Rani, seorang gadis yang sudah bertunangan dengan kekasihnya bernama Jali, meskipun keduanya baru mengenal satu sama lain, selama dua bulan. Awalnya, semua berjalan dengan lancar, hingga acara lamaran untuk menentukan tanggal pernikahan tiba. Sungguh di luar dugaan, gadis manis pekerja keras tersebut meminta Mahar yang sangat fantastis, yaitu 5 milyar. Bukan tanpa alasan Rani meminta Mahar yang yang terkesan tak masuk akal. Semua itu dikarenakan Jali yang membuat ulah.
Lihat lebih banyak"Nggak terasa ya, Bang. Dua minggulagi kita nikah." ucapku pada calon suami saat kami sedang duduk makan bakso di warung Bu Sri.
"Iya, dek. Rasanya udah dag dig dug ser, bayangin saat mengucapkan ijab qobul."
"Rencananya, kalau udah nikah, aku masih harus kerja, atau berhenti Bang?" tanyaku pada Bang Jali, untuk masa kedepannya.
"Ya, harus kerja dong. Kan biar kita bisa cepat bangun rumah sendiri. Sementara sebelum punya rumah, ya kita numpang dulu di rumah orang tuaku."
"Terus, setelah menikah apa aku masih boleh kasih uang belanja tiap bulannya untuk ibu kan? " tanyaku lagi.
Ibuku adalah seorang janda. Ayah sudah lama dipanggil sang Maha pencipta. Meskipun usia ibu tak lagi muda. Ia tetap bekerja demi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selama ini, aku juga selalu memberinya sebagian gajiku, untuk meringankan sedikit bebannya. Tapi ya begitu, beliau sering menolak. Kadang diterima, tapi ia belikan untuk pakaianku.
"Dek, setelah menikah, seorang istri seutuhnya milik suaminya. Apapun yang dikatakan suami, istri harus menurutinya. Ingat, surganya istri ada pada suaminya. Maka istri harus berbakti sepenuhnya pada suami, bukan ibunya. Jadi, setelah menikah tak perlu lagi kamu beri uang pada ibumu. Apalagi tanpa sepengetahuanku. Dosa!"
"Iya, aku tau seorang istri harus berbakti pada suaminya. Tapi apakah tidak boleh memberi sedikit rejeki pada ibuku?"
"Kamu ini bagaimana sih. Setelah menikah, maka otomatis tanggung jawab atas dirimu berpindah padaku. Bahkan dosamu, aku juga ikut menanggungnya. Jadi, untuk masalah akhirat saja aku yang ikut menanggung, bukan orang tuamu. Maka, kamu tidak perlu lagi memberikan apapun padanya. Ibarat kata, istri itu sudah dibeli oleh suaminya."
'Dibeli' seperti rendah sekali istri di matanya. Sampai bisa dibeli.
"Terus, kalau untuk ibumu bagaimana?"
"Nah, ini yang harus kamu mengerti. Surganya anak laki-laki, ada pada ibunya. Meskipun sampai dia menikah. Jadi, anak lelaki tetap harus berbakti pada ibunya. Dan kamu sebagai istri tak boleh cemburu jika aku memberi sebagian gajiku padanya. Karena apa?"
"Surga anak lelaki ada pada ibunya," jawabku cepat.
"Pinter calon istriku. Kamu lihatkan, sekarang aku sudah menjadi guru. Semua ini berkat kerja keras ibu bapakku. Dari SD aku disekolahkan. Sampai menjadi sarjana, dan kini sudah menjadi guru. Sangat harus kamu bersyukur, apalagi aku sudah bukan lagi guru honorer alias negri. Pasti kamu sangat bangga jika ada yang bertanya apa profesi suamimu. Kamu mendapatkan aku tinggal terima jadi dan menikmati hasilnya. Bayangkan, sudah berapa banyak uang kedua orang tuaku untuk sampai aku menjadi seperti ini?"
Aku hanya terdiam tidak bisa berkata apa-apa. Jadi, begitukah pemikirannya tentang istri? Harus patuh dan taat kepada suami dan melupakan ibunya? Baiklah Bang, kita lihat saja seperti apa kedepannya.
"Jadi intinya, keluargaku adalah keluargamu. Dan ibuku, sebagai pengganti ibumu. Jangan pernah kamu menganggapnya orang lain. Karena syrgaku ada padanya, dan surgamu ada padaku."
Aku dan Bang Jali, sebenernya belum lama saling mengenal. Baru dua bulan yang lalu. Saat itu, aku sedang berkunjung ke rumah teman. Yang kebetulan bertetangga dengannya.
Saat sedang duduk-duk di teras, lelaki yang kini telah menjadi tunanganku itu, datang menghampiri kami. Lalu berkenalan denganku. Kebetulan sekali, saat itu aku sedang tak memiliki kekasih. Begitupun juga dia. Wajah, yang lumayan tampan membuatku jatuh hati padanya, begitu juga dengannya.
