Jack yakin bahwa, ketika Herman menyadari untuk siapa dia bekerja, dia akan menelepon. Dan dia benar. Sore itu, sebuah mobil menunggu dia keluar dari hotel dan mengantarnya ke luar kota ke rumah Herman Samudra yang berada di pedesaan.
Rumah Herman tampak seperti sesuatu dari film. Itu adalah rumah mewah besar berdinding putih dengan pilar-pilar terbalut marmer yang dikelilingi oleh taman-taman indah, danau, dan ladang-ladang penuh kuda. Herman menyambut Jack seperti seorang teman lama, memberinya minuman dan mengajaknya berkeliling.
"Kenapa kamu tidak memberitahuku sejak awal bahwa kamu bekerja untuk Freddy Kurniawan, Jack?" Dia bertanya.
"Aku sungguh tidak suka menggunakan namanya kecuali benar-benar diperlukan."
Herman memegang lengan Jack. “Ikut denganku, Jack,” katanya. “Saya ingin menunjukkan sesuatu yang sangat indah kepadamu.”
Herman membawa Jack ke sebuah gedung putih beberapa ratus meter dari rumahnya yang dijaga oleh tiga orang penjaga keamanan. Di dalam gedung ada barisan kandang kuda yang berjajar rapi. Dia mendampingi Jack langsung menuju kuda cantik dengan kulit hitam mulus memiliki tanda besar, putih, berbentuk berlian di antara matanya.
“Anda memiliki mata untuk menilai kecantikan, bukan, Jack?” kata Herman dengan bangga. “Ini Jason, kuda pacuan terhebat di dunia. Saya membelinya di Inggris seharga dua ratus lima puluh juta.”
Dia menatap penuh kasih sayang ke mata gelap binatang itu untuk waktu yang cukup lama, berbicara dengan lembut seperti seorang kekasih, melupakan Jack. Jack terbatuk melihat adegan memalukan di hadapannya. Herman menyentuh leher kuda itu untuk terakhir kalinya, lalu berkata kepada Jack, “Ayo kita pergi makan malam.”
***
“Freddy adalah ayah angkat Alexander.” Jack mulai menjelaskan saat makan malam. Meskipun hanya ada dua orang di meja, makanan disajikan oleh tiga pelayan. "Bagi Freddy, kebahagiaan Alexander adalah sesuatu hal yang sangat penting.”
“Saya menghormati itu,” kata Herman. “Katakan saja padanya, dia bisa membicarakan apa saja yang dia suka kepadaku. Tapi tidak ini. Ini adalah satu bantuan yang tidak bisa saya berikan padanya.”
"Dia tidak pernah meminta bantuan kedua ketika yang pertama ditolak." Jack menatap Herman sebagai peringatan. “ Harap kau dapat memahami maksud dari ucapanku?”
Hal itu membuat Herman marah. “Tidak, Jack!” katanya, sambil menunjuk ke seberang meja ke arah Jack. “Kamu tidak mengerti. Alexander tidak akan pernah mendapatkan film itu. Aku tahu peran itu sempurna untuknya. Itu akan membuatnya menjadi bintang besar. Tapi aku tidak akan memberikan padanya. Dan tahukah kau mengapa alasannya?” Dia berdiri dan mulai bergerak perlahan mengitari meja menuju Jack. “Saya memiliki seorang aktris muda yang cantik. Dia akan menjadi bintang besar. Saya menghabiskan uang milyaran untuknya, pelajaran menyanyi, pelajaran akting, pelajaran menari. Kemudian Alexander Baskara datang dan membawanya pergi dariku. Aku kehilangan dia. Dia membuatku terlihat bodoh, dan itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa aku maafkan. Itu sebabnya saya akan memastikan bahwa Alexander tidak akan pernah bekerja di film yang saya produksi. Sekarang, aku minta kamu pergi dari sini! Dan jika bos Anda ingin menakut-nakuti saya, katakan padanya bahwa saya bukan pemimpin band!”
Jack menunggu sampai Herman selesai. "Terima kasih untuk makan malamnya," katanya pelan. “Bisakah mobil Anda mengantar saya ke bandara sekarang? Tuan Freddy adalah orang yang suka mendengar berita buruk dengan segera.”
Kemudian tanpa sepatah kata pun dia meninggalkan meja, mengambil topi dan jaketnya dari salah satu pelayan dan berjalan cepat keluar ruangan.
***
Herman Samudra sedang tidur sendirian di ranjangnya yang besar. Entah kenapa, pagi ini dia bangun lebih awal dari biasanya. Ruangan mulai terang. Semuanya terasa tenang. Tapi dia bisa merasakan ada sesuatu yang salah. Dia berbalik dan melihat ada bekas merah basah di seprainya. Baju tidurnya terasa lengket, dan ada bau yang tidak sedap di ruangan itu. Dia mengangkat selimut dari tubuhnya dan melihat ke bawah. Baju tidurnya berlumuran darah. Tanpa berpikir, dia duduk dan menarik seprai dari tempat tidurnya sepenuhnya. Kejutan dari apa yang dilihatnya hampir membunuhnya. Awalnya dia tidak bisa bernapas. Dia merasa sakit. Kemudian, sesaat kemudian, dia dipenuhi dengan rasa takut terhadap pemandangan di hadapannya. Dia membuka mulutnya dan berteriak.
