Jeff mengambil tempat duduk di meja makan yang sudah disiapkan dengan lauk pauk yang lezat. Istrinya, Viyone, duduk di sebelahnya dengan wajah sedikit cemas. Suasana ruang makan terasa hening dan berat, seolah ada ketegangan yang tak terucapkan.
"Di mana Chris, kenapa tidak turun makan?" tanya Viyone, mencoba mengisi keheningan yang menyelimuti ruangan.
"Biarkan dia mengerjakan tugasnya, semasa kecil kita harus mendidik dengan keras. Agar dewasa dia bisa mengerti betapa kerasnya hidup ini," jawab Jeff dengan nada tegas dan dingin.
Viyone menatap suaminya dengan pandangan sedih, "Jeff, Chris baru 5 tahun. Kenapa kamu sering menghukumnya? Padahal selama ini dia sangat patuh."
Jeff menggenggam garpu dan pisau dengan erat, "Kita harus melatihnya sejak dini, agar dia menjadi pribadi yang tangguh. Kita tak bisa memanjakannya seperti anak kecil yang lemah."
Di lantai atas, Chris berdiri di kamar menatap jendela sambil menghitung dengan teliti. Tangannya gemetar, dan air mata mengalir di pipinya. Anak kecil itu merasa diabaikan dan takut akan kemarahan ayahnya jika ia melakukan kesalahan.
Viyone menelan ludah, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara lebih lanjut, "Jeff, aku tahu kamu ingin yang terbaik untuk Chris. Tapi, bukankah ada cara yang lebih baik untuk mendidiknya? Kita bisa memberinya kasih sayang dan perhatian, bukan hukuman."
Jeff menatap istrinya dengan dingin, "Kita sudah membahas ini sebelumnya, Viyone. Aku tak ingin berdebat lagi tentang hal ini."
Viyone menghela napas, menundukkan kepalanya dengan berat. Mereka melanjutkan makan siang dalam keheningan
"Sisakan saja lauk untuknya, Jangan terlalu memanjakan dia. dan jangan memaksakan diri untuk bekerja sendiri. Minta Chris membantumu karena dia adalah anak laki-laki!" ucap Jeff dengan tegas.
"Tenang saja! Chris sangat patuh, Dia selalu perhatikan apa yang aku kerjakan. Kemudian dia bisa membantuku," jawab Viyone yang sedang menyisihkan makanan untuk putranya.
Chris yang tengah serius menghitung ketika matanya tertuju pada laptop ayahnya yang tergeletak di ruang keluarga.
"Sepertinya tadi papa terburu-buru menutup laptopnya, apakah dia menyembunyikan sesuatu?" tanya Chris dalam batin. Rasa penasaran mendorongnya untuk mendekati laptop itu dan membukanya.
"Harus masuk kata sandi," gumam Chris sambil berusaha mengingat sandi yang pernah dia lihat beberapa hari lalu saat ayahnya sedang membuka laptop di hadapannya.
"Aku sudah ingat, angka120490," batin Chris sambil mengetik dengan cepat. Sesaat kemudian layar monitor berubah dan berhasil dibuka. Chris menelan ludah, berharap tidak menemukan sesuatu yang buruk di dalamnya.
Namun, tiba-tiba ia menemukan beberapa file yang tersembunyi dengan nama aneh. Chris merasa ragu, apakah sebaiknya dia membuka file tersebut atau tidak? Namun, rasa penasarannya mengalahkan segalanya. Chris pun membuka salah satu file tersebut dan ternyata berisi foto-foto yang mengejutkan anak 5 tahun itu. Selain foto, juga berisi pesan-pesan yang membuat Chris membaca hingga dari awal sampai akhir.
***
Setelah selesai menghitung Chris menyantap makanannya yang disisihkan oleh ibunya. Ia berusaha menelan makanan tersebut walau sangat sulit baginya. Wajah tampan anak itu sangat murung dan tidak tahu apa yang dia lihat dan dia baca tadi.
Viyone sejak tadi memperhatikan anaknya yang diam tanpa sepatah kata pun.
"Chris, apa kamu baik-baik saja? Kenapa kamu hanya murung dari tadi!" tanya Viyone yang duduk di sampingnya.
Chris meletakan sendok dan garpunya, ia menoleh ke ibunya dan bertanya," Ma, mana papa?"
"Papamu sudah berangkat kerja," jawab Viyone dengan senyum.
"Kenapa belakangan ini papa sering pulang larut malam dan terkadang tidak pulang sama sekali, apakah bisnisnya sangat besar sehingga tidak ingat rumah dan mama yang hamil besar?" tanya Chris dengan nada sedikit kesal.
