Home / Lainnya / Another Eye / Chap 01: The one of Kingdom

Share

Chap 01: The one of Kingdom

Author: Andrea
last update Huling Na-update: 2021-02-19 16:00:11

"Hah!"

Pemuda itu terbangun dengan keringat bercucuran. Nafasnya tersengal-sengal setelah sebuah mimpi membangunkan paksa dirinya dari tidur lelap.

"Ada apa tuan?"

Sebuah kepala muncul dari bawah ranjang. Lehernya kemudian memanjang, menelisik setiap inci bagian tubuh dan memastikan sang tuan baik-baik saja.

Tuan muda itu kemudian duduk, berusaha menghilangkan pening yang teramat sangat dengan memijat pelan keningnya sendiri. Merasa sang tuan tidak sedang dalam keadaan baik, kepala berleher panjang itu perlahan mengeluarkan tubuhnya.

"Biarkan aku membantumu, tuan.." Menampakkan sesosok wanita berbalut pakaian khas kerajaan Jepang.

Beralih ke belakang sisi pemuda yang tengah terduduk lemas, jemari pucat wanita itu menyentuh pelipis sang tuan. Menyalurkan dingin yang menjalar dan menenangkan pikiran. Perlahan, pemuda itupun kembali terpejam.

"Apakah anda kembali memimpikan hal itu?" Semilir dingin membelai tengkuk ketika wanita itu berbicara.

"Hm.." Ia hanya bergumam, tanpa dijelaskan, pelayan itu sudah mengerti. Bayangan tentang mimpi yang berulang kali terjadi itu telah begitu sering bertandang di setiap tidurnya. Membangunkannya tanpa sengaja, hingga membuat salah satu pelayan setia itu berdiam diri untuk berjaga.

Setelah beberapa menit menenangkan diri, tangan hangat itu menyentuh jemari pucat yang sedari tadi memberikan sentuhan lembut. Menyingkirkan pelan kulit dingin itu dari bahunya.

"Terimakasih, Sora." Ucapan pemuda itu dibalas tatapan khawatir dari sosok yang belum beralih dari tempatnya, sementara sang tuan muda bangkit dan berjalan keluar kamar.

-0-

Para pelayan terlihat berjalan kesana kemari, sibuk mempersiapkan tuan mereka yang hendak pergi. Barisan jas dan dasi tersanding, dipilah satu-persatu sesuai keinginan sang tuan.

"Persiapkan keretaku, Martin. Aku tidak ingin kita terlambat di pertemuan kali ini." Titah tuan muda, namun tak ada satupun dari mereka yang bergerak. Hanya hembusan angin ringan dari jendela yang menjadi pertanda hadirnya seseorang di antara kerumunan pelayan.

"Baik, tuan."  Dibalik keheningan, mereka dapat mendengar bisikan yang berhembus bersama udara dingin. Kemudian disusul desingan angin yang bergerak keluar ruangan.

Semua nampak normal, tiada sesuatupun yang aneh terjadi di Castil ini. Setiap pelayan dan semua orang yang berada di sini sudah berteman baik dengan mereka. Dibubuhi dengan penglihatan istimewa sebagai syarat utama, semua akan menjadi neraka bila tidak terbiasa.

"Ah!" Termasuk bagi seorang gadis yang baru menjadi salah satu bagian di keluarga ini.

Bahunya bergetar hebat begitu hembusan dingin menjalari lehernya. Tangannya tak berhenti gemetar ketika matanya bertemu pandang dengan iris merah yang baru saja terbang keluar, semerah anggur yang ia antarkan.

"Ely," Seorang pelayan berparas dewasa memberikannya pandangan tajam. Baru saja ingin menegur sang bawahan, tuan muda yang tengah dipakaikan dasi itu memegang bahunya. Mengisyaratkannya untuk diam.

Berdiri di hadapan pelayan baru yang diam ketakutan, sang tuan mengambil gelas anggur dari tangannya, mengalihkan perhatian gadis lemah itu ke dalam matanya.

