‘Satu tahun sudah sejak pernikahan mas Bram yang kedua, mama dan papa terlihat begitu bahagia. Memang, tak jauh berbeda dengan ekspresi mereka kala mas Bram baru menikahiku… tapi, rasanya tetap menyesakkan bagi istri tua seperti aku ini,’ gumam Esha yang terus membatin.
Tatapan Esha sendu. Ia tak ingin mendekat, dan memilih melihat interaksi mereka dari kejauhan. Ada mas Bram, Alysa, Ibu Lidya dan Pak Prawiryo. Dengan dalih tubuhnya yang merasa lelah dan sedang kurang fit, Esha memilih untuk menyaksikan mereka dari balkon lantai dua.‘Apa aku pergi saja dan memulai kehidupan yang baru? Tapi bagaimana bisa sementara statusku masih menjadi istri mas Bram. Beberapa kali aku mencoba menggugatnya, ia selalu bisa menarikku kembali dengan seribu macam cara dan membantah gugatanku. Huft, kalau begini caranya aku tetap akan terikat dengannya. Tega sekali dia menyiksa batinku seperti ini…’Hidup serumah dengan istri kedua, tentunya bukan hal yang mudah. Esha benar-benar seperti istri yang tak berguna sama sekali. Kehidupannya hampa, tanpa melakukan apapun untuk sang suami, juga tanpa kasih sayang dan perhatian suaminya.Yang orang-orang tahu, Esha hidup bahagia bertahun-tahun bersama dengan Bram. Termasuk pandangan rekan kerjanya terhadap Esha. Berkecukupan secara finansial, juga berkecukupan soal nafkah batinnya. Bagaimana tidak, Bram memang pria tampan dengan sejuta pesona tentu saja banyak yang memujinya dan menginginkan posisi seperti Esha, bukan?Bukannya Esha bodoh dan tak bisa melawan, hanya saja ia selalu gagal menuntut haknya. Termasuk soal perceraiannya. Mungkin, di awal Esha merasa tak enak hati dengan ayah mertuanya. Namun begitu ia tahu Prawiryo juga membiarkan Esha dimadu, Esha menjadi enggan mempertahankan pernikahan ini.Entah bagaimana caranya, setiap gugatan yang Esha sampaikan di pengadilan selalu dibantah tegas oleh Bram. Esha juga tak habis pikir, apa yang sebenarnya Bram inginkan dengan mempertahankan dirinya sementara Esha sama sekali tidak mendapatkan haknya sebagai istri?‘Aku akan coba lagi. Aku akan bangkit. Rasanya tidak mungkin aku selalu kalah di mata hukum. Ini konyol bukan? Memangnya aku kambing congek yang bisa dia paksa tetap berada di bawah kakinya?’***“Alysa, apa yang hendak kau masak? Bolehkan aku turut membantu?”Esha datang secara tiba-tiba saat melihat Alysa sedang sibuk dengan aktivitasnya di dapur. Sengaja, Esha memang hendak bertanya banyak tentang Bram.Sejauh yang Esha lihat, interaksi Alysa dan Bram memang masih hangat-hangatnya meskipun kebiasaan Bram masih tak berubah, dingin dan sering bercengkrama dengan perempuan lain.“Ah, tidak usah mbak. Aku bisa kok, nanti merepotkan…” sahutnya datar tanpa ekspresi.“Tidak, sama sekali tidak. Kamu jangan menghindar terus dong, masa iya sudah setahun hubungan kita masih belum juga dekat? Aku tidak sejahat istri tua yang ada di televisi meski usia kita memang jauh berbeda.”Sembari mengiris bawang dan cabai, Esha melirik sekilas ke arah Alysa. Wajahnya benar-benar polos dan lugu. Seolah ia benar-benar takut dengan Esha. Ada apa sebenarnya?