MasukAmira Cross’ brother is suffering from an ancient curse that's driving him mad, so she enrolls in Madland the magic academy, under the name of Alice Abbott, searching for a cure. Upon arrival, Amira meets a vampire professor who takes her under his wing. But as Amira delves deeper into the academy's secrets, she realizes that not everything is as it seems. Strange occurrences, eerie whispers, and a growing sense of dread follow her every step. Amira finds herself caught in a web of dark secrets and forbidden desires. With each passing moment, the lines between right and wrong become blurred, leaving her questioning everything she knows about herself and the academy, and if her vampire mentor is really her protector or if he has a sinister agenda of his own. Will Amira find the cure she seeks, or will she become trapped in the darkness of the academy's secrets? Discover the truth in this gripping tale of magic, love, madness, and the pursuit of knowledge.
Lihat lebih banyak“Hari ini aku harus menemui dokter.”
Alisya menatap suaminya, Pandu Wardana menghentikan makannya dan menatap wanita itu datar. “Aku harus bekerja.” Tentu saja apa yang bisa Alisya harapkan Pandu mengantarnya ke dokter? Dia pasti sudah gila. Pernikahan mereka bukan pernikahan atas dasar cinta pada umumnya. Alisya memang mencintai Pandu, bahkan sangat mengagumi laki-laki itu, mereka dulu adalah rekan kerja yang kompak hingga petaka itu terjadi. Alisya yang waktu itu sedang bingung kemana harus mencari uang untuk pengobatan ibunya, menyebrang jalan begitu saja. Ia tak melihat kendaraan yang dikemudikan Pandu dengan kencang. Kecelakaan itu membuatnya harus duduk di kursi roda karena kakinya sama sekali tak mampu menompang tubuhnya. Berhari-hari Alisya menyesali kecerobohannya, apalagi tak lagi punya uang untuk pengobatan ibunya. Di saat itulah kedatangan Pandu dan ayahnya seperti secercah harapan untuknya. Mungkin Tuhan memang mengujinya dengan kaki yang lumpuh. Tapi dibalik itu semua Tuhan mengabulkan dua do’anya yaitu menjadikan Pandu suaminya dan memberikan biaya pengobatan ibunya melalui mereka. Alisya merasa menjadi wanita yang paling bahagia di dunia, dia mendapatkan apa yang diinginkan pada waktu yang bersamaan. Awalnya... Kini dua tahun telah berlalu tapi hubungannya dengan Pandu bahkan lebih parah dari sebelumnya. Mereka seperti dua orang asing dalam satu rumah, tepatnya Pandu yang bersikap seperti itu, dan itu menyiksa Alisya. “Ehm... aku tahu... aku hanya minta izin.” Alisya meremas tangannya dengan gugup, seharusnya dia memang tidak perlu mengatakan ini semua, tapi setelah menikah dia bukan wanita bebas yang bisa kemanapun tanpa izin sang suami, meski dia tahu suaminya tak akan peduli. “Kamu bisa pergi kemanapun yang kamu inginkan asal tidak kabur dari rumah ini.” Pandu mendorong piringnya dan menatap Alisya yang tertunduk sejenak. “Bu Titin!” panggil Pandu pada wanita yang dia tugaskan untuk mengatur keperluan di rumah ini. Wanita bertubuh sedang itu mendekat dengan sigap. “Iya Tuan.” “Minta salah satu orang untuk mengantarnya ke dokter,” kata Pandu tanpa melirik Alisya yang masih duduk di tempatnya. “Pak Maman yang biasanya mengantar Nyonya ke dokter,” jawab wanita itu menyebut nama salah sopir di rumah ini. “Ck! Minta salah satu gadis itu menemaninya.” Perasaan hangat memenuhi dada Alisya ternyata Pandu masih mempedulikannya. “Dan pastikan dia tidak berbuat ulah.” Bunga yang tadi berkembang di dadanya langsung layu dan durinya menusuk langsung ke jantung, begitu perih. Pandu bahkan tak menoleh lagi pada Alisya, laki-laki itu langsung pergi begitu saja. Memangnya apa lagi yang bisa dia harapkan? Entah ini pertemuan mereka yang keberapa ratus kali Alisya tidak bisa mengingatnya lagi, tapi tetap saja dia merasa tak nyaman berada di sini, ingin sekali dia mencari tempat lain. Andai bisa... “Apa kaki saya bisa sembuh lagi, dok?” Dokter itu diam sejenak. “Saya bukan Tuhan yang bisa memastikan kesembuhan seseorang.” Alisya tersenyum kecil sudah biasa dengan sikap sang dokter yang meski terlihat ramah tapi tak pernah membuatnya yakin benar-benar membantunya. “Saya tahu, tapi