Saat sudah berkenalan dan saling bertukar nomor handphone, dia mengatakan perasaannya. Dan dia juga tak ingin berpacaran, melainkan langsung menikah. Usianya yang kini sudah menginjak dua puluh sembilan tahun, membuatnya tak ingin lagi bermain-main dalam urusan asmara. Begitu juga denganku yang sudah dikatakan cukup umur untuk menikah karena sudah dua puluh lima tahun.
Seminggu kemudian, dia bersama orang tuanya datang untuk meminangku. Kami pun bertunangan saat itu juga. Karena sama-sama suka.
Semua sifatnya, aku belum tahu betul. Dan saat ini, sedikit aku sudah mengetahuinya. Sebelumnya, kami tidak pernah membahas masalah keluarga seperti ini. Karena bagiku, nanti juga kami akan sama-sama menjalaninya. Tapi, hari ini hatiku merasa tak tenang dan ingin tahu bagaimana tanggapannya tentang aku yang masih tetap ingin membantu ibu setelah menikah. Dan jawabannya sungguh di luar dugaan.
***
Sudah seminggu, sejak pertanyaanku pada Bang Jali. Dan hari ini dia bersama keluarganya datang untuk menanyakan mahar.
Makanan, beserta minuman sudah ibu sediakan untuk kedatangan keluarga mereka. Tetangga, dan saudaraku juga sudah berkumpul untuk melihat dan mendengar berapa mahar yang akan aku dapatkan.
Suara ramai menyambut kedatangan calon suamiku itu. Aku yang sedari tadi duduk di dalam kamar, kini keluar untuk menemui mereka.
Satu persatu keluarga Bang Jali kusalam. Lalu aku duduk lesehan bersama yang lainnya. Ya, semua para tamu hanya duduk beralaskan tikar karena aku tak memiliki sofa mewah.
"Jadi, berapa mahar yang kamu pinta, Nak?" tanya ibu Bang Jali, dengan tangan yang ia gerakkan hingga gemercing gelang memenuhi indra pendengaran kami.
"Apakah berapapun yang aku pinta, ibu dan keluarga akan menyanggupinya?" tanyaku dengan wajah serius.
"Ya, jelas dong. Bukankah seorang wanita berhak meminta maharnya?" Calon ibu mertuaku itu masih berbicara dengan pergerakan yang berlebihan.
"Baiklah ... Ekhemm ..." Aku sedikit berdehem untuk menghilangkan rasa grogi karena ditonton banyak orang.
"Saya meminta mahar pada Bang Jali sebesar Lima Milyar!" ucapku lantang.
"APAAA?" Semua orang teriak bersamaan. Sepertinya mereka terkejut dengan mahar yang kusebutkan.
Mata kedua calon mertuaku serta calon suamiku melotot tak berkedip. Sepertinya mereka sangat syok dengan jawabanku.
Pov Putri. "Huhuhu." Aku turun dari sepeda motor tukang ojek online yang mengantarkanku pulang. Aku harus berakting dan berpura-pura sangat bersedih. Pokoknya Bang Jali dan seluruh keluarganya tidak boleh curiga. Abang tukang ojek itu agak kebingungan melihatku yang tiba-tiba saja menangis. Sejak naik sepeda motornya, aku hanya diam saja. Dan sekarang, dengan tiba-tiba aku menangis. Aku memintanya segera pergi setelah kuberikan ongkos yang sudah ditentukan di aplikasi. Abang ojek itu langsung menancap gas sepeda motornya. "Kamu kenapa?" tanya Ibu mertua yang sedang melihat-lihat tanaman bunganya. Dia hanya menoleh sekilas saja. Oke, Put, perdalam lagi aktingmu! "Duhh, gimana, ya, Bu, bilangnya." Aku kembali menangis dan berusaha mengeluarkan air mata agar lebih meyakinkan aktingku, aku juga meremas kedua tanganku. "Ada apa? Ngomong kamu! Jangan cuma nangis aja! Nggak jelas banget kamu ini!" gerutunya jengkel."Itu Bu. Sepeda motor Bang Jali, hilang, Bu," ucapku seraya menundukk
Tidak ada satupun dari mereka yang berniat melerai kami. Mereka hanya menonton pertarungan sengit antara aku dan ulat bulu. Tak habis akal, aku juga menen-dangnya dengan sekuat tenaga.Rasakan! Rani, kok mau dilawan. Belum tahu saja kamu, bagaimana sifat bar-bar Rani, jika sudah tersakiti. Tidak akan ada kata atau pun lagu kumenangis. Berkali-kali aku menghadiahinya dengan tendangan maut, seperti pemain sepak bola. 'BRAK!'"ADUHH, SAKIT DEK!" keluhnya, mengaduh. Eh, suaranya kok berubah jadi laki-laki sih? Apakah Turmi wanita jadi-jadian? Terus, tadi manggil aku, "Dek". Kok aneh. "Dek, sadarlah." Suara lelaki lagi. Padahal yang di hadapanku adalah Turmi yang sedang menepuk-nepuk wajahku pelan. Ah, berani sekali dia menepuk-nepuk wajahku. Ingin membalasku ya? Tak tinggal diam, aku kembali menjambaknya dengan bar-bar. "Astaghfirullah, Bu, Rani kerasukan!" teriak Turmi dengan suara laki-laki, mirip dengan suara Bang Juna. "Astaghfirullahalazim, eling, Nduk!" Suara ibu, entah dar