“Sudah selesai, ini aku taruh sini ya! apa lagi? Menyenangkan rasanya bisa masak bersama. Huahhh!!!” pekik Esha begitu lantang.Ia sedang berusaha menarik perhatian Alysa. Benar saja, keduanya nampak tertawa bersama setelah sebelumnya Alysa nampak diam dan canggung.Ternyata setelah Esha menyelami sifatnya lebih jauh, tidak sulit untuk mengerti karakter Alysa. Sejak hari itu, Esha dan Alysa semakin dekat. Setiap kali Esha pulang dari kantor, ia selalu menemui Alysa. Entah di dalam atau di luar rumah. Tak jarang, mereka bertemu di sebuah café secara diam-diam tanpa sepengetahuan mas Bram.“Usiaku masih 24 tahun mbak. Aku masih ingin kuliah, tapi orang tuaku menikahkan aku dengan keluarga Prawiryo. Papa bilang aku hanya perlu memberikan seorang putra untuk keluarga Prawiryo, setelah itu hidupku akan terjamin bersama dengan mas Bram,” keluh Alysa.Esha masih belum menanggapi. Ia membiarkan segalanya keluar begitu saja dari bibir Alysa. Bagaimana pun gadis se-usia Alysa pasti membutuhkan tempat untuk berbagi. Tak mungkin ia menjadi gadis yang pendiam jika tidak ada tekanan dan paksaan yang mengarah padanya. “Sejak awal aku juga tak yakin aku akan bahagia. Aku meninggalkan kekasihku, aku bahkan harus menggadaikan masa depan dan cita-citaku demi pernikahan sialan ini!” timpal Alysa lagi.Bola mata Esha sedikit terbelalak. Dari umpatannya saja menunjukkan bahwa Alysa tak bahagia dengan pernikahannya.“Eum, jadi kau menikah dengan mas Bram karena terpaksa? Bukankah mas Bram juga pria yang sempurna? Kamu tentu tidak menyesal dong menikah dengannya?” ujar Esha menyelidik.Alysa menghela napasnya. “Sejujurnya aku tak boleh menceritakan ini pada siapapun termasuk pada mbak Esha. Mas Bram selalu mengancam dan memaksaku untuk menjadi istri yang penurut tanpa melakukan aktivitas di luar rumah. Tapi jujur, aku bosan. Aku juga merasa bahwa mas Bram tidak memperlakukan kamu sebagaimana istrinya. Iya kan, mbak?”Tak menyangka bahwa Esha akan di todong pertanyaan semacam itu, ia sempat terkejut sebelum menjawabnya. “Um, itu … ya… seperti yang kau lihat. Ahaha…”Masih dengan ekspresinya yang kesal, Alysa terus saja menggerutu. “Aku juga yakin, bila nanti saatnya tiba, aku juga akan dibuang seperti itu. Tentu saja aku menyesal menikah dengannya. Laki-laki yang tak bisa bertahan lama bagaimana mungkin bisa menghasilkan sperma bagus?”Uhukk!!“A-apa maksut ucapanmu, Alysa?”Kening Esha berkerut. Ia tak mungkin salah mendengar. Hanya saja Esha butuh klarifikasi dan penjelasan yang sebenarnya dari ucapan Alysa itu.“Wah, mbak Esha kenapa harus terkejut sih? bukannya kita ini sama-sama istri mas Bram. mbak Esha tentu tahu dong kalau mas Bram itu impoten? Kekasihku saja bisa berkali-kali ereksi. Suamimu itu sungguh lemah, mbak!”Esha terkejut bukan main. Akhirnya ia menemukan jawaban yang selama ini ia cari-cari.“Kamu tidak sedang bercanda kan, Sa?”“Untuk apa aku bercanda, mbak! Justru aku yang heran, sebercanda itu kah mbak Esha mau bertahan dengan mas Bram selama bertahun-tahun? Benar-benar konyol?!”‘Kau benar, Alysa … aku benar-benar konyol. Huah, bagaimana bisa aku tak pernah berpikir sejauh ini? Aku sampai rela disalahkan atas kegagalanku dalam mengandung…’ gumam Esha membatin.Seketika Esha kesulitan mencerna situasi ini. ‘Apa ini yang membuat Mas Bram tak lagi tertarik menyentuh tubuhku?’