'Mama ingin mengajak Alana dan anak-anakmu makan malam bersama Papa juga, pulanglah ke Madrid!'Embusan napas berat terdengar dari bibir Alex kala ia mengingat kata-kata Mamanya yang pagi tadi menghubunginya. "Tuan Alex baik-baik saja?" "Tidak," jawab Alex tanpa menatap Benigno. Benigno beranjak bangun dari duduknya dan meletakkan beberapa dokumen di atas meja.Keresahan dan semua rasa yang Alex rasakan saat ini mampu Benigno lihat hanya dengan ekspresi dan mood-nya. "Apa aku harus benar-benar mengajak Alana bertemu Mama dan Papaku? Mereka meminta aku pulang ke Madrid," ujar Alex meminta pendapat pada Benigno.Kursi di hadapan meja Alex pun ditarik dan diduduki oleh Benigno. Laki-laki seusia Alex itu langsung mengangguk. "Feeling saya mengatakan kalau Tuan dan Nyonya besar akan memberikan kabar bahagia pada Tuan." Benigno tersenyum lembut."Cih, aku tahu selicik apa Mamaku. Mungkin saat ini dia punya rencana besar." Alex kembali menerka-nerka. "Aku bersumpah tidak akan memberikan
"Aku takut bertemu Papa kalau harus kembali ke Madrid. Lebih baik kau ke sana sendiri tanpa aku." Alana menundukkan kepalanya dan menggeleng menolak ajakan Alex yang setia sejak tadi membujuknya. Bahkan kini Glad juga bersama dengan mereka berdua. Gadis itu memperhatikan Alex yang berlutut di hadapan Alana memegang kedua lututnya dan membujuk penuh kesabaran. Hal mustahil yang tidak pernah Glad bayangkan sebelumnya. "Ayolah, Sayang...." Alex menundukkan kepalanya di atas punggung tangan Alana. Glad merasa kasihan, bagai sia-sia Alex sejak tadi membujuknya kalau Alana sampai kini pun masih diam menggeleng-gelengkan kepalanya. "Alana, ayolah... Apa kau tidak kasihan pada Pak Alex? Sejak tadi dia membujukmu, sekali ini saja. Bukannya Pak Alex laki-laki yang baik dan selalu menuruti apa yang kau inginkan?" tanya Glad ikut membujuk Alana. Wajah Alana terangkat menatap wajah Alex yang cemas dan penuh harap. "Mau ya, Sayang," bujuk Alex menggenggam erat tangan Alana. Alana yang diam,
Alana dan Alex kembali ke Barcelona secepatnya. Mereka berempat pulang ke rumah Alex yang megah, di mana anak-anak sangat senang tinggal di sana. Kenzo dan Kenzi sudah tidur sejak perjalanan pulang. Hingga Alana kini duduk sendirian di depan dinding kaca lantai dua di rumah Alex, ia sibuk berperang dengan pikirannya yang tidak bisa tenang memikirkan orang tua Alex. 'Nyonya Renata memberikan aku dan Alex restu, kami akan menikah dan bahagia. Bukannya itu yang aku nanti-nantikan selama ini?' batin Alana menundukkan kepalanya dan gadis itu kembali tersenyum. Suara derap langkah kaki membuat Alana menoleh ke belakang di mana Alex yang kini berjalan menaiki anak tangga dan laki-laki itu menatapnya penuh senyuman. "Sayang, aku pikir kau sudah tidur," ujarnya melangkah mendekat dan duduk di samping Alana seraya memeluk pinggang Alana "Kenapa belum tidur, hem? Ini sudah malam, apa lagi yang kau pikirkan, Sayang?" tanya Alex memperhatikan wajah cantik Alana dari samping. "Aku memikirkan M
"Val, aku titip Tery dan anak-anakku padamu tidak papa kan?" Alex menatap Rivaldo yang kini duduk memangku Kenzi di kursi teras depan rumah Alana. Tentu saja Rivaldo menganggukkan kepalanya. "Tidak masalah, aku akan mengajak mereka jalan-jalan," jawab Rivaldo santai. "Kalian berdua, jangan nakal!" Alana menatap penuh peringatan pada dua anaknya. Bocah itu mengacungkan jempolnya dan tersenyum manis pada Alana. "Siap Boss!" Alana dan Alex pun melambaikan tangannya pada mereka berempat sebelum keduanya pergi untuk mengurus beberapa hal penting pernikahan mereka. Dan tinggallah Tery bersama dengan Rivaldo dan si kembar. Kedua anak itu asik sendiri dengan mainan baru mobil-mobilan yang Rivaldo bawakan. Diam-diam seorang Rivaldo memperhatikan Tery yang kini tengah mengupas apel untuk si kembar. Ia baru bertemu dengan Tery beberapa hari saat si kembar merekomendasikan gadis itu untuknya. Memang si kembar memiliki selera yang bagus, gadis bernama Tery sangat cantik, baik, dan menggem