saya datang kesini untuk mendapatkan informasi dari anda.” Sang dokter terlihat makin tak nyaman dengan pembicaraan ini. “Saya akan memberikan obat-obatan yang bisa membantu anda,” katanya yang membuat Alisya hanya bisa menghela napas panjang tapi tak bisa memaksa lebih jauh. Sudah satu jam sejak Alisya meninggalkan ruang praktik sang dokter dia bahkan sudah menebus obat di apotik tapi gadis pelayan yang menemaninya tak terlihat dimanapun. Alisya tahu dia bisa saja memilih untuk menghubungi pak Maman dan mengantarnya pulang, tapi tentu saja nanti akan ada drama lain yang tidak dia inginkan. Sudah bukan rahasia lagi kalau di rumah itu bahkan tidak ada orang benar-benar menyukainya, mereka semua beranggapan bahwa kecelakaan itu sengaja dilakukan Alisya untuk menjebak tuan muda mereka, apalagi mereka tahu kalau ibu Alisya sedang sakit keras dan butuh biaya yang sangat besar. Alisya menghubungi ponsel gadis pelayan itu entah untuk keberapa kali tapi belum ada jawaban juga. Saat menutup ponselnya dia melihat gadis itu berjalan ke arahnya. “Kamu dari mana? Kenapa tidak menjawab ponselmu?” Gadis itu menatap Alisya tak acuh hanya mengangkat tangannya yang penuh dengan barang belanjaan. “Aku hanya membeli ini apa susahnya sih menunggu sebentar!” Alisya sedikit terkejut dengan keberanian gadis ini membentaknya. “Seharusnya kamu bilang kalau kamu mau belanja, maaf kalau aku sudah merepotkanmu.” kata Alisya dengan raut bersalah, sungguh dia tidak suka merepotkan orang lain. *** Gadis pelayan menatap Alisya sejenak seolah bimbang saat akan turun dari mobil, tapi lalu dia memutuskan turun begitu saja tanpa membantu Alisya. “Biar saya bantu, Nya.” Alisya hanya bisa tersenyum pasrah, dia memang butuh bantuan untuk berpindah dari mobil ke kursi rodanya, kakinya benar-benar seperti jeli tak bisa bergerak sama sekali, kadang dia sangat kesal kenapa kakinya sekian lama sama sekali tidak bisa diajak kompromi. Dia ingin sembuh dan ingin berjalan dengan kedua kakinya lagi. Kadang dia merasa iri pada orang-orang yang bisa joging di pagi hari atau sekedar sibuk wara-wiri. “Apa perlu saya bantu ke dalam, Nya?” tanya pak Maman Alisya menggeleng dan menggumamkan terima kasih sebelum menggulirkan roda kursinya ke dalam rumah, dia memang wanita cacat tapi dia tidak suka dikasihani. “Kamu baru pulang?” suara itu membuat Alisya berhenti menggulirkan roda kursinya dan menatap laki-laki yang menjadi suaminya itu dengan seksama. Kok tumben sudah pulang? “Sebaiknya kamu masuk ada yang ingin aku perkenalkan padamu.” Pandu Wardhana langsung berbalik setelah mengatakan itu tak ada keinginan untuk membantu sang istri mendorong kursi rodanya. Itu sudah biasa memang, tapi Alisya yakin suatu hari dia akan bisa meraih hati suaminya, dia punya cinta yang tulus untuk laki-laki itu dan selama ini meski kakinya lumpuh dia sudah berusaha menjadi istri yang baik. Kecuali... urusan ranjang. Alisya menggulirkan lagi Roda kursinya, kali ini dengan lebih pelan entah kenapa ada perasaan tak enak yang merambati hatinya. Dan benar saja dari ruang tengah terdengar suara suaminya sedang bercanda ... bersama seorang wanita. Posisi mereka yang membelakanginya membuat Alisya tak tahu siapa wanita itu tapi dari bahasa tubuh mereka, keduanya sangat akrab. Dua tahun pernikahan mereka, suaminya bahkan tidak pernah menganggapnya ada, pria itu memang tidak bersikap kasar padanya bahkan cenderung... tidak peduli, dan bagi Alisya itu lebih menyakitkan. “Siapa dia, Mas?” tanya Alisya dengan suara bergetar. “Ah kemarilah aku akan memperkenalkan kalian.” Pria itu berdiri dan untuk pertama kalinya meraih kursi roda Alisya dan mendorongnya pelan. “Dia wanita yang aku cintai dan kami akan segera menikah, tapi jangan khawatir aku tidak akan menceraikanmu.” Alisya langsung menoleh kaget pada Pandu di belakangnya, dia seolah tak mempercayai telinganya. Firasatnya benar. Pengorbanannya selama ini sepertinya sia-sia. “Kamu bercanda, kan?” tuntut Alisya. “Kamu tahu aku tidak pernah mencintaimu, pernikahan kita karena aku harus bertanggung jawab padamu.”Refleks Alisya menarik kakinya seolah berusaha menyembunyikan kelumpuhannya.