“Mbak! Mbak! Kenapa melamun!” pekik Alysa sembari menyesap lemon tea dihadapannya.Esha tersenyum canggung dan berdalih, “Ah, tidak. Aku rasa kamu orang yang cukup mengasyikkan, tidak seperti kesan pertamaku melihatmu dulu!”Alysa tertawa hebat, “Ahaha, mana ada perempuan polos di zaman sekarang, Mbak! Aku ini liar, pergaulanku bebas. Karena takut aku hamil diluar nikah, untuk itu papaku sibuk mencarikan lelaki yang terbaik. Eh taunya mas Bram seperti itu!”“Tapi waktu itu … kau terlihat…”“Polos? Bahagia? Tidak, mbak! Aku benar-benar merasa tertekan waktu itu dan enggan menanggapi siapapun. Aku tak perduli sekalipun mbak akan menjambak dan memakiku saat tahu aku mengambil suami mbak. Tapi ternyata aku salah. Pantas saja mbak Esha terlihat ikhlas aku mengambil suaminya, hahaha! Licik kamu, mbak!”Usai mengatakan itu, Esha tertawa lebar dengan ekspresi yang tak masuk akal. Ia benar-benar merasa bodoh dua kali karena ternyata Mas Bram telah membohonginya, dan ia juga salah dalam menilai madunya sendiri.Esha mungkin terkejut dengan fakta suaminya. Tapi Esha pun tak kalah terkejut saat tahu Alysa adalah gadis yang menakutkan dan liar. Alysa benar-benar terlihat seperti orang yang berbeda di dua keadaan yang berbeda.‘Sepertinya aku memang harus menyusun sebuah rencana. Aku tak bisa terus diam seperti ini. Baik Alysa ataupun Mas Bram, bukankah masih banyak kejanggalan di antara keduanya?’Pertemuannya bersama dengan Alysa tiga hari yang lalu, membuat Esha tak bisa berhenti berpikir dengan keras. Setiap kali ia menyelesaikan tugas-tugas kantornya, Esha selalu teringat akan hal itu.Yang jelas, satu hal yang Esha pikirkan. Bagaimana bisa ia tidak tahu dan tak berpikir bahwa Bram yang justru mengalami masalah kesuburan?‘Apa mungkin … Mas Bram tak ingin menceraikan aku karena ia khawatir kelainannya ini akan diketahui banyak orang, begitu?’‘Apa ia tak pernah mendiskusikan ini dengan dokter langganannya? Kenapa pula mas Bram tak pernah menceritakan ini kepadaku? Ahh, banyak sekali yang ingin aku tanyakan padanya termasuk kapan tepatnya mas Bram mengalami hal ini?’Setelah berpikir dengan sangat keras, Esha masih belum menemukan solusi dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang melayang di kepalanya. Meskipun Esha sudah berusaha untuk memejamkan mata dan menenangkan diri, pertanyaan itu tetap menghantui dirinya.‘Kalau begini caranya, aku tidak akan pernah bisa fokus dala
AKU DAN MADUKU – 6“Mulutmu itu benar-benar keterlaluan, Esha!!? Kau –” “Apa?! Apa, mas! tampar aku sekarang kalau kamu mau. Aku nggak ada masalah soal itu, sebab aku memang mengatakan hal yang benar. Iya kan?”Telapak tangan kiri Bram memang sudah melayang ke udara. Namun sisi malaikatnya telah berhasil membujuk Bram agar berhenti memukul wajah Esha dengan sekuat – kuatnya.“Kenapa tidak jadi? Pukul saja aku, Mas! aku lelah dengan semua kebohongan kamu. Mau sampai kapan kamu terus saja menutupinya dariku?” pekik Esha dengan suara yang masih terdengar tinggi.Bram menarik napasnya dalam-dalam. Ia juga menutup kedua pelupuk matanya meski hanya sekilas. “Kamu tidak tahu apa – apa, Esha. Ini bukan seperti yang kau bayangkan. Aku tidak pernah tidur dengan perempuan manapun, dan aku bukan laki – laki yang ada di pikiranmu itu.”Esha tersenyum miris. “Baiklah, Mas. kalau kamu masih tak ingin bercerita apapun padaku, aku bisa terima itu. Aku tidak akan menuntut banyak darimu. Aku hanya ingi
