Beranda / Lainnya / Another Eye / Chap 02: Behind the Sun

Share

Chap 02: Behind the Sun

Penulis: Andrea
last update Terakhir Diperbarui: 2021-02-19 16:02:17

Tiada suara selain tepukan kaki kuda yang bergesekan dengan jalanan. Temaram lampu di pinggiran kota Resalf mengantarkan sunyi yang tak bertepi di dalam kereta. Martin berkendara dengan tenang, tak ingin mengganggu tuannya yang tengah menyelam dalam bacaan.

Meski kerikil tajam tak jarang membuat kereta bergeredak, tuan mudanya itu tetap memilih melalui rute perumahan kumuh ketimbang jalanan mulus di pusat kota.

"Selera yang buruk sekali." Komentar Martin, setelah tertawa pelan dibalik kemudinya. Sosok yang merasa tengah menjadi bahan pembicaraan terdiam sejenak.

"Apa maksudmu?" Balasnya.

"Semua kekayaan ini tidak berarti untukmu, ya?" Sindirnya, lagi. Martin terus saja mencemooh apa yang selalu ia lakukan, sedangkan tuan muda itu hanya tersenyum kecil menanggapi rasa heran salah satu pelayan setianya.

Tak ada yang bisa dinikmati selain kecipak lumpur yang terinjak kaki dan kendaraan di tengah gerimis. Namun semua itu bisa membuatnya teringat dengan masa lalu. Ia tak akan melupakan kenangannya dahulu, sebelum menjadi seperti saat ini. Sebenarnya tanpa bertanya pun, Martin sudah mengetahui tujuan lain dari sang tuan selain hanya berjalan-jalan menyusuri kenangan.

"J-jangan!"

Yaitu menyesapi kejahatan-kejahatan dibalik damainya pemerintahan.

Kuda-kuda itu meringkik saat tali kekangnya ditarik. Telinga tajam Martin menangkap teriakan dari kejauhan yang bahkan tidak terdengar telinga manusia di tengah hujan. Hampir mempertanyakan mengapa kereta mendadak berhenti, sekelebat bayangan tiba-tiba menyapa sang tuan.

Iris hitam itu sesaat bertemu mata dengan sosok gadis berambut panjang, rintik hujan yang menutupi kaca tebal jendela tak berpengaruh ketika ia menemukan raut sedih dan air mata yang mengalir dari wajah gadis itu yang hancur.

"Martin." Panggilan sang tuan bergaung keras di telinga Martin. Tanpa harus membuka bibirnya, mereka bisa mengerti suara batin masing-masing. 

"Sesuai keinginanmu, tuan."

Martin melompat dari kereta, berlari memasuki sebuah gang sempit sebelum berubah menjadi kepulan aura hitam yang menyatu dengan bayangan.

Membuatnya menjadi secepat kilat mencapai sumber suara.

Tuan muda itu segera turun dari kereta. Setelah mengenakan mantel dan topi yang menutupi wajahnya, ia berjalan menyusul sang pelayan. Namun ditengah perjalanan, dua orang lelaki berlari dari arah berlawanan. Hampir saja menabrak bahunya karena ketakutan. Sekilas wajah kedua orang itu tertangkap dari pinggir mata sang tuan muda.

Sesampainya di ujung gang, ia menemukan Martin dan seorang anak lelaki yang tengah terduduk lemah. Mata yang langsung menatapnya nyalang itu bercucur air mata, pipinya lebam. Syal di leher bocah itu bahkan tak mampu menutupi tubuh kurus dan luka yang membalutnya disana sini.

Sebelum sempat membuka suara, bocah di hadapannya berdesis, "L-lepaskan aku!" Kebencian terpancar jelas dari mata. "Biarkan aku pergi!" Teriaknya.

"Kau mempunyai adik perempuan, bukan?"

Mata bocah itu melebar mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulut orang didepannya. Rautnya kemudian berubah menjadi sedih, menunduk dalam sembari menangis.