"Chris, kenapa kamu bicara seperti itu, sayang? Papamu bekerja demi kita juga. Tidak lama lagi adikmu akan dilahirkan. Kita butuh banyak biaya," ujar Viyone dengan senyum.
"Kita bukannya kekurangan uang, Papa sanggup membeli rumah, Mana mungkin tidak cukup biaya untuk adik," jawab Chris.
"Rumah itu dibelikan papa untuk kita di masa depan, Jadi, tidak ada salahnya kalau papa masih berusaha mengumpulkan uang," jawab Viyone.
"Dasar penipu," batin Chris.
***
Sebuah kota di San Fransisco menjadi saksi bisu perang antar geng mafia yang terjadi di malam yang pekat. Kelompok Dragon, yang dikenal sebagai geng paling ditakuti, terlibat dalam pertempuran sengit dengan kelompok mafia lainnya.
Di tengah kekacauan, seorang pria yang memiliki tatapan aura membunuh berdiri dengan gagahnya sambil memegang sebilah pisau tajam. Di sekitarnya, suasana mencekam semakin terasa. Darah bercampur debu di tanah, mayat-mayat berserakan di sepanjang jalan, dan beberapa anggota kelompoknya terluka parah. Namun, pria tersebut tetap tegar menghadapi puluhan lawan yang siap melumpuhkannya.
Pisau tajam di tangan pria itu bergerak cepat dan mematikan. Dalam sekejap, beberapa lawan berhasil ia taklukkan dengan menikam tubuh dan leher mereka. Teriakan kesakitan terdengar bergema di antara bunyi senjata yang saling beradu. "Aahh!" jerit salah satu lawan yang tak mampu menahan rasa sakit akibat tikaman pisau pria itu.
Wajah pria kejam itu tampak tegar, matanya tajam menatap lawan-lawannya yang terkapar di tanah, tubuh mereka lemas tak berdaya setelah mengalami pertarungan sengit. Darah segar mengalir dari luka-luka di tubuh mereka, merah mencolok berpadu dengan debu yang menutupi tubuh mereka. Pisaunya yang berlumuran darah itu menetes ke atas tanah, menciptakan suara jatuh yang hening namun menggema di telinga semua yang ada di sana.
"Ingin menantang Dragon, seharusnya kalian ukur dulu badan kalian sendiri," ucapnya dengan suara berat, sambil mengelap darah yang menempel di pisaunya menggunakan ujung baju lawannya. Suara itu mengandung nada ejekan dan keangkuhan yang membuat para lawannya merasa hina.
"Bos." seorang anggota kelompok Dragon yang selama ini ikut bertarung menghampirinya, wajahnya penuh keringat dan nafasnya terengah-engah. "Mereka telah dilumpuhkan, dan saudara kita yang lain sudah mulai menyerang markas lawan. Bos mereka ada di sana juga. Kali ini mereka tidak akan bisa kabur," kata anggotanya itu dengan nada penuh keyakinan.
Mendengar laporan itu, Ia tersenyum sinis, seolah dia sudah bisa merasakan kemenangan dalam genggamannya. "Lenyapkan mereka malam ini juga," perintahnya dengan suara tegas dan dingin, tanpa sedikit pun rasa belas kasihan.
Pria tersebut yang tak lain adalah Wilson Zavierson, dirinya yang telah berusia 41 tahun, Wajahnya masih terlihat muda dan tampan. menjadi Ketua Mafia Dragon, terkenal di dunia bawah tanah.
Mafia Dragon, yang berdiri di bawah kepemimpinan Wilson, telah mengalahkan banyak kelompok mafia lainnya. Setiap kemenangan mereka semakin mengukuhkan posisi kelompok ini sebagai yang terkuat di dunia gelap. Tentu saja, ini membuat Wilson menjadi sosok yang sangat dihormati dan ditakuti oleh banyak pihak. Dibalik wajah dingin dan tatapan tajamnya, terselip kecerdasan dan strategi yang mumpuni. Ia mampu mengendalikan dan mengatur setiap gerak-gerik anggota kelompoknya dengan baik, sehingga mereka selalu berhasil menjalankan misi dengan sempurna.