"Kami senang kau berada disini. Tapi bila kau tidak bisa bertahan.." Mata sehitam malam itu menghujam Ely hingga ke dalam sum sum tulang. Bayang-bayang tipis perlahan keluar, mengelilingi sang tuan. "Kau boleh memilih untuk keluar dari Castil ini."

Sesaat sebelum terpejam, gadis itu bisa melihat kepulan aura hitam memenuhi tubuh sang tuan. Menampakkan mata-mata dan bisikan yang menutupi pikirannya. Sebelum akhirnya gadis itu jatuh pingsan.

Menghembuskan nafas pelan, pelayan senior tadi kembali menghampiri dirinya, "Maafkan atas kelancanganku, tuan. Gadis itu tidak lagi pantas menjadi pelayan pribadimu."

Pemuda itu menatap barisan makhluk berkepala botak yang mengangkut pelayan baru itu keluar. Padahal ia sendiri yang menemukan gadis itu dan menjadikannya pelayan disini, tapi sepertinya tampang Martin yang menyeramkan sangat merusak mentalnya.

"Aku tidak tega membiarkannya terlunta-lunta di pinggir jalan seperti itu, Ginna. tetapi akan lebih memprihatinkan bila dia mati karena gila disini." Ucap sang pemuda, menyesap sedikit anggur manis di tangannya.

"Anda sungguh baik, tuan. Tapi membawa orang asing ke dalam Castil memiliki resiko yang besar." Balas Ginna. Pelayan itu sudah mengerti perangai sang tuan sejak kecil, namun ia tetap saja khawatir. "Meskipun atas dasar kemanusiaan."

Wanita yang tak lagi muda itu membenahi kemeja sang tuan. Bahu lemah yang dahulu sering gemetar kini sudah menjelma tegap dan bidang. Tak luput sama sekali ingatan disaat dulu tangannya menyentuh pipi kurus seorang anak lelaki yang berusaha melawan kerasnya kehidupan. Ia akan terus setia, meski sebuah fakta besar bisa saja membuat seluruh harta berpindah dalam genggaman tangannya.

"Lebih baik anda bersegera.."

Tapi, tak akan ia biarkan penderitaan merenggut kebahagiaan sang tuan lagi.

Bersamaan dengan itu, derap langkah perlahan mendekati mereka. "Kereta anda sudah siap, tuan." Menampakkan seorang lelaki berparas ramah dengan sepasang kacamata tipis yang bertengger di matanya.

Menggangguk sekilas kepada para pelayan yang memohon undur diri, tuan muda itu berjalan keluar ruangan bersama sang sekretaris. 

Sepatunya bergema di tiap lantai mengkilap yang ia lewati. Cahaya berdenyar terang, menyelimuti tiap sudut ruangan hingga menembus keluar. Jendela-jendela raksasa yang berjajar rapih di sepanjang koridor membuat castil itu terlihat menyala diantara gelapnya malam. 

Elmardillo Casttella. Begitu para rakyat dan jajaran bangsawan menyebutnya. Castil besar milik keluarga Elmardillo berdiri megah diatas bukit Armuld, menempati ruang tertinggi dalam tatanan kota Elgarsy. Singgahsana yang tersusun begitu tepat karena menghadap seluruh wilayahnya itu, membuatnya bisa mengawasi secara langsung kota yang berada dalam kekuasaan keluarganya. 

Namun meski dirinya berdaulat di posisi tertinggi, para rakyat tak pernah merasakan kepedihan barang setitik. Semua tersanding rapih bak kota surga, tanpa kekerasan, tanpa rintihan, bergelimang kemakmuran. Bahkan ketika para bangsawan lain begitu tak sudi bertemu pandang dengan jelata, rakyat dapat begitu mudah mengagumi kejayaan sang tuan dari balik halaman luas bila saja mereka tengah bertandang. 

Mereka berjalan dengan kakinya sendiri, membawa serta rasa cita atas kemakmuran dan kebebasan yang diberikan sang tuan. Tak ayal, hasil panen dan berbagai barang indah dibawa sebagai buah tangan.

"Apakah bangsawan Resalf ikut dalam pertemuan ini?" Sang tuan muda membuka percakapan. Pria berkacamata yang berjalan di belakangnya itu berdeham, kemudian menyahut pelan. 

