya dengan nikmat. “Aku baru sekali ke sini. Dean yang mengajakku,” jawab Alvaro. Tubuhnya condong ke depan dan lagi-lagi ia melirik meja bar.“Kulihat kau gelisah dari tadi. Kenapa, Al?” Alis Davira terangkat, menyentuh jemari Alvaro. Lelaki itu sudah dari setengah jam yang lalu terus-menerus menatap ke sekeliling mereka. Bahkan pelayan yang menyajikan pesanan mereka tadi, Alvaro tatap berkali-kali. Alvaro meringis, menggeleng pelan. “Nggak. Nggak ada masalah,” jawabnya kikuk. Dielusnya jemari Davira yang berada di atas meja untuk meyakinkan perempuan itu, sementara pupilnya tetap bergerak-gerak gelisah. “Ada yang kau tunggu, Al? Dean?” “Nggak. Sudahlah, aku ke toilet dulu, ya.” Alvaro buru-buru berdiri, menghindar dari pertanyaan Davira dengan melangkah cepat, meninggalkan perempuan itu. Davira menggigit-gigit sedotan minumannya. Aura kegelisaha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status