“Nah ini Sekar, Sekar ini Alisya... istri yang aku ceritakan tadi.” Alisya langsung mendongak mendengar nama itu, dan langsung tertegun saat melihat wajah wanita itu. Benar dia Sekar yang itu, Sekar yang sama yang dikenalnya sepuluh tahun yang lalu. Dan sepertinya Sekar juga terkejut melihatnya. Dari sekian banyak wanita yang bisa menjadi selingkuhan Pandu kenapa harus wanita ini?I hesitated for a moment, unsure of how to respond. Sophie is my classmate. I remember seeing her in the class looking at me with concern when professor Darking asked me to be the representative. She looked gentle and good. Yet I thought I got myself in trouble! Taking a deep breath, I nodded and gently stroked the bunny's soft fur. "Yes, it is," I admitted, my voice filled with a mix of guilt and excitement. "I found this bunny in a forbidden area, and I couldn't leave it behind. I've been keeping it as a secret pet." Sophie's eyes widened even more, but instead of expressing surprise or confusion, a smile spread across her face. "That's amazing! I always knew there was something special about you. Can I hold it?" seemed that our shared secret had created a unique bond, an opportunity for us to become closer friends. I smiled at her, appreciating her gentle and compassionate nature. "I trust you, Sophie," I said, my voice filled with gratitude. "Thank you for being so accepting.
"Come on, darling," Mr. Darking said, extending his hand towards the Chronically Delayed Bunny. The bunny hopped onto his palm with a grateful smile. "We should go back to school. They are searching for you everywhere. It's no longer safe to continue our magical trip.""May I bring the bunny?" I asked shyly."Of course, honey," Mr. Darking replied, his voice filled with warmth and reassurance. Mr Darking touched my forhead gently casting e sleeping spell on me. And I felt even dizzier.As we floated down from the teapot saucer, I felt exhaustion wash over me. The adrenaline of the chase had finally caught up, and I couldn't fight off the weariness any longer. Mr. Darking noticed my drooping eyelids and gently lifted me into his arms."You've had quite an adventure, my dear," he whispered softly. "It's time to rest now."He carried me through the enchanting land of tea-induced madness, past the peculiar creatures and the chaos of the chase. As we wa
As I twirled in the magical tea cups with the Chronically Delayed Bunny, the room around us transformed into a whimsical wonderland. The walls contorted and morphed into fantastical shapes, the cupcakes sprouted wings and flapped about like mischievous butterflies, and the tea cups elongated into flying saucers.Giggles erupted from me as I embraced the sheer absurdity of it all. "Bunny, it seems we have stumbled upon a land of tea-induced madness!"The Chronically Delayed Bunny nodded, his eyes sparkling with childlike wonder. "Indeed, dear Amira! This tea has whisked us away to a realm where whimsy reigns supreme!"As we soared through the air on our makeshift saucers, we were joined by an array of peculiar creatures. Mischievous Cheshire cats with wide grins trailed behind us, a flock of winged teapots poured tea on unsuspecting passersby, and a dapper mouse led a parade of dancing playing cards.Unable to resist, I joined the merriment and began to da
"Ladies and gentlemen! I brought you Alice!" Mr. Darking announced, his voice echoing through the room. The black-coated and white-hatted individuals turned their attention towards me, their eyes wide with curiosity. I blinked, feeling a bit overwhelmed by the sudden attention. "Um, hello," I greeted with a sheepish smile. "Nice to meet all of you, I suppose." A man in a black coat with a remarkably long and crooked nose stepped forward, adjusting his hat. "Ah, the elusive Alice! We've been awaiting your arrival for quite some time," he said, his voice nasally and dramatic. "And who might you be?" I asked, trying to keep a straight face but failing miserably. "I am the Notorious Nosedive, the Grand Inquisitor of the Black Coats!" he exclaimed dramatically, striking a pose. I stifled a giggle. "The Notorious Nosedive? Well, that's quite a name you've got there." Meanwhile, a woman in a white hat with a fluffy feather stepped forward, her voice tinged with excitement. "And I am Mis
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.