Saat Dimas akan pergi, tangan yang berbulu hitam lebat dengan kuku tajam merauk pundak Dimas. Dimas menoleh ke arah asap tadi. Ternyata asap hitam itu mengeluarkan tangan yang merauk Dimas, Dimas yang tak tahu apa-apa mulai ketakutan lagi.
"A-ada apa ya?" tanya Dimas, terbata-bata tak karuan.
Tangan berbulu tadi mulai mencekik leher Dimas sampai Dimas terangkat ke udara.
"Lepaskan saya, tolong lepaskan saya, saya hanya penasaran dan tujuan saya melepaskan kamu hanyalah membantu saja. Tolong lepaskan saya, saya mohon, hiks-hiks-hiks." Dimas langsung menangis karena lehernya sakit, mungkin sebentar lagi jika tidak ditolong, Dimas akan habis di tangan asap hitam itu yang merupakan Mohini.
"Aku bisa saja melepaskanmu, tetapi ada syarat yang harus kau penuhi!" cakap Mohini yang masih dalam wujud asap hitam.
"Apa syaratnya?" tanya Dimas, yang mulai gelagapan karena lehernya semakin tercekik.
"Kau harus memasukanku ke
Pak Kyai Iskandar dan Dimas datang ke Desa Tengkorak, mereka berdua akan menangkap Mohini yang sudah membuat kehancuran. Kehancuran pada masa itu tak jauh berbeda ketika Mohini menyebarkan wabah penyakit zombie pada tahun 1915.Pak Kyai Iskandar menantang Mohini untuk muncul di hadapan Pak Kyai Iskandar dan Dimas sekarang juga, dan beberapa lama kemudian Mohini datang ke hadapan mereka berdua dengan wujud genderuwo raksasa."Haha, setelah sekian puluh tahun, akhirnya kita bertemu lagi." Mohini tersenyum pada Pak Kyai Iskandar, dia seperti menantang Pak Kyai Iskandar untuk mengurungnya lagi di dalam botol."Kamu terus berbuat dosa, Mohini. Sekarang banyak sekali seorang Ibu yang kehilangan anaknya gara-gara kamu! Tangisan mereka semua pecah di seluruh penjuru desa karenamu, apakah hatimu sudah benar-benar membatu? Coba kau bayangkan bagaimana seorang Ibu itu menahan rasa sakit yang pedih di dalam perutnya selama 9 bulan, lalu proses melahirkannya yang perjuangann
"Jangan berteriak!" Malika langsung menutup mulut Suster Riska dengan tangannya yang berbulu lebat dan memiliki kuku yang sangat tajam.Seketika Suster Riska langsung pingsan di tangan Malika. Malika mengigit leher Suster Riska, hingga lama-kelamaan tubuh Suster Riska menjadi menghitam bagaikan arang. Ternyata Malika menyedot darah Suster Riska sampai Suster Riska tewas, setelah itu Malika menggendong jasad Suster Riska, lalu Malika menghilang, dan tiba-tiba dia berada di bukit Desa Tengkorak yang di sana terdapat sebuah kerajaan genderuwo yang besar.Di depan istana itu, munculah Ratu genderuwo, dia menyambut baik kedatangan Malika yang sudah membawa tumbal untuknya itu."Hahaha, kerja yang bagus, jangan lupa besok kau harus membawa tumbal lagi kemari." Ucap Mohini."Dan jika bisa, bawalah 2 manusia sehari, lebih cepat, lebih baik." Sambungnya."Baiklah, Ratu."Korban pertama yang dibawa oleh Malika adalah Suster Ris
Pagi yang cerah menyambut kota Majalengka yang berada di masa depan, sang surya menyinari kota dengan sinarnya, angin semilir terus terasa hingga menimbulkan rasa sejuk. Kenikmatan ini, dirasakan juga oleh para warga rumah sakit hingga suasananya lebih sehat daripada sebelumnya.Crik!Crik!Crik!Terdengar suara anting-anting yang saling beradu, suaranya indah dan sangat menenangkan telinga. Seorang perempuan paruh baya yang cantik jelita, memakai sari merah dan kalung perhiasan, datang ke ruangan IGD Rumah Sakit Pelita Kesehatan.Tap!Tap!Tap!Suara langkahnya yang begitu panik, membuat para suster yang melintas memerhatikan dirinya, yang kala itu sedang mendorong kursi roda yang di sana terdapat seorang anak perempuan yang masih berumur 7 tahun."Kenapa anaknya, Bu?" seorang perawat perempuan yang di saat itu ada di bagian IGD bertanya."Tolong anak saya, anak saya ini sepertinya radang tenggo
"Aku rasa Sri yang mengintai Sumelika bukan Nenek Sri, karena Sri yang itu sudah berusia 730 tahun, sementara Nenek Sri baru saja berusia 90 atau 95 tahun." Irene."Hmm, iya juga, Ren.""Biar enak dan enggak kedengeran Sabrina, yuk kita bicara aja di luar ruangan ini." Ajak Irene, yang ternyata nama anaknya adalah Sabrina.Mereka bertiga pun memutusan keluar dari sana."Desa Tengkorak dari sini jauh enggak?" tanya Irene."Jangan ditanya, kan aku pernah kesana dulu, ternyata memakan waktu 5 jam lebih." Timpal Suster Anna."Memangnya kenapa, Ren?""Begini, aku pengen banget bantuin Sumelika untuk menyelesaikan misinya, ditambah aku juga sekarang kan lagi libur kerja, jadi ada banyak waktu luang." Ujar Irene."Ren, terlalu beresiko kalo kamu masuk di permasalahan kita. Aku kasian sama kamu, kemarin kan kamu udah kena jebakannya Nenek Sri, bertahun-tahun pula, nah sekarang ... kalo semisal kamu kena jebakan di san
