Alana hari ini pulang ke Madrid sembunyi-sembunyi dari Alex dan dua anaknya yang sibuk bersekolah. Alana tidak enak hati meminta bantuan Alex karena laki-laki itu sangat sibuk di kantornya. Hingga kini Alana sudah sampai dan ia berada di rumah Mamanya. Alana kembali setelah sekian lama pergi dan sangat merindukan rumahnya, tapi tidak dengan Papanya."Ma, Papa tidak ada kan?" tanya Alana. "Tidak ada, Sayang. Hanya ada Mama saja di rumah. Kenapa Alana pulang sendirian? Kenapa tidak meminta Mama saja yang ke sana, nak?" Stella sangat cemas melihat Alana yang nekat pulang. Gadis itu menggeleng pelan dan langsung memeluk Stella yang berdiri di ujung bawah anak tangga. Alana memeluknya dengan erat penuh kerinduan, Alana rindu rumahnya juga Mamanya yang selalu memberikan banyak sekali perhatian untuknya. Stella mengusap punggung Alana, menepuknya pelan. Tidak tahu apa yang Alana alami saat ini, Stella hanya bisa merasakan kesedihan putri semata wayangnya ini. "Ada apa, nak?" tanya Stell
Alex masih setia memeluk Alana yang kini sudah tidak lagi menangis. Mereka juga sudah pulang ke rumah Alex, dan Alana tidak mau anak-anaknya tahu kalau dirinya tengah bersedih hingga ia memilih pulang ke rumah Alex. Mereka berdua duduk di atas ranjang, dan Alana enggan untuk tidur. Ia meminta Alex untuk diam dan mendengarkannya saja. "Alex," panggil Alana melirik laki-laki itu dengan ekor matanya yang mulai menyipit. "Ya Sayang, kenapa? Istirahatlah, jangan pikirkan semuanya," bisik Alex menangkup satu pipi Alana dan mengecupnya. Alana menggenggam satu tangan kekasihnya yang mendekap erat tubuh kecilnya."Al, apa kau tidak malu nanti kalau banyak orang yang tahu kalau ternyata anak tirimu adalah anak yang lahir tanpa Ayah? Aku dulunya hamil tanpa suami, Al. Kau tidak malu?" Alana mendongak menatap manik mata Alex, ia menggigit bibir bawahnya guna menahan isak tangisnya yang ingin pecah. Alex kembali berdecak, laki-laki itu menangkup erat pipi Alana. Matanya menayala-nyala penuh k
Hari sudah malam, Alana kembali tenang setelah seharian menimbang-nimbang dan memutuskan untuk tidak akan pulang ke rumahnya di Madrid. Gadis itu kini berdiri di balkon kamarnya, ia mengepalkan jemari kedua tangannya dan memejamkan kedua matanya. Angin malam yang sepi membuat Alana merasa tenang. 'Ya Tuhan, apapun keputusan yang aku pilih, tolong jadikan yang terbaik sebagai pilihan terakhirku.' Alana kembali membuka kedua matanya dan menatap langit yang dipenuhi bintang malam ini. 'Aku tidak punya pilihan lain. Mama... Doakan Alana selalu bahagia, Alana juga akan mendoakan Mama dari sini. Maafkan Alana kalau ternyata Alana membuat Mama dan Papa malu, maaf....'Air mata Alana jatuh dengan sendirinya sebelum tubuhnya merapat saat dua lengan kekar merengkuhnya dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung Alana. Detak jantung yang terasa sangat cepat, Alana merasakan semua itu. Ia tersenyum tipis mengusap punggung tangan yang melilit di pinggang rampingnya. "Aku pikir kau pulang
"Kenapa diam saja, Sayang? Ada masalah, hem? Apa mood-mu hari ini sedang buruk? Mau jalan-jalan atau belanja dulu Sayangku?" Alex mendekatkan wajahnya pada Alana dan mengecup singkat pipi gembil calon istrinya yang sejak tadi diam saja, bahkan sampai kini mobil milik Alex tiba di depan galeri miliknya. Gadis itu menggeleng pelan, Alana menoleh sejenak pada Alex dan tersenyum tipis tanpa mengatakan apapun. "Aku takut," ucap Alana tiba-tiba. Alex kembali menoleh saat ia hendak membuka pintu mobilnya. "Takut apa lagi, hem? Tidak akan ada yang berani macam-macam denganmu, Sayangku." "Aku takut aku dibohongi." Alana mengangkat wajahnya dan menatap Alex dalam-dalam. "Bagaimana kalau tiba-tiba saja kau... Tidak mencintaiku lagi?" Helaan napas panjang terdengar dari bibir Alex. Ia sudah tegang dan mengira kalau Alana akan membahas masa lalu, tapi ternyata tidak. Kekehan pun terdengar dari bibir laki-laki itu. Ia menggelengkan kepalanya dan mengacak-acak pelan rambut Alana. "Lucu seka