Aku, Suami, dan Maduku – 7PLAK!TOS!“Good job!” ujar Esha menghentakkan telapak tangannya pada telapak tangan milik Alysa. Gadis muda dengan pengalaman yang mungkin lebih mengerikan dari Esha.Keduanya sama – sama mengukir senyum picik yang terlihat sama untuk menghantarkan kepergian Bram ke kantornya pagi ini.Selang beberapa menit sampai kemudian suara deru mobil Bram menghilang dari pendengaran mereka, Alysa kemudian bertanya pada Esha. “Apa yang harus aku lakukan untuk mbak?” Esha tersenyum sepintas dan mengalihkan pandangannya. “Kamu hanya harus membuat suasana hatinya memburuk disaat aku membangunnya dengan susah payah. Kita hanya harus memainkan perasaannya dalam beberapa hari ke depan.”“Untuk?” sambung Alysa kembali dengan suara yang setengah berbisik. Ia khawatir jika ada orang yang mendengar pembicaraan mereka berdua di sini.“Untuk apa lagi? Untuk membuatnya bisa menghargai perasaan orang. Sesederhana itu! Untuk saat ini aku hanya ingin dia merasakan peranku selama ini
AKU DAN MADUKU – 8“Bagaimana? Mudah bekerja sebagai sekretaris bagi suamimu ini, hem?” seru Bram yang sengaja menyindir Alysa sembari menertawakan cara bekerja Alysa yang berantakan.“Terus saja seperti itu! Kau sendiri yang memintaku untuk mencari kesibukan, Mas. kamu pikir aku mau bekerja seperti ini! ini hanya pekerjaan – pekerjaan yang hanya cocok dilakukan oleh Mbak Esha!” tukasnya dengan wajah yang kusut.“Itu lah kenapa kamu tidak akan bisa bersaing dengan Esha. Kamu tahu dia bahkan bisa mengurus satu perusahaan yang telah papa berikan padanya. Sementara kamu sudah terbiasa dengan kehidupan mewahmu. Bagaimana mungkin kamu bisa menyesuaikan dengan semua pekerjaan yang ada?”“Halaah … Esha lagi, Esha lagi. Muak rasanya aku selalu kamu bandingkan dengan dia, Mas. Tidakkah aku bahkan lebih cantik dan lebih menawan darinya bukan?”Alysa lantas berdiri dan berjalan ke arah Bram yang masih duduk bersila di atas sofa putihdi ruangannya. Ia masih menatap Alysa dengan tawanya yang merem
Antara AKU, Suami dan MADUKU – 9‘Apa yang terjadi dengan Mas Bram … ini pasti ada kaitannya dengan Alysa. Dia pasti tahu tentang sesuatu yang melibatkan Mas Bram.’ Esha tengah bergumam dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa memang argumennya itu benar.Sebab memang belum pernah sebelumnya Mas Bram nampak sangat terbebani seperti itu. Padahal, sejak kemarin atau bahkan dua hari yang lalu, hubungan mereka bertiga masih terbilang baik – baik saja. Hanya ada pertengkaran kecil yang menjadi bumbu – bumbu rumah tangga mereka seperti hari – hari sebelumnya.“Aku harus tanyakan hal ini pada Alysa nantinya, bagaimana mungkin Mas Bram bisa menjadi terpuruk seperti itu? Mungkinkah karena urusan kantor? aku rasa tidak ….”Tepat setelah ia menyelesaikan kalimatnya, Bram telah selesai berbincang dengan Papa Prawiryo dan kini, ia tengah berbalik menuju ke arah EshaSeketika ekspresi wajah Esha menjadi setingkat lebih cerah seperti matahari. Ia melemparkan senyumnya seolah memang ia tengah menyambut