"Dingin banget tangan, kamu," ujar Sinta yang sedang berdiri di sampingku, Ia sengaja menyentuh tanganku. Aku hanya bisa tersenyum, sambil terus fokus karena sedang dirias, dan Sinta, dari sejak awal aku dirias dia terus saja menggodaku dengan semua ucapan gi-lanya. Dari mulai malam pertama, sampai ke anak cucu dia bahas. Dia sengaja datang ke rumah dari kemarin dan menginap di rumahku. Karena tidak mau melewatkan momen pernikahanku, katanya. "Baca do'a biar nggak gugup. Nih, minum!" Sinta kembali berucap serta menyodorkan air mineral padaku.Aku langsung meminumnya sedikit demi sedikit, hingga tandas. Hari ini, janji suci akan segera terlaksana. Beberapa jam lagi, status lajangku akan berubah menjadi istri orang. Istri Bang Juna lebih tepatnya. Gugup? Sudah pasti aku sangat gugup. Siapa pun akan gugup saat hari pernikahannya tiba.Akhirnya, perjuangan menuju hari pernikahan telah kulewati dengan penuh lika-liku. Semoga saja, setelah menikah, tidak ada lagi gangguan dari orang-o
Ah, aku tidak akan mau diperbudak lagi. Bagaimanapun caranya, besok aku tidak akan mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Pepatah mengatakan, banyak jalan menuju roma. "Ibu, mau mandi dulu. Bawa sendiri itu cangkir bekas tehmu ke belakang!" perintah Ibu lalu meninggalkanku bersama Bang Jali. Ibu menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil yang sedang merajuk. "Jangan berfikir masalah sudah selesai, Put. Besok aku akan bertanya pada semua teman kerjamu. Jika kamu ketahuan berbohong, maka bersiaplah menanggung akibatnya," ancam Bang Jali tanpa rasa malu. Sebagai lelaki, seharusnya dia bisa melindungiku sebagai istrinya. Bukan malah mengancam seperti aku ini adalah musuhnya. Hanya masalah uang gajiku, dia segitu marahnya. Apa tidak malu suami meminta uang gaji istri untuk keluarganya? Setelah bercerai nanti, jika suatu saat dia meminta kembali dengan dalih penyesalan. Sampai mati pun tak akan aku mau kembali padamu, Jali. Tunggu saja semuanya. Kupastikan kamu akan menyesal te
Pov PutriBagaimanapun caranya, setelah berpisah dengan Bang Jali. Aku tak mau rugi. Saat di pengadilan nanti, pasti dia tidak akan membagi sedikitpun hartanya padaku. Sedangkan uangku yang sudah ada padanya lumayan banyak.Aku sudah memiliki rencana yang sangat apik. Tidak masalah semua uangku tidak kembali. Setidaknya separuhnya saja sudah lebih dari cukup. ***Hari yang ditunggu oleh ibu mertuaku pun tiba. Hari di mana aku menerima gaji bulanan. Dia pasti sudah sangat menanti-nanti hari ini.Wajah semringah menyambutku yang baru saja pulang bekerja. Jika biasanya ibu mertuaku ini cemberut, kali ini senyumnya merekah, seperti bunga mawar yang baru mekar."Sudah pulang, Nak?" tanya Ibu mertua, sangat ramah dan lembut. Aku tau itu hanya basa-basinya karena ingin mendapatkan uangku yang sekian lama dinantinya."Iya, Bu. Capek sekali hari ini," jawabku, menghembuskan napas kasar lalu menjatuhkan diri di sofa."Mau Ibu buatkan Teh? Agar hilang sedikit lelahmu," tawarnya masih dengan se
Dia mengataiku pemalas? Padahal dia lebih pemalas dibanding aku. Dasar, bisa menghina tapi lupa berkaca! "Apa maksud kamu, Wat?" tanya Ibu lembut, pada anak perempuan kesayangannya."Tadi, aku meminta menantu Ibu untuk mengambikan minum. Tapi dengan angkuhnya dia menolak, dan memintaku untuk mengambilnya sendiri. Padahal aku sedang sibuk menonton infotainment, dan dia sudah berdiri di situ. Apa salahnya sih tinggal melangkah ke dapur, yang tinggal berapa jengkal lagi!" cerocosnya, seperti bebek yang tidak bisa diam. "Apa benar begitu, Put?" tanya Ibu mertua lembut, lalu mengalihkan pandang padaku. Jika bukan karena sebentar lagi gajian, pasti Ibu mertua sudah memarahiku karena tak mau menuruti perintah anak kesayangannya. Ia lembut seperti itu, karena ada maksud dan tujuannya, yaitu uangku."Iya, Bu. Aku ini buru-buru mau berangkat bekerja, yang tujuannya mendapatkan uang. Nah sementara dia, hanya menonton infotainment saja masa tidak bisa ditinggal barang sebentar," Ucapku membela
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen