Viyone terlihat gelisah, berjalan bolak-balik di depan halaman rumahnya, tangannya sesekali mengepal dan menatap langit yang semakin gelap. "Apakah Wilson terjadi sesuatu?" gumam Viyone dengan nada khawatir.Sementara itu, Chris dan Vic bersembunyi di balik semak-semak, mengintip dari sisi lain. Vic mengerutkan kening dan bertanya pada kakaknya, "Kakak, kenapa Mama gelisah dan tidak bisa duduk diam? Apakah itu tandanya sudah menjelang monopause?" Chris mendengus kesal, "Yang benar adalah menopause, dan jangan bicara sembarangan! Lagipula, Mama belum cukup umur untuk itu.""Kenapa Kakak bisa tahu kalau mama belum cukup umur?" tanya Vic yang penasaran."Kata mama sebelum kita sekolah kita harus belajar sendiri di rumah. Agar saat di sekolah kita tidak binggung dan takut,"jawab Chris. Lalu Vic kembali bertanya dengan rasa penasaran, "Lalu, kenapa Mama dari tadi seperti belut kepanasan, seperti berendam lama dalam es batu?" " Chris menghela napas, mencoba menjelaskan pada adiknya, "Mun
Mike memberanikan diri untuk bertanya sesuatu yang sangat penting, "Bos, selama ini kita mencari Bella Salveston. Ternyata dia adalah kakak ipar. Apa rencana Bos setelah ini?"Wilson diam sejenak, bersikap tenang, dan menatap kejauhan, seolah-olah merenungkan sesuatu yang sangat dalam. Tidak tahu apa yang dia pikirkan, akhirnya Wilson membuka suara dengan nada pelan, "Aku membenci Bella setiap kali memikirkan kematian orang tuaku. Kebencian itu begitu mendalam, hingga aku bertekad untuk menemukannya dan menuntut keadilan. Namun, setelah aku tahu bahwa Bella adalah Viyone, wanita yang telah menjadi bagian penting dalam hidupku, semua kebencianku langsung hilang. Aku tidak pernah membayangkan bahwa orang yang kucari-cari selama ini adalah dia."Wilson menghela napas panjang, tampak berat untuk melanjutkan. "Pertanyaannya sekarang adalah... Apakah aku bisa menganggap tidak terjadi apa-apa dan menjalani kehidupan yang bahagia bersamanya? Bisakah aku memaafkan masa lalunya dan menerima ken
Malam itu, Wilson duduk termenung di sudut ruangan yang gelap. Ia meneguk beberapa gelas minuman favoritnya, mencoba melupakan beban yang menekannya. Wajahnya yang penuh kelelahan dan lesu terlihat jelas saat ia mengusap kasar dengan tangan gemetar. Sambil merenung, Wilson mengeluarkan sebatang rokok dari saku dan menyalakannya. Asap yang keluar dari mulutnya perlahan bercampur dengan aroma minuman beralkohol yang ada di atas meja. Wilson, yang terkenal tenang, lebih memilih untuk menyendiri saat ini agar bisa meresapi segala perasaan dan pikiran yang menghantui pikirannya. Dalam keheningan malam, Wilson bergumam pelan, "Bella Salveston, Viyone Florencia. Kenapa kami harus dipertemukan dalam situasi seperti ini? Bagaimana jika suatu saat nanti aku terpaksa membunuh ayahnya dengan tangan sendiri?" Ucapan itu keluar dengan perasaan bercampur aduk antara penyesalan, amarah, dan ketakutan. Wilson menarik nafas panjang, mencoba meredakan kegelisahan yang melanda. Minuman beralkohol yang
Chris menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca," Papa, Apakah Papa dan mama menikah hanya demi kami? Setelah itu papa dan mama akan berpisah bila tiba waktunya?" tanya Chris.Di sisi lain, Vic sedang mencuri dengar pembicaraan Chris dan Wilson. "Kakak sangat pintar berakting, Apakah dengan cara ini, Papa akan meluapkan perasaannya dan begitu juga dengan mama?" gumam Vic."Chris, papa dan mama menikah demi keluarga kita. Kita cukup bahagia, apalagi memiliki kamu dan Vic," jawab Wilson dengan senyum yang tulus. "Papa, apakah Papa mencintai mama?" tanya Chris dengan polos.Wilson menarik nafas dalam-dalam, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan anaknya. "Papa telah melakukan kesalahan besar, dan butuh waktu untuk mama memaafkan papa," jawab Wilson dengan jujur. "Apakah Papa akan menunggunya?" tanya Chris, matanya bersinar penuh harap. "Chris, kamu dan Vic masih kecil. Jangan khawatirkan urusan orang dewasa!" ujar Wilson, berusaha mengalihkan perhatian anakny