Antara AKU, SUAMI, DAN MADUKU – 10“Mas Bram mungkin bisa memberikan uang dan seluruh harta kekayaannya, tapi tidak dengan sentuhan – sentuhannya. Jika kamu memang ingin aku membuat Mas Bram merasa bersalah dan mengatakan semuanya padamu dengan mulutnya sendiri, aku akan membantumu. Itu hal yang sangat mudah bagiku.” Esha sempat terkesiap dengan ucapan Alysa hingga bibirnya terasa kelu. Meski sejujurnya Esha pun juga tahu bagaimana watak Alysa yang sangat keras kepala, namun tetap saja rasanya Esha sangat terkejut menghadapi wanita dengan karakter seperti itu.‘Alysaa benar-benar tidak mudah dikendalikan. Dia bukan gadis polos seusianya…’ batin Esha nampak berargumen sendiri.“Terima kasih atas usahamu untuk itu, tapi tak perlu berlebihan. Kau punya batasan karena bagaimanapun dia tetap suamimu, Alysa.” Esha mencoba bersikap bijak untuk mengembalikan keadaan.Alysa terkekeh. “Baiklah, aku juga tahu itu. Dia memang suamiku selagi ia bisa memenuhi kebutuhanku. Tapi coba kau pikir mbak,
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 11“Apa maksut bicaramu, Bram? Mama … mama sama sekali tidak mengerti. Bukannya kamu menjelaskan tentang pertanyaan mama kepada Alysa, kenapa sekarang Esha yang justru sejak tadi mama perhatikan, kamu terus menganggu Alysa. Kenapa, Sha? Kenapa kamu begitu membenci Alysa?”Suara mama Lidya terdengar begitu lugas dan tegas. Terlebih dengan sorot mata yang begitu tajam, membuat siapapun yang melihatnya terkesan segan atau bahkan takut. “Bukan, Mah. Aku sama sekali tidak pernah membenci Alysa sedalam itu. Bukan begitu maksutku …”“Lantas apa arti tatapanmu tadi ke arah Alysa? Kenapa juga kamu sejak tadi terlihat bersitegang dengan Alysa. Adakah yang kalian sembunyikan dari mama dan papa?” imbuh mama Lidya lagi yang menatap Esha, Bram dan Alysa secara bergantian dengan tatapan penuh kecurigaan.Tentu saja Esha hanya bisa diam. Mana mungkin ia akan mengatakan yang sebenarnya terkait kisruh rumah tangga mereka perihal hamil, dan hubungan suami istri. Sedikit
Antara aku, suami dan maduku – 12“Aku tahu kamu begitu di manja oleh keluargamu dan juga keluargaku. Tapi tolong kamu ingat, ini bukan rumahmu. Jadi jangan pernah kamu bersikap seolah kamu paling benar. Atau kamu memang sengaja membuat kesehatan ibuku memburuk? Kamu puas kan?” kecam Bram.“Kamu pikir aku tahu kalau ibumu punya penyakit seperti itu, hum? Lagian, ibumu sendiri yang terus saja membahas masalah kehamilan. Ini bukan kali pertama, Mas. Aku bukan mbak Esha, yang akan tetap diam saja saat orang lain menyudutkanku.” Wajah Alysa terlihat sangat merah. Terlihat jelas bahwa ia memang sedang berusaha mengelola amarahnya meskipun memang tidak berhasil. Disisi lain, cara berbicara Alysa memang terkesan seolah ia juga mencibir Esha dan Lidya.Esha datang mendekat dengan cepat dan menarik bahu Bram untuk membisikkan sesuatu. “Mas, berhentilah marah - marah! Tidak sepantasnya kalian bertengkar di sini. Akan lebih baik jika sekarang kamu temui saja rekan – rekan kerjamu yang lain, bia