Di ruangan IGD, Arsela menyentuh darah yang menempel di kapas infusan milik Sabrina tadi. Seketika dia melihat kilas balik sebelum Sabrina menghilang. Dugaan Irene, Suster Anna dan Suster Amalia benar, ternyata Sabrina diculik oleh manusia serigala hitam, siapa lagi kalau bukan Dokter Malika. Arsela melihat, di saat Irene dan para suster yang lain keluar dari ruangan, manusia serigala hitam keluar dari bawah ranjang lalu ia membawa Sabrina menghilang entah kemana. Yang pasti sebelum manusia serigala itu menghilang, Arsela samar-samar mendengar suara manusia serigala hitam yang menyebutkan bukit Tengkorak sampai ratu genderuwo, Mohini."Lho? Genderuwo? Jangan-jangan Sabrina mau dibawa ke genderuwo yang keberadaannya itu di bukit Desa Tengkorak?" tebak Suster Amalia."Bisa jadi, karena aku liat di desa Tengkorak dulu ada bukit, plus ada gunung juga." Ucap Suster Anna."Berarti dapat disimpulkan, manusia serigala itu membawa Sabrina ke bukit gende
Sumelika melihat puzzle yang terukir di setiap batang pepohanan. Ada banyak puzzle yang Sumelika lihat, diantaranya ada puzzle potongan kepala naga, ular, kuntilanak dan lain sebagainya yang terpisah-pisah tak karuan di setiap batang pohon."Ohh, puzzle. Kata temen aku yang pernah mendaki gunung Tengkorak, puzzle ini mah katanya untuk petunjuk jalan untuk para pendaki, supaya pada enggak tersesat." Ucap Rindu."Tapi kenapa harus gini puzzlenya, Rin? Ngeri jadinya." Tutur Sumelika, bergidik ketakutan."Puzzlenya pada seram itu cuman untuk pengingat supaya kita enggak berbuat aneh-aneh di sini, Mel." Timpal Rindu, yang menjawab pertanyaan Sumelika lagi."Pantesan. Eh, liat tuh! Ada apa di pos 1!" Perhatian Desti terpecah, di saat dia melihat sesuatu di plang berwarna hijau pos 1. Karena Desti yang kegirangan, semua pun melihat pos 1, dan mereka lihat ada sesosok lelaki menyeramkan dengan rambut panjang serta berpakaian putih terlukis di sa
Suara teriakan anak perempuan tadi semakin nyaring di telinga Desti, bahkan sekarang suara teriakan anak tersebut terdengar jelas di telinga masing-masing."Tuh kan, makin keras! Kalian denger juga enggak?" Desti, memastikan."D-denger!" Timpal Sumelika."Ayo, kita samperin aja sumber suaranya, kayanya suara anak itu ada di sebelah sana!" Aisyah menunjuk ke arah bukit gunung Tengkorak."Ayoo!""Eh, jangan!" Rindu, menghentikan mereka."Kenapa, Rin? Kita takut anak itu diculik sama wewe gombel, ayo kita cepetan kesana." Ajak Sumelika."Jangan, Mel. Aku akui hutan ini sarangnya kalong wewe, tapi kalo itu bukan anak kecil yang diculik gimana? Dan bisa aja itu jebakan kalong wewe yang bakalan nyulik kita di saat kita udah di sana." Papar Rindu, yang berpikiran kritis."Bener juga, anak kecil juga mana mungkin main di area pegunungan kaya gini, gue liat rumah aja kagak ada di sini." Pikir Tania, m
Sumelika, Aisyah, Tania, Desti dan Rindu memutuskan untuk membangun sebuah tenda dari kain sarung dan kayu di tengah hutan karena hari sudah semakin gelap saja. Magrib berkumandang, dan syukurnya tenda mereka sudah selesai dibangun. Mereka semua melakukan ibadah sholat magrib di tenda, diterangi dengan cahaya mega oranye dan api unggun. Setelah melakukan sholat magrib, mereka memakan singkong rebus, dan ubi bakar di depan api unggun, lalu minumnya adalah air putih yang masih segar."Enak banget ya, enggak kerasa kita udah sampe pos 7, besok InsyaAllah bisa langsung ke alam naaglok." Senang Sumelika, sebari memakan singkong rebus yang lezat."Hahh? Enggak kerasa? Lah, gue capek banget, kaya kerasa 1 minggu perjalanannya." Keluh Tania."Dibawa santai aja, Tan. Jangan terlalu tegang, anggap aja ini liburan versi di film-film horor." Goda Sumelika."Santai kagak, tegang iya." Ucap Tania."Eh, kalian tadi lihat lukisan-luki