"Gre-Gretta.." Gumamnya, membisikkan nama adik dan satu-satunya keluarga yang ia miliki. Isak tangis terdengar pilu. Sang tuan muda menunduk, meraih kepala anak lelaki itu. Membuatnya mendongak dan bertemu pandang dengan Iris hitam yang seakan menghisapnya dalam.

"Ikutlah denganku, aku akan membantu semuanya." Bisik orang itu, "termasuk membalaskan dendam atas kematian adikmu."

Bola matanya seketika mendelik kaget. Jantungnya berdetak ngilu mengingat detik dimana nyawa adiknya terenggut kejam oleh orang-orang itu. Potongan-potongan peristiwa membuat hatinya mencelus. Ketika lelaki dihadapannya tersenyum lembut, kesedihannya tak mampu ia bendung lagi.

Martin memandangi mereka, bocah itu menangis meraung-raung di dalam pelukan. Sedangkan senyum tipis tergambar di salah satu ujung bibir sang tuan.

-0-

Sunyi. Anak lelaki itu tertidur dibahunya. Raut wajah anak itu terlihat begitu lelah, keningnya beberapa kali berkerut takut ketika kenangan buruk menelusup dan bercampur ke dalam mimpinya.

Sedangkan buku ditangan sang tuan muda tertutup setelah baris terakhir selesai dibaca. Pandangannya kemudian jatuh ke luar jendela, menatap wilayah pinggiran kota Resalf yang memadat dan kian ramai dari sebelumnya. Bangunan-bangunan bertumpuk, udara pengap bersatu dengan kepulan asap yang keluar dari cerobong rumah para warga. Menghangatkan ruangan yang berisi keluarga-keluarga dengan meja makan tanpa hidangan. 

Menuju ke pusat kota, rumah-rumah besar dan megah mulai terlihat memenuhi sisi jalan. Lampu yang terang dan indah menyinari setiap pejalan. Sedangkan pikiran sang tuan muda berkecamuk, haruskah semua ini hanya dinikmati orang-orang tertentu saja? Dengkuran bocah kumal dibahunya makin membuat batinnya bergejolak. 

Perbedaan strata sosial masih begitu kental di wilayah ini. Bangsawan yang memegang kendali atas Resalf sama sekali tak paham dengan keadilan. Pajak-pajak dijatuhkan pada rakyat dengan nominal begitu besar, para buruh bagai diperas kering ketika membayar sewa tanah. Jerih payah mereka dibagi untuk menghidupi rakusnya bangsawan, sedangkan hutang yang harus mereka lunasi lebih besar dari hasil yang mereka dapatkan.

Sebenarnya bukan hanya Resalf yang menjadi korban kejamnya perbedaan derajat sosial. Hampir seluruh wilayah masih meninggikan marga-marga tertentu. Marga yang di dapat dari leluhur berabad-abad lalu masih berlaku hingga kini, meskipun sistem kerajaan dan perang telah lama usai. 

Semua orang masih terpaku pada segitiga yang mengendalikan kehidupan. Golongan paling bawah ialah Under yang berasal dari budak dan rakyat jelata. Golongan kedua adalah Middle yang didomimasi para pelayan dan orang yang dapat bekerja di bawah para bangsawan. Sedangkan golongan tertinggi atau Higher berhak memimpin negri dan menikmati semua kemewahan yang ada.

Tingkat derajat bermula pada masa perang besar. Musuh yang menargetkan seisi pulau membuat seluruh kerajaan bersatu untuk bertahan. Setelah usai peperangan, demokrasi perlahan terbentuk dan menjadikan wilayah berdiri dengan pemerintahan. Golongan berdarah kerajaan dan pahlawan berhasil memegang wewenang tertinggi, kemudian predikat bangsawan muncul dan orang-orang dengan darah tersebut tumbuh dengan Marga yang melekat pada nama mereka. 