Di tengah-tengah mansion mewah yang luas, terdapat seorang anak laki-laki berusia sekitar lima tahun yang tampak sedang berlari ke sana kemari dengan tawa gembira. Anak tampan itu tampak menikmati kebebasan yang ia rasakan saat ini, dengan mengelabui beberapa pria dewasa yang merupakan pengawalnya. Ia meliuk-liuk, merangkak di bawah meja, dan melompat ke sofa dengan lincah. Para pengawal berusaha keras mengejar anak itu, namun mereka selalu terlambat beberapa langkah. Raut wajah mereka menunjukkan kekhawatiran, tetapi mereka juga tak bisa menahan senyum melihat keceriaan anak tersebut. Sementara itu, pelayan rumah tangga yang melihat kejadian ini dari kejauhan, juga merasa cemas jika anak tersebut terjatuh atau terbentur. Mereka tidak ingin anak itu terluka karena kenakalannya yang kadang sulit untuk ditebak. "Hehehehe!" tawa anak tampan itu terdengar di seluruh ruangan, membuat suasana menjadi lebih hidup dan ceria. Para pengawal dan pelayan rumah tangga harus berusaha lebih keras
Malam itu, hujan deras mengguyur kota California, membasahi jalanan dan rumah-rumah mewah di kompleks perumahan bergengsi. Di salah satu rumah, Viyone yang sedang hamil besar tak bisa tidur dengan nyenyak. Rasa sakit yang mendera kaki dan pinggangnya membuatnya hanya bisa menahan tangis sambil membiarkan air mata jatuh perlahan. Viyone memutuskan untuk tidak menghubungi suaminya yang saat itu masih berada di luar rumah. Ia tidak ingin merepotkan suami tercinta, meski hatinya merasa sangat kesepian dan membutuhkan dukungan. Dalam kegelapan kamar yang hanya diterangi oleh sinar rembulan yang menyelinap lewat jendela, Viyone merasakan kesendirian yang semakin mendalam. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka perlahan. Chris, anak laki-lakinya, masuk ke kamar dengan langkah kaki yang lembut. Ia sudah tahu kebiasaan ibunya yang sering mengalami rasa sakit pada malam hari, Chris yang begitu mencintai ibunya ia selalu berada di samping di saat ibunya membutuhkan dirinya "Mama, aku akan membantu me
Chris berdiri dengan tiba-tiba, dan berlari mengejar ayahnya yang baru saja keluar dari kamar pasien. Ia berhasil menyusulnya di lorong rumah sakit, menghadang jalannya dengan tubuh yang mungil dan mata yang penuh kecewa. "Papa," seru Chris, menatap ayahnya dengan nanar. "Ada apa lagi?" tanya Jeff, ayahnya, dengan kesal dan tidak sabar. "Apakah semalam Papa bersama bibi asisten itu? Sehingga Papa mengabaikan pesanku?" tanya Chris dengan suara yang bergetar, mencoba menahan emosinya. "Sejak kapan kau tahu soal ini?" tanya Jeff dengan tatapan tajam, seolah ingin menembus jiwa Chris yang lemah ini. "Pa, tolong tinggalkan dia. Mama sangat membutuhkan Papa. Mama sedang hamil anak Papa juga!" pinta Chris dengan mata berkaca-kaca, menatap ayahnya yang kini sudah berbalik arah, namun masih belum memberikan jawaban. "Masalah orang dewasa, kau tidak perlu ikut campur!" potong Jeff dengan dingin, meninggalkan Chris yang masih menatapnya dengan harapan. Chris merasa tubuhnya lemas, sementa
Viyone mengikuti langkah suaminya, Jeff, dengan perlahan dan gemetar. Ia sangat takut bahwa suaminya akan berselingkuh dengan wanita lain yang tak lain adalah asisten Jeff sendiri. Dalam kondisi hamil besar, Viyone merasa tekanan yang sangat besar. Di sisi lain, Chris yang mencemaskan ibunya, anak 5 tahun itu mengikuti langkah mereka dengan taksi. Jeff berhenti di salah satu kamar hotel dan mengetuk pintu tersebut. "Tuk! Tuk!"Pintu kamar hotel terbuka, dan seorang wanita cantik dengan rambut panjang terurai keluar dari kamar tersebut. Dia tersenyum lebar, melihat Jeff yang sudah menunggu di depan pintu. Wanita itu merangkul Jeff dan menciumnya dengan mesra. "Sudah datang," sahut suara wanita dari dalam kamar."Kamu sedang menungguku?" tanya Jeff dengan mesra."Iya, Aku tidak sabar melayanimu lagi,"jawab wanita itu dengan mengoda. Viyone menahan napasnya, mencoba menyembunyikan keberadaannya di balik pilar. Air matanya mengalir, mengetahui bahwa kecurigaannya mungkin benar. Viy