Kenzo dan Kenzi baru saja keluar dari dalam gerbang sekolah mereka. Kedua anak itu duduk di bangku panjang menunggu kedua orang tuanya menjemput. Di samping Kenzo ada Ayumi yang duduk juga memeluk boneka kelinci merah muda miliknya dengan erat, gadis berkulit putih cerah itu sangat ceria. "Siapa yang menjemputmu, Ayumi?" tanya Kenzo menoleh menatap sahabat perempuannya. "Emm... Mungkin Bibi Alice, atau bisa saja Paman Calvin. Heum, mereka selalu saja terlambat," keluh gadis itu sedih. "Rumahmu memangnya di mana?" Kenzi memperhatikannya sejak tadi. Gadis kecil itu diam menundukkan kepalanya. Terlihat ia nampak berpikir-pikir saat hendak menjawab pertanyaan Kenzi. "Kenzi!" pekikan kecil dari arah gerbang, nampak Celine yang kini langsung duduk di samping Kenzi dan memeluk lengan sahabatnya. "Kenzi besok-besok Celine ulang tahun, Kenzi datang ya....""Aku ikut juga dong!" sahut Kenzo langsung bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapan Celine. Gadis kecil itu menatapnya tajam dan
"Alex kenapa lama sekali? Katanya hari ini dia ingin mengajakku ke butik, tapi kenapa sampai terlambat setengah jam, dia ke mana?" Alana mendengkus pelan menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Padahal calon suaminya sejak pagi meminta Alana datang ke sebuah cafe dan ia ingin memberikan kejutan pada Alana. Bosan menunggu Alex yang sejak tadi tidak kunjung datang. Tanpa sengaja Alana menoleh ke arah pintu dan nampak orang yang Alana kenali masuk ke dalam sana. "Samuel!" Alana melambaikan tangannya pada laki-laki yang kini menatapnya. Laki-laki dengan balutan kemeja biru laut itu berjalan mendekatinya seraya menggulung lengan kemeja yang ia pakai. "Loh, dengan siapa ke sini?" tanya Samuel, ia menarik kursi dan beranjak duduk."Sendirian, katanya Alex akan datang setengah sembilan, sampai jam sembilan dia tidak muncul juga!" keluh Alana dengan wajah sebal. Senyuman tipis timbul di sudut bibir Samuel, laki-laki itu menatap Alana dengan sayu. Ternyata cara kesal dan mara
"Kepalaku sakit sekali, Al. Pusing sekali sejak tadi, mungkin karena kau menunggumu lama." Alana menyandarkan kepalanya pada dada bidang Alex. Ia duduk di pangkuan calon suaminya dengan tenang dan nyaman seperti biasa. Usapan lembut dan hangatnya jemari Alex terasa menanangkan bagi Alana. Gadis itu mengusap-usapkan telapak tangannya pada dada bidang Alex yang kini terbalut kemaja katun berwarna putih. "Padahal berapa kali aku bilang padamu untuk tidak berpikir yang berat-berat, kau saja nakal!" Alex menarik gemas pipi Alana hingga membuat wanitanya tersenyum gemas. "Al, katanya hari ini kau ingin mengajakku pergi, kau mau mengajakku ke mana?" tanya Alana mendongak memperhatikan wajah kekasihnya. "Aku sudah membuat janji dengan temanku, dia seorang desainer dan aku sudah meminta padanya untuk merancangkan gaun pengantin untukmu." "Gaun pengantin?" Alana tersenyum senang mendengarnya, mungkin semua wanita di dunia ini juga akan sangat bahagia saat memakainya. Detik itu juga Alana
"Tenang Alana... Semua akan baik-baik saja." Alana berucap pada dirinya sendiri saat ia terbangun dari tidurnya malam ini. Mimpi buruk kembali datang di setiap tiap malam-malamnya. Pelan ia memukuli dadanya yang terasa sesak, Alana sendirian di dalam kamarnya yang gelap. Sejak siang, melihat peristiwa kecelakaan tadi membuat kepingan bayangan menyeramkan di benaknya berulang kali muncul dan menghantui. "Hiks...." Alana medesis pelan menahan tangisannya. "Kenapa... Kenapa harus aku? Alexsander... Siapa dia? Kenapa dia selalu ada di pikiranku? Kenapa wajahnya muncul saat aku takut? Siapa Alex... Siapa dia sebenarnya, Ya Tuhan?" Alana menekuk kedua kakinya dan duduk memeluk lututnya. Ia menunduk dan menangis tersiksa, sangat tertekan dengan apa yang ia rasakan kini.Gadis itu mengusap wajahnya berulang kali meskipun air matanya yang tidak berhenti mengalir. Hingga tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka, di sana Alana mengangkat wajahnya pelan. Nampak siluet laki-laki muncul di balik