"Kenzo, adikmu ke mana? Kenapa tidak sekolah? Masih sakit ya?" Kenzo menganggukkan kepalanya tanpa menoleh pada tiga temannya. Mengingat mereka yang mendorong Kenzi dari atas ayunan. "Hemm, kasihan sekali Kenzi. Pasti sakit-sakitan. Suruh siapa dia payah!" seru Dino diikuti tawanya oleh Julian dan Brexson. "Dia kan memang payah, didorong sedikit saja langsung jatuh." Braxson tertawa puas. "Tidak punya Papa lagi!" "Iya. Untuk apa anak tidak punya Papa ditemani. Anak-anak seperti mereka tidak boleh punya teman!" Panas telinga Kenzo mendengar ejekan mereka bertiga yang terus menerus mengatakan kalau Kenzo tidak punya Papa. Namun saat ini Kenzo asik duduk di atas ayunan dan menjilati es krim cokelat miliknya. Dari Mamanya ia belajar mengabaikan apapun yang orang lain katakan. "Heh Kenzo! Kau tuli ya?!" Dino menedang ayunan yang diduduki oleh Kenzo. "Ayo ngomong dong, dasar tidak punya Papa!" Julian memakinya. "Sudah tidak punya Papa, tuli lagi!" Kenzo langsung bangkit dari atas
"Saya sangat kecewa dengan tindakan Anda pada anak saya! Bisa-bisanya mengatakan kalau Kenzo tidak punya seorang Papa! Anda ini seorang guru di sini!" Luapan emosi tak terima menohok hati Madam Ella saat seorang laki-laki tampan, tegas, dan orang penting di Barcelona itu datang ke sekolah untuk memberikannya sebuah ketegasan atas apa yang ia lakukan pada Kenzo. Di sofa biru nampak Alana yang duduk memangku Kenzo yang ketakutan karena Alex meledakkan emosinya pada Madam Ella. "Saya... Saya minta maaf Tuan, saya benar-benar menyesal dengan apa yang saya lakukan pada Kenzo." Madam Ella tertunduk malu di hadapan Alex dan Alana, dan juga kedua orang tua Braxson yang sama-sama ada di sana. "Baik. Saya masih memberikan toleransi atas perlakuan Madam Ella pada putra saya. Satu hal lagi, saya akan mengurus surat pindah sekolah Kenzo dan Kenzi. Saya tidak mau anak saya dibully dengan alasan yang tidak jelas!" cerca Alex meluap-luap. Alana mengusap pelan lengan Alex usaha agar laki-laki itu
"Kenzo tidak mau tahu! Kalian harus dramatis di depan Mommy dan Daddy!" Teriakan keras Kenzo mendominasi ruang tamu rumahnya di mana Benigno dan Tery berada di sana memperhatikan anak kecil yang kini menghentak-hentakkan kakinya marah-marah. Benigno memijit pelipisnya pelan saat Kenzo meminta hal yang aneh-aneh padanya dan juga Tery yang mati-matian mencoba terus membujuk. "Drama bagaimana lagi Pangeran kecil? Kak Tery nanti akan dimarahin sama Daddy-nya Pangeran kecil," ujar Tery menarik pelan lengan Kenzo dan menekuk lututnya duduk di hadapan Kenzo. "Ya pokoknya Kak Tery sama Paman Benigno ikutin aja maunya Kenzo supaya Daddy nginep sini sama Mommy!" "Hah?!" pekikan syok Tery dan Benigno bersamaan. Terkejut mereka berdua dengan permintaan konyol Kenzo yang makin hari semakin ada-ada saja. "Ta... Tapi, itu kan...." Tery melirik Benigno dan gadis itu menggeleng. "Bagaimana aku membujuknya?" cicit Tery bingung. Benigno menghela napas mendekati Kenzo. Tery yakin kalau laki-laki
Helaan napas panjang lolos dari bibir Alana begitu ia terbangun dari tidurnya setelah mendengar alarm ponsel yang bergetar. Tangannya terulur meraih ponselnya dengan kedua matanya yang masih tertutup. Alana merasa tubuhnya tertahan saat seseorang tengah memeluk tubuhnya dengan sangat erat. Ia mematikan alarm ponselnya dan membuka kedua matanya perlahan. Seseorang menyandarkan kepalanya di dada Alana dan terlelap dengan begitu nyaman. Senyuman Alana mengembang, ia mengusap pipi Alex dengan lembut. 'Apa dia perwujudan dari semua doa-doaku selama ini?' batin Alana tanpa mengalihkan tatapannya. Selimut sedikit melorot hingga sontak Alana melotot mengetahui tubuh Alex polos tanpa balutan apapun. "Astaga!" pekik Alana tersentak. Keterkejutan Alana membuat Alex tersentak bangun karena gadis itu langsung mendorongnya dengan kuat. Alex sontak membuka matanya dan menatap Alana yang wajahnya panik apa lagi kini selimut tidak menutupi tubuh Alex bagian atas. "Sayang, kau baik-baik saja?" A