Karena di sana, di ujung tempat tidurnya, ada kepala hitam yang indah, itu adalah kuda pacuan favoritnya, Jason. Seseorang telah memotongnya pada malam hari dan meletakkannya di tempat tidurnya saat dia sedang tidur. Itu menempel di tempat tidur dalam gumpalan darah yang tebal, mulutnya terbuka, mata bundarnya yang besar menatapnya seperti potongan buah yang setengah dimakan. Jeritan Herman Samudra membangunkan semua pelayan.
Enam jam kemudian, Alexander Baskara menerima telepon yang memberitahunya bahwa dia mendapatkan peran yang dia inginkan dalam film tersebut.
Doni Hermawan adalah seorang yang sangat ahli dalam membunuh orang dengan pisau. Dia adalah pria bertubuh kekar dengan mata gelap dan tatapannya menggambarkan seorang yang kejam, tetapi hari ini dia berusaha bersikap sopan dan ramah. Ada permintaan penting yang ingin dia ajukan, itulah sebabnya dia meminta pertemuan dengan Freddy Kurniawan ini.“Ketua Freddy," dia tersenyum hangat. “Saya ingin meminta bantuan Anda. Saya membutuhkan uang untuk membantu saya memulai bisnis baru di bidang narkoba,” katanya. “Jika Anda mau memberikan saya uang satu milyar, saya bisa menjanjikan antara tiga dan empat milyar di tahun pertama sebagai bagian Anda. Setelah itu, saya pastikan Anda akan mendapatkan lebih banyak lagi.”Freddy tidak mengatakan apa-apa pada awalnya. Dia sepertinya sedang berpikir. Dia melihat ke sekeliling ruangan, pada Jhony dan Tommy, dan pada Jack dan Beni, dua teman tertuanya. Mereka semua mengawasinya dengan tenan
Selama beberapa minggu berikutnya, Jack secara teratur pergi ke tempat hiburan malam yang dikendalikan oleh keluarga Dicky. Dia membuat kontak dengan Rendy Surya Negara, putra bungsu dan manajer club malam itu. Dia memberi tahu Rendy bahwa dia tidak puas dengan keluarga Freddy.Selama sebulan penuh, tidak ada hal penting yang terjadi. Kemudian suatu malam, beberapa hari sebelum Natal, Rendy memberi tahu Jack bahwa dia memiliki seorang teman yang ingin bertemu secara pribadi dengannya. “Siapa dia?” Jack ingin tahu.“Hanya seorang teman lama,” kata Rendy. "Dia ingin menawarkan sesuatu padamu. Bisakah kamu menemuinya di sini, setelah klub tutup? Pukul empat besok pagi?”Jack kembali ke kamarnya dan bersiap-siap. Dia berpikir sejenak untuk menelepon Freddy untuk memberitahunya tentang pertemuan itu, tetapi memutuskan untuk tidak melakukannya. Freddy tidak pernah berbicara urusan serius melalui
Sore itu juga, tanpa mengetahui bahwa Doni telah membunuh Jack dan menculik Tommy, Freddy menyelesaikan pekerjaannya di kantor perusahaannya. Dia mengenakan jasnya dan berkata kepada Yuna, sekertarisnya yang terlihat sedang sibuk menatap komputernya: “Beri tahu Heri untuk menyiapkan mobil, saya ingin pulang ke rumah.”“Saya yang akan menyiapkan mobil Anda, tuan," jawab Yuna. “Heri tidak bekerja, dia sakit hari ini.”Freddy tampak kesal mendengarnya. “Itu yang ketiga kalinya di bulan ini. Katakan padanya untuk menemuiku saat dia masuk. Mungkin lebih baik kamu segera mencari orang lain sebagai penggantinya untuk pekerjaan itu."Yuna segera berdiri. “Baik tuan, nanti saya akan mengurusnya.” Katanya kemudian bergegas meninggalkan ruangan.Freddy menunggu di dalam pintu sampai dia melihat Yuna memarkir mobil di luar. Gerimis mulai turun dan hari mulai gelap. Dia melangkah keluar dan
Begitu Jhony meletakkan telepon, ada sesorang yang mengetuk pintu rumahnya."Mereka bilang dia sudah mati, Jhon," kata Beni saat dia masuk. Jhoni menarik kerah bajunya dengan kasar dan mendorongnya ke dinding."Tenanglah Jhon," seru Beni.Jhoni menarik napas dalam-dalam dan melepaskan tangannya. “Maaf,” katanya.Dan kemudian bertanya: “Bagaimana dengan Heri Saputra?”“Heri tidak ada di sana. Dia sakit.”“Maksud kamu apa? Sudah berapa kali dia sakit?”“Aku tidak tahu, Jhon," kata Beni, setengah takut, setengah bingung. "Tiga, mungkin empat kali dalam bulan ini."“Dengarkan! Aku tidak peduli seberapa sakit dia. Aku ingin kau membawanya ke rumah ayahku sekarang. Sebagai kepala pengawal pribadi ayah seharusnya dia bertanggung jawab dengan semua ini. Apakah kamu mengerti?”Setelah Beni pergi, Jhony menatap C