Viyone duduk di tepi kasur bersama Chris dan Vic, anak-anaknya yang lucu, sedang melipat pakaian bersama. Pemandangan itu sangat menggemaskan, dengan tumpukan pakaian yang berserakan dan kedua anak kecil yang bersemangat membantu ibunya. Vic, yang ingin belajar melipat bajunya sendiri, tampak kesulitan. Dengan ekspresi yang lucu, dia mencoba melipat bajunya yang terlalu besar untuk tangannya yang mungil. "Baju ini tidak bisa dipakai lagi," gerutu Vic dengan wajah geram sambil meremas-remas bajunya. "Vic, jangan melakukan itu!" tegur Viyone dengan nada lembut namun tegas, mencoba mengendalikan anaknya yang sedang kesal. "Mama, bajunya tidak bisa dilipat," keluh Vic, masih dengan wajah kesal dan bingung. Chris, yang sudah lebih mahir melipat pakaian, menatap adiknya dengan senyum simpul. "Bukan salah bajunya, Tapi salah kamu sendiri yang tidak bisa," jawab Chris sambil menunjukkan bajunya yang sudah dilipat dengan rapi. Vic menatap Chris dengan mata terbelalak, lalu kembali meliha
Viyone masih diam terpaku di sana, Sambil menatap foto tersebut. Ia menatap foto ayahnya itu dengan tatapan seakan menyimpan kebencian yang begitu mendalam. Seolah mengingat perlakuan ayahnya terhadap ibunya dan juga dirinya."Kenapa foto dia bisa ada di sini, Apakah Wilson tidak percaya padaku?" batin Viyone.Tak lama kemudian, Wilson melangkah masuk dan melihat istrinya sedang menatap foto itu. Ia menarik nafas panjang dan harus siap memberitahu sesuatu yang mungkin saja akan membuat istrinya terpukul."Viyone," seru Wilson.Viyone menatap suaminya yang berjalan menghampiri meja kerja, Ia pun bertanya," Kenapa fotoku ada di sini? Kamu sedang menyelidiki-ku?" Wilson mengangguk dan menjawab," Iya, Aku menyelidiki siapa ayahmu dan ibumu, Tapi aku ada alasan untuk melakukannya.""Apa alasannya? Kamu mencurigaiku dan tidak percaya padaku?" tanya Viyone."Bukan seperti itu, Aku tidak pernah curiga padamu. Viyone, aku hanya ingin membantumu mencari orang tuamu. Agar kamu dan dia bisa berk
Viyone menangis tersedu dalam pelukan erat Wilson, air mata mengalir deras di pipinya. Rasa cinta dan harapan bercampur menjadi satu, menciptakan suasana yang begitu emosional. Kedua tangan Viyone melingkar di pinggang Wilson, mencengkeram erat baju suaminya. "Viyone, kita pasti akan hidup bahagia, apapun yang terjadi kalian adalah tujuan hidupku," ucap Wilson dengan suara yang penuh kehangatan. Ia mengelus lembut rambut Viyone, menenangkan hati istrinya yang gundah. "Aku akan membantumu membuat keluarga ini selalu menjalani kehidupan yang bahagia. Kita akan sama-sama merawat si-kembar," kata Viyone dengan tekad yang kuat. Senyuman haru dan bahagia terpancar dari wajahnya, menggantikan kesedihan yang sempat menyelimuti. "Selalu berada di sisiku, hanya itu yang aku minta," pinta Wilson seraya mengecup lembut dahi Viyone.*** Di sisi lain, Jeff berada di rumah sakit menemani Meliza yang akan melahirkan. Pria itu duduk di samping ranjang wanita itu. Ia memegang erat tangan Meliza yan
Jeff melangkah dengan gontai, dan wajahnya yang pucat. Pikiran dan perasaannya kacau, terpecah antara rasa putus asa dan kecewa saat memikirkan kondisi putranya yang baru dilahirkan. Dalam lamunan yang pekat, pria itu membayangkan keluarga kecil yang pernah dia miliki dahulu. Banyak bayangan yang muncul dalam ingatannya; senyuman dari Viyone yang selalu setia menunggunya pulang kerja, beserta Chris yang sering memanggilnya untuk makan bersama. Ia selalu dilayani bagaikan raja di saat bersama Viyone. Namun, tiba-tiba saja bayangan indah itu tergantikan oleh kenangan pahit yang membuat hatinya menyesak. Saat itu, Jeff terjebak dalam rayuan Meliza dan melupakan Viyone serta Chris. Akibat perbuatannya, keluarga kecil yang bahagia itu hancur berkeping-keping. Pada malam yang dingin itu, Jeff yang mabuk kepayang mengusir Viyone dan Chris dari rumah. Viyone keguguran karena terlalu frustasi setelah mengetahui perselingkuhannya. beserta Chris yang hampir tewas akibat kekerasan akibat ulah