Hari sudah malam, Alex tidak bisa tidur malam ini. Ia meninggalkan kamarnya di mana Alana tidur di dalam bersama Kenzi, sedangkan Kenzo yang tidur bersama Tery. Alex membawa kotak rokoknya keluar dari dalam rumah, ia melihat Benigno duduk di bangku taman sendirian bersama sebotol wine di sampingnya. "Kau sedang tidak bisa tidur atau sedang frustrasi?!" Suara Alex membuat Benigno menoleh dan laki-laki itu langsung berdecak pelan menggeser duduknya. Alex pun duduk santai di samping Benigno. Rupanya Benigno masih diam dan mengubur dirinya dalam kelamnya perasaan yang dia rasakan. "Apa apa?" tanya Alex, ia mengepulkan asap rokok dari bibirnya ke atas. "Tery marah padaku," jawab Benigno dengan nada dingin. Jawaban Benigno sukses membuat Alex tertawa pelan, terdengar mengejek, memang. Alex menyilangkan kakinya dan bersandar sebelum ia menatap Benigno. Kadang sosok laki-laki yang dingin seperti Benigno memang lucu saat ditinggal marah oleh gadis yang disukainya. "Kenapa lagi? Kau sa
Alana hari ini pulang ke Madrid sembunyi-sembunyi dari Alex dan dua anaknya yang sibuk bersekolah. Alana tidak enak hati meminta bantuan Alex karena laki-laki itu sangat sibuk di kantornya. Hingga kini Alana sudah sampai dan ia berada di rumah Mamanya. Alana kembali setelah sekian lama pergi dan sangat merindukan rumahnya, tapi tidak dengan Papanya."Ma, Papa tidak ada kan?" tanya Alana. "Tidak ada, Sayang. Hanya ada Mama saja di rumah. Kenapa Alana pulang sendirian? Kenapa tidak meminta Mama saja yang ke sana, nak?" Stella sangat cemas melihat Alana yang nekat pulang. Gadis itu menggeleng pelan dan langsung memeluk Stella yang berdiri di ujung bawah anak tangga. Alana memeluknya dengan erat penuh kerinduan, Alana rindu rumahnya juga Mamanya yang selalu memberikan banyak sekali perhatian untuknya. Stella mengusap punggung Alana, menepuknya pelan. Tidak tahu apa yang Alana alami saat ini, Stella hanya bisa merasakan kesedihan putri semata wayangnya ini. "Ada apa, nak?" tanya Stell
Alex masih setia memeluk Alana yang kini sudah tidak lagi menangis. Mereka juga sudah pulang ke rumah Alex, dan Alana tidak mau anak-anaknya tahu kalau dirinya tengah bersedih hingga ia memilih pulang ke rumah Alex. Mereka berdua duduk di atas ranjang, dan Alana enggan untuk tidur. Ia meminta Alex untuk diam dan mendengarkannya saja. "Alex," panggil Alana melirik laki-laki itu dengan ekor matanya yang mulai menyipit. "Ya Sayang, kenapa? Istirahatlah, jangan pikirkan semuanya," bisik Alex menangkup satu pipi Alana dan mengecupnya. Alana menggenggam satu tangan kekasihnya yang mendekap erat tubuh kecilnya."Al, apa kau tidak malu nanti kalau banyak orang yang tahu kalau ternyata anak tirimu adalah anak yang lahir tanpa Ayah? Aku dulunya hamil tanpa suami, Al. Kau tidak malu?" Alana mendongak menatap manik mata Alex, ia menggigit bibir bawahnya guna menahan isak tangisnya yang ingin pecah. Alex kembali berdecak, laki-laki itu menangkup erat pipi Alana. Matanya menayala-nyala penuh k
Hari sudah malam, Alana kembali tenang setelah seharian menimbang-nimbang dan memutuskan untuk tidak akan pulang ke rumahnya di Madrid. Gadis itu kini berdiri di balkon kamarnya, ia mengepalkan jemari kedua tangannya dan memejamkan kedua matanya. Angin malam yang sepi membuat Alana merasa tenang. 'Ya Tuhan, apapun keputusan yang aku pilih, tolong jadikan yang terbaik sebagai pilihan terakhirku.' Alana kembali membuka kedua matanya dan menatap langit yang dipenuhi bintang malam ini. 'Aku tidak punya pilihan lain. Mama... Doakan Alana selalu bahagia, Alana juga akan mendoakan Mama dari sini. Maafkan Alana kalau ternyata Alana membuat Mama dan Papa malu, maaf....'Air mata Alana jatuh dengan sendirinya sebelum tubuhnya merapat saat dua lengan kekar merengkuhnya dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung Alana. Detak jantung yang terasa sangat cepat, Alana merasakan semua itu. Ia tersenyum tipis mengusap punggung tangan yang melilit di pinggang rampingnya. "Aku pikir kau pulang