Saat sedang membicarakan yang akan mereka rencanakan selanjutnya, mereka mendengar suara keras dari luar pintu, dan suara orang tertawa. Jhony, Gerry dan Beni bergegas keluar ruangan dan melihat Tommy berdiri di pintu depan, memeluk Angela, istrinya dan tersenyum.Jhony, Tommy dan Beni duduk di kantor Freddy. Mereka berencana membunuh Doni, bertanya-tanya di mana Jack, memikirkan apa yang harus dilakukan jika Freddy benar-benar meninggal.Gerry duduk di sofa, mendengarkan percakapan mereka, tetapi tidak diizinkan untuk berbicara. Ada ketukan di pintu, dan mereka mengetahui itu adalah Heri setelah membuka pintu. Dia menutup hidung dan mulutnya menggunakan masker, dan tampak sangat sakit."Ada seorang pria di gerbang menunggumu," kata Heri sambil memandang Jhony. "Dia bilang punya sesuatu untukmu."Jhony memerintahkan Beni untuk melihat siapa dan apa itu. Lalu dia tersenyum pada Heri.“Apakah kamu baik-baik saja, Heri?&r
Tidak ada seorang pun di luar kamar ayahnya. Gerry membuka pintu dengan panik dan berjalan masuk. Dia menghela nafas lega melihat ayahnya sedang berbaring di tempat tidur, infus tergantung di sebelahnya. Saat Gerry berdiri di samping tempat tidur dan menatap ayahnya yang masih tertutup kedua matanya, dia mendengar suara seseorang membuka pintu di belakangnya .Dia berbalik dengan cepat. Itu hanya seorang perawat yang sedang berdiri menatapnya di ambang pintu.“Apa yang kamu lakukan di sini?” dia berbisik dengan nada marah.“Saya Gerry Kurniawan, ini ayahku. Kenapa tidak ada orang di sini. Apa yang terjadi dengan keluargaku dan para penjaga?”“Ayahmu memiliki terlalu banyak pengunjung hari ini. Polisi datang dan menyuruh mereka semua pergi lima belas menit yang lalu.”Gerry berpikir cepat. Dia mengangkat telepon di samping tempat tidur dan menelepon Jhony. Dia menyuruhnya mengir
Tommy dengan sekelompok pria datang untuk menjaga ‘Ketua’. Tommy melihat wajah Gerry berlumuran darah dan berkata, “Apakah kamu ingin melaporkan ini?” Gerry kesulitan berbicara, tetapi dia berhasil berkata, “Tidak apa-apa, Tom. Itu adalah sebuah kecelakaan.” Saat dia berbicara, dia tidak mengalihkan pandangan dari kapten polisi. Dia mencoba tersenyum. Dia tidak ingin menunjukkan kepada siapa pun bagaimana perasaannya yang sebenarnya saat itu. Benih balas dendam tumbuh di hatinya yang dingin. *** Pintu masuk ke jalan pribadi tempat keluarga Freddy tinggal penuh sesak dengan mobil dan pria bersenjata. Ketika Gerry turun dari mobil dan berjalan masuk, Beni datang menemuinya. “Kenapa semua bersenjata?” Gerry bertanya. “Kita akan membutuhkannya,” kata Beni. “Setelah Doni mencoba membunuh sang Ketua di rumah sakit, Jhony menjadi marah. Kami membunuh Rendy Surya Negara pada pukul empat pagi ini.”
Akhirnya, setelah banyak persiapan yang dilakukan, pertemuan antara Gerry dan Doni diatur. Pada menit terakhir, Jhony dapat menemukan di mana itu akan terjadi. Sebuah restoran keluarga kecil di pinggiran kota.Gerry menunggu sendirian, seperti yang disepakati dengan Doni, di luar restoran. Beberapa saat sebuah mobil hitam besar berhenti di depannya, dan Gerry naik ke kursi penumpang bagian tengah. Di kursi belakang duduk Doni dan Kapten Jarot, meskipun malam ini polisi itu tidak berseragam.Doni meletakkan tangannya dengan ramah di bahu Gerry dan berkata: “Saya senang Anda datang, Gerry. Kita akan menyelesaikan semua masalah kita malam ini.”"Hentikan omong kosongmu. Aku hanya tidak ingin ada orang yang mencoba menyakiti ayahku lagi.” jawab Gerry dengan suara yang tenang dan dingin."Jangan khawatir," kata Doni hangat. “Dia akan aman. Aku berjanji. Tapi tolong tetap berpikiran terbuka ketika kita berbi