"Jeff, Kamu juga tahu aku adalah korban di malam itu, Kenapa kamu tidak bisa memahamiku? Aku sangat terluka dan sedih. Aku tidak sengaja dan bukan mengkhianatimu. Chris juga tidak bersalah. dia tidak tahu siapa ayah kandungnya. yang dia butuhkan adalah kasih sayang darimu," ucap Viyone."Aku tahu kamu tidak bersalah! Tapi, aku telah melakukan yang terbaik. Perasaanku terhadapmu semakin pudar setelah kamu melahirkan Chris. Aku memilih tetap diam agar keluarga kita tetap bahagia. Oleh sebab itu aku ingin kamu melahirkan anak untukku. Setelah anak ini dilahirkan aku tetap akan membiayai hidupmu dan Chris. Hanya satu yang aku minta. Jangan melarang hubunganku dengan Meliza. Aku akan menikahinya dalam waktu dekat!" kata Jeff dengan nada tegas.Bagaikan disambar petir setelah mendengar pengakuan suaminya yang dia cintai, Viyone semakin lemas dan tak berdaya. Hanya bisa menerima kenyataan yang telah menyayat hatinya sehingga hancur berkeping-keping.Jeff yang tidak peduli dengan istrinya, Ia
Setelah Jeff masuk ke mobil, ia ingin pergi begitu saja. Chris berlari sekuat tenaga, mengejar mobil yang mulai melaju dengan cepat. "Papa, aku akan ikut denganmu!" pintanya dengan suara yang penuh harap. ia menarik lengan Jeff yang sedang mengemudi. Namun, Jeff, ayahnya, tak menunjukkan belas kasihan. Ia menarik tangan Chris dengan kasar, membuat anak kecil itu jatuh ke jalan. "Pergi dari sini, dasar anak pembawa sial!" bentak Jeff dengan wajah memerah. Bentakan itu seolah menusuk jantung Chris yang baru berusia lima tahun. Ia tak mengerti, apa yang telah ia lakukan hingga ayahnya begitu membencinya. Tak peduli dengan air mata yang membasahi pipi Chris, Jeff langsung menginjak pedal gas mobilnya, meninggalkan anaknya terkapar di sana. Ia sama sekali tidak mencemaskan kondisi anak itu. Chris merasa tercabik-cabik, hatinya hancur berkeping-keping. Tak bisa ia menahan isak tangisnya yang pecah. "Aku bersalah karena tidak melindungi mama," gumam Chris terisak, merasa bahwa semua
Chris mengeleng kepalanya dan mengabaikan Vic," Aku pergi dulu!" pamit Chris yang melangkah pergi.Vic masih menatap Chris yang berjalan semakin jauh darinya. "Alis, mata, bibir, hidung dan wajah, kenapa mirip dengan papa?" tanya Vic pada diri sendiri. Dokter kandungan yang menangani Viyone keluar dari ruangan dengan wajah murung dan langkah berat. Jeff yang sudah menunggu di luar segera mendekatinya, wajahnya pucat dan penuh kecemasan. "Dokter, bagaimana dengan bayinya?" tanya Jeff dengan suara gemetar. Hatinya hanya peduli dengan anak yang seharusnya menjadi darah dagingnya. "Maaf, bayinya tidak berhasil diselamatkan," kata dokter itu dengan nada sedih. "Sementara istri Anda sangat lemah karena kehilangan banyak darah. Kami hampir gagal menyelamatkannya." Mendengar kabar itu, Jeff merasa seolah dunia runtuh di hadapannya. "Anakku meninggal? Kenapa bisa gagal? Kalau kamu bisa selamatkan ibunya, kenapa tidak bisa selamatkan anakku?" tanya Jeff dengan nada tinggi, emosi yang ta
Viyone terbaring lemah di atas ranjang dengan wajah pucat pasi. Chris duduk di samping tempat tidur, menatap sedih pada ibunya yang masih belum sadarkan diri. Ia memandang perut ibunya yang sudah kempis, rasa sedih dan penyesalan semakin menyelimuti hatinya. "Adik, Kakak gagal melindungimu dan mama. Sehingga kami tidak bisa datang ke dunia ini," ucap Chris terbata, menahan isak tangis yang mulai menggumpal di kerongkongannya. Chris kemudian mengeluarkan tasnya dan membuka laptop. Ia bersumpah dalam hati untuk mengubah nasib keluarganya. "Aku harus mencari uang untuk mama, kalau papa tidak membiayai mama lagi. Setidaknya aku masih ada uang," gumam Chris sambil mengutak-atik laptopnya dengan penuh semangat. Tetesan air mata Chris jatuh ke layar laptop, namun ia tak peduli. Fokusnya hanya satu, yaitu mengumpulkan uang agar dapat menghidupi ibunya. Tidak tahu dengan cara apa anak 5 tahun itu menghasilkan uang dari laptop yang dia miliki. Ia duduk di lantai dan menyandarkan diri ke temb