Tapi pada kenyataannya darah para pejuang yang mengalir di tubuh bangsawan malah dikotori dengan sifat kejam dan ketamakan. Abad demi abad yang berlalu mengubah kebijaksanaan mereka menjadi serakah. Marga yang seharusnya suci dan menjadi ciri pemimpin agung berubah menjadi momok tersendiri bagi para rakyat yang mau tak mau hidup dibawah kaki mereka. Dulu nama yang selalu dielu-elukan kini menjadi kata selipan ditengah amarah dan tangisan rakyat. Tanpa sadar mereka telah menjadikan keluarga mereka begitu buruk. 

Ntah sampai kapan segitiga setan itu akan terus mengatur nasib manusia. Hidup di dalam dunia seperti ini bagai kutukan. Rakyat menderita di bawah kekuasaan yang dimanfaatkan oleh para manusia tak berakal. Wewenang yang seharusnya memberi kesejahteraan pada rakyat dijadikan alat sebagai pemuas nafsu dan keserakahan.

Namun ia akan segera merubahnya. Menghancurkan lingkaran neraka yang memenjarakan keadilan. Kali ini ia akan bergerak, memulai perang tanpa hunusan pedang dan menciptakan dunia yang ia harapkan. Meskipun harus memusnahkan golongannya sendiri. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Another Eye   Chap 63: Sudden Contract

    Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K

  • Another Eye   Chap 62: Ghost or Imaginary?

    "Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete

  • Another Eye   Chap 61: Run Away

    Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu

  • Another Eye   Chap 60: Tricked

    Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada. Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya. Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata

  • Another Eye   Chap 59: Paper Cut

    Harss melangkah ke arah rumah Edrich. Rekannya Gerald itu memberitahu kalau Edrich ingin membicarakan sesuatu ketika mereka bertemu di pasar. Sekarang dia bergegas kesana sembari berdoa semoga pemuda itu mendapat informasi yang membantu kasus mereka.Tok tok tokk!! "Edrich!"Tak lama setelah diketuk, pintu terbuka perlahan tanpa seorangpun yang terlihat. Harss melirik keheranan sebelum suara mencicit di bawah membuat pria tua itu menunduk. "Kau siapa ya?"Bocah tidak sopan. Tapi bukan itu yang membuat Harss terdiam. Namun wajah anak itu yang sekejap membuat bulu kuduknya meremang. Apakah itu dia? Tapi tidak mungkin karena anak itu sudah lama mati. Jadi Harss putuskan menatapnya cermat, memastikan apakah benar dia sosok yang pernah hidup itu atau hanya mirip saja."E-eh..." Sin beringsut menempel tembok, keringat dingin bercucuran saat pria berjenggot tebal memelototinya lekat-lekat sampai membuat jantungny

  • Another Eye   Chap 58: Impossible Science

    "Keith, Chloe, makan malam sudah siap!"Sosok perempuan yang sudah memiliki banyak uban di rambutnya itu berjalan ke luar dapur sembari mengelap tangan di celemek yang ia kenakan. Namun sampai beberapa kali panggilan, kedua putranya itu tidak juga muncul seperti biasanya. "Chloe? Kurt?" Tangannya yang penuh dengan piring saji terpaksa menaruh makanan itu kembali. Dahinya mulai mengkerut curiga saat tak mendengar suara apapun dari kedua kamar anak-anaknya.Akhirnya wanita itu berjalan ke kamar mereka satu persatu. Kakinya bergegas berjalan ke kamar Kurt, namun yang ia temukan malah anak itu tengah tertidur di atas nakasnya sendiri. Tangannya menggelantung bersama pena yang sudah terjatuh di lantai. Mungkin dia kelelahan karena belajar."Kurt.. Apa kau tertid-" Kelopak mata Rose tiba-tiba melebar. Seluruh tubuhnya bagai membeku di tempat kala menemukan remaja lelaki itu telah sekarat dengan busa yang mengalir di sela

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status