"Benar, tuan. Pertemuan ini akan dihadiri oleh semua bangsawan dari barat dan beberapa perwakilan dari selatan." Balasnya.

Penjelasannya dibalas senyuman sekilas. Meski sudah sekian lama menemani tuan muda itu dalam masa jabatannya, nyatanya pemikiran dari sosok yang lebih muda darinya itu tetap sulit ditebak. Jabatannya sebagai sekretaris tak menjaminnya mengetahui apapun, sang tuan masih begitu banyak menyimpan rahasia dan misteri. 

Ringkikan kuda menyambut di depan gerbang. Rambut panjang Martin berliuk saat membukakan pintu kereta. 

"Baiklah. Tolong pastikan Elgarsy baik-baik saja hingga aku kembali, Davine. Alexan akan menemanimu."

Tepat setelah ia berkata, sebagian bayangan di bawah kakinya berpisah diri dan merayap ke sisi Davine. Kemudian membentuk siluet seseorang yang merupa persis seperti sang tuan muda. 

"Bertemu denganku lagi, Davine." Wajah serupa pewaris tunggal Elmardillo itu tersenyum lebar. Meski tak seinci pun fisiknya terlihat berbeda, namun sifat asli Alexan begitu kontras dengan air muka tuan muda yang tenang. 

"Jangan lupakan tugasmu Alexan." Ucap tuan mereka, mengingatkan. Setelah itu kereta kuda mulai berpacu menuju pusat pertemuan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Another Eye   Chap 63: Sudden Contract

    Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K

  • Another Eye   Chap 62: Ghost or Imaginary?

    "Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete

  • Another Eye   Chap 61: Run Away

    Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu

  • Another Eye   Chap 60: Tricked

    Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada. Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya. Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata

  • Another Eye   Chap 59: Paper Cut

    Harss melangkah ke arah rumah Edrich. Rekannya Gerald itu memberitahu kalau Edrich ingin membicarakan sesuatu ketika mereka bertemu di pasar. Sekarang dia bergegas kesana sembari berdoa semoga pemuda itu mendapat informasi yang membantu kasus mereka.Tok tok tokk!! "Edrich!"Tak lama setelah diketuk, pintu terbuka perlahan tanpa seorangpun yang terlihat. Harss melirik keheranan sebelum suara mencicit di bawah membuat pria tua itu menunduk. "Kau siapa ya?"Bocah tidak sopan. Tapi bukan itu yang membuat Harss terdiam. Namun wajah anak itu yang sekejap membuat bulu kuduknya meremang. Apakah itu dia? Tapi tidak mungkin karena anak itu sudah lama mati. Jadi Harss putuskan menatapnya cermat, memastikan apakah benar dia sosok yang pernah hidup itu atau hanya mirip saja."E-eh..." Sin beringsut menempel tembok, keringat dingin bercucuran saat pria berjenggot tebal memelototinya lekat-lekat sampai membuat jantungny

  • Another Eye   Chap 58: Impossible Science

    "Keith, Chloe, makan malam sudah siap!"Sosok perempuan yang sudah memiliki banyak uban di rambutnya itu berjalan ke luar dapur sembari mengelap tangan di celemek yang ia kenakan. Namun sampai beberapa kali panggilan, kedua putranya itu tidak juga muncul seperti biasanya. "Chloe? Kurt?" Tangannya yang penuh dengan piring saji terpaksa menaruh makanan itu kembali. Dahinya mulai mengkerut curiga saat tak mendengar suara apapun dari kedua kamar anak-anaknya.Akhirnya wanita itu berjalan ke kamar mereka satu persatu. Kakinya bergegas berjalan ke kamar Kurt, namun yang ia temukan malah anak itu tengah tertidur di atas nakasnya sendiri. Tangannya menggelantung bersama pena yang sudah terjatuh di lantai. Mungkin dia kelelahan karena belajar."Kurt.. Apa kau tertid-" Kelopak mata Rose tiba-tiba melebar. Seluruh tubuhnya bagai membeku di tempat kala menemukan remaja lelaki itu telah sekarat dengan busa yang mengalir di sela

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status