"Kak Tery! Paman Benigno bangun! Keluar sekarang juga sebelum Daddy-ku menjadikan kalian sebagai gembel di Barcelona! Keluar!" Teriakan super keras melengking kuat menyakitkan telinga terdengar dari arah pintu depan. Siapa lagi kalau bukan Kenzo pelaku dibalik suaranya yang mengerikan. Sementara di dalam paviliun megah tersebut nampak dua orang barusaja bangun tidur terkaget-kaget mendengar suar Kenzo. "Paman! Dobrak nih!" teriak Kenzo lagi-lagi. Tery langsung tersentak dan ia kebingungan mencari pita rambutnya. Gadis itu menoleh ke sampingnya di mana laki-laki yang kerap ia panggil Mateo itu sudah tidak ada. Senyuman Tery terulas mengingat kejadian semalam yang masih menjadi rahasia mereka berdua. "Kenzo, Kenzi!" pekik Tery langsung berlari ke depan dan ia melihat Benigno Mateo yang baru membuka pintu.Wajah merengut Kenzo membuat ketar-ketir gadis sembilan belas tahun yang semalam ia tinggal tidur sendirian. "Paman awas kalau culik Kak Tery lagi, biar saja jadi gembel!" pekik
"Jadi bagaimana? Apa Kenzi dan Kenzo adalah anakmu?!" Renata kembali datang ke Barcelona sekedar ingin bertanya dan memastikan hal ini pada Alex. Alex yang sudah menduga ajak awal, laki-laki itu menggelengkan kepalanya mengelabuhi Mamanya yang akan bertindak semena-mena kalau Renata sampai tahu hal yang sebenarnya. "Bukan Ma, kau bisa tanyakan sendiri pada Benigno. Dia yang mengambil hasil test DNA yang aku lakukan," jawab Alex tanpa mengubah ekspresinya. Renata merotasikan kedua matanya jengah. Ia tidak tahu apa putranya jujur atau membohonginya, jelasnya sebagai wanita, sebagai sosok seorang Ibu, Renata mampu merasakan getaran di hatinya saat ia bersama dengan si kembar. Wanita itu maju selangkah dan berdiri di samping meja menatap lurus ke arah dinding kaca yang menyuguhkan pemandangan kota besar Barcelona. "Lalu, kalau anak-anak itu terbukti bukan anakmu, maka berhentilah peduli dengan mereka! Kau harus menikah dengan Tasya." Renata balik menatap sang putra yang sudah jengah
'Kau akan menjadi laki-laki pengecut kalau kau sampai menyakiti putriku lagi, Alexsander Verolov!' Kata-kata yang Stella ucapkan untuk Alex tadi membuatnya terus kepikiran. Sedikit saja ia bersumpah pada dirinya sendiri untuk tidak akan menyakiti Alana, apapun keadaannya. Kedua tangan Alex mencengkeram erat stir mobilnya kuat-kuat. Kepalanya terus dipenuhi kata-kata Stella tentang betapa menyakitkannya masa lalu Alana. "Alana tidak boleh merasakan hal yang sama untuk kedua kalinya, tidak akan aku biarkan hal ini terjadi lagi padanya," lirih Alex meyakinkan dirinya sendiri. Setelah beberapa menit di jalan, mobil Alex sudah sampai di rumah Alana. Laki-laki itu turun dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu kedua anaknya menyambutnya dengan senyuman mereka yang merekah berbinar-binar. "Daddy!" pekik Kenzo berlari ke arahnya. "Halo Jagoan Daddy," sapa Alex mengecup pipi Kenzo dan berjalan mendekati Kenzi, sama-sama memberikan kecupan untuk mereka. "Daddy b
Alana dan Alex menemani si kembar di ruang tamu setelah Tery meninggalkan mereka karena Benigno yang tiba-tiba saja menariknya dan mengajaknya pergi bersamanya ke paviliun. Sedangkan Kenzo terus merengek mencari Tery, anak itu sedang asik-asiknya bermain bersama pengasuh kesayangannya, dan diganggu oleh Benigno. "Mau Kak Tery pokoknya, kita mau main sama Kak Tery, Dad!" pekik Kenzo mendorong sepeda kecilnya. "Heem, Paman Benigno nakal. Pecat saja Dad, biar jadi gelandangan!" imbuh Kenzi memprotes Papanya habis-habisan. Alana menenangkan mereka. "Kalian tidak boleh marah-marah begini dong. Main sama Mommy saja dulu ya, sambil nunggu Kak Tery, okay?" "Tidak mau, Mommy!" pekik keduanya marah. Alex menghela napasnya pelan, laki-laki itu berdiri seketika sebelum Alana menahan lengannya. "Mau ke mana, Sayang?" "Manggil Benigno dan Tery, bisa-bisanya mereka meninggalkan si kembar, ganggu kita saja!" omel Alex menggulung lengan kemejanya dan berjalan tegas keluar dari dalam rumah."Da