Share

Hanya ingin Kejujuran

Penulis: Ziza
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-30 09:15:49

Pertemuannya bersama dengan Alysa tiga hari yang lalu, membuat Esha tak bisa berhenti berpikir dengan keras. Setiap kali ia menyelesaikan tugas-tugas kantornya, Esha selalu teringat akan hal itu.

Yang jelas, satu hal yang Esha pikirkan. Bagaimana bisa ia tidak tahu dan tak berpikir bahwa Bram yang justru mengalami masalah kesuburan?

‘Apa mungkin … Mas Bram tak ingin menceraikan aku karena ia khawatir kelainannya ini akan diketahui banyak orang, begitu?’

‘Apa ia tak pernah mendiskusikan ini dengan dokter langganannya? Kenapa pula mas Bram tak pernah menceritakan ini kepadaku? Ahh, banyak sekali yang ingin aku tanyakan padanya termasuk kapan tepatnya mas Bram mengalami hal ini?’

Setelah berpikir dengan sangat keras, Esha masih belum menemukan solusi dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang melayang di kepalanya. Meskipun Esha sudah berusaha untuk memejamkan mata dan menenangkan diri, pertanyaan itu tetap menghantui dirinya.

‘Kalau begini caranya, aku tidak akan pernah bisa fokus dalam bekerja. Aku harus memastikannya sendiri kepada mas Bram!’

Untuk saat ini, hubungan Esha dan Alysa begini saja adanya. Tak terlihat dekat dan tak terlihat jauh. mereka masih menyembunyikan kedekatan mereka di depan suaminya, Bram. Esha sudah membicarakan ini sebelumnya, bahwa ia meminta waktu agar Alysa mau bersabar dan memberinya kesempatan untuk membuat rencana baru.

Sejujurnya, Esha juga tak begitu percaya pada Alysa. Tapi setidaknya, rubah kecil itu masih banyak berguna bagi Esha. Termasuk untuk membantunya membalaskan rasa sakit hati Esha pada keluarga Bram dan khusus untuk Bram sendiri.

Beruntung, besok adalah hari Minggu. Artinya malam ini adalah malam minggu. Esha pikir ini adalah saat yang tepat untuk Esha bicara pada Bram. Sebelum ia membuat rencana bersama Alysa, ada baiknya ia juga bisa memberikan kesempatan bagi Bram untuk berkata jujur dan mengakui kelemahannya.

Hanya itu yang Esha mau, kejujuran dari seorang Bram.

Esha sengaja mengenakan pakaian yang sedikit terbuka. Ia menambahkan aroma rose di sekujur tubuhnya. Berharap Mas Bram akan tertarik dan bergairah dengannya malam ini.

“Mas, bisa aku bicara sebentar?” ujar Esha lembut tanpa ekspresi.

Bram yang tengah asik mengetik sesuatu di atas laptopnya, lantas menghentikan jarinya dan melihat ke arah Esha. Ia nampak sedikit terkejut dengan gaya berpakaian Esha. Tidak seperti biasanya Esha yang acuh sejak pernikahan keduanya bersama Alysa.

“Ada apa?”

“Apa aku boleh meminta waktumu hari ini saja? Ada hal yang ingin aku lakukan,” Esha berjalan semakin mendekat ke arah Bram.

“Memangnya apa yang mau kamu lakukan?”

Esha berjalan dekat dan semakin mendekat. Kali ini Esha akan mencoba menggoda Bram.

“Aku minta pendapatmu, bagaimana jika ada salah satu rekan kerjaku yang mengajakku kencan. Apa kau mengizinkannya?” tanya Esha sembari mengerlingkan matanya. Tanpa Bram sadari, Esha telah berada di atas meja kerjanya. Duduk dengan pose yang cukup berani.

“Siapa dia? Untuk apa dan apa alasannya!”

“Ya kamu seperti tidak tahu zaman sekarang saja, Mas. Tentu saja berkencan hanya untuk bersenang-senang, iya kan? Aku akan menginap dua malam nanti. Boleh ya, Mas…”

Perlahan, Esha mulai mendekatkan tubuhnya. Menatap mata Bram dengan intens tanpa memberi kesempatan bagi lelaki itu untuk berkedip.

Aroma tubuh Esha benar-benar kuat, Bram mulai merasa Esha menarik baginya. Sebab bagaimanapun, Bram masih lelaki normal yang memiliki napsu dan hasrat. Hanya saja kesuburannya perlu untuk dipertanyakan.

Berusaha untuk terus menghindar, Bram menolak dengan tegas. “Tidak! Aku tidak memberimu izin. Jangan bertingkah aneh dibelakangku!”

Ada kecemburuan di dalam diri Bram. Meski Bram memperlakukan Esha semaunya, tetap saja apapun alasannya ia tak pernah bisa membiarkan Esha dekat dan nyaman bersama lelaki lain. Namun Bram memilih untuk tak pernah menunjukkan dan mengatakan hal itu pada Esha.

“Bukankah kau juga sering melakukan hal yang sama? untuk apa kau membawa wanita-wanita murahan itu kemari kalau bukan untuk bersenang-senang?” imbuh Esha dengan suara yang menggoda.

Bram nampak kelabakan. “Itu … itu beda lagi. Apa kau pernah melihatku bermain dengannya? Tidak! Kami hanya menyelesaikan tugas tepat pada waktunya. Itu saja!”

“Bohong kamu ya, Mas … ahh, aku juga tak masalah jika kau memang bermain dengannya. Itu akan terasa adil karena aku juga ingin merasakan hal yang sama mulai besok.”

Kaki jenjang Esha sudah menari diatas paha Bram. Dalam hati Esha, kalau bukan untuk memancing jawaban dan napsu dari suaminya, mana mau Esha bertingkah seperti seorang pelacur seperti itu. Ini benar-benar bukan kepribadian Esha yang sesungguhnya!

“Esha… apa yang kau lakukan, turunlah sekarang!” pekik Bram.

Esha justru bergelayut manja di leher suaminya dan meminta perlakuan lebih.

“Biarkan aku merasakan cinta semacam itu, Mas … aku juga ingin sepertimu yang bisa bermain dengan banyak perempuan…” rengek Esha yang terus saja membuat Bram kehilangan konsentrasi.

Bagi Bram, Esha masih sangat menggoda meski mungkin usianya tak lagi muda dan tubuhnya tak sekencang dulu.

‘Oh, benar-benar wanita ini! asal kamu tahu Esha, aku tak mungkin menyentuhmu karena aku tak ingin kamu kecewa karena kelemahanku!’

“Mas! Kenapa kamu diam saja! Kalau kau tak menjawab, aku akan ….”

CUP!

Esha memagut bibir Bram dengan begitu agresif. Detik pertama dan kedua mungkin Bram menikmatinya, dan terlena dengan Esha.

Namun itu tak berlangsung lama. Bram segera mendorong tubuh Esha dan menghentikan aktivitas seksualnya.

Esha sedikit kecewa. Namun ia bisa mengerti apa inti penolakan Bram. “Ada apa, Mas? sudah lama kita tidak bercinta bukan?”

Bram menyibakkan rambutnya dan kembali duduk. “Aku lapar dan aku enggan melakukannya. Berhenti untuk menggangguku, Esha!”

Esha menarik sudut bibirnya. “Jadi kau lebih memilih wanita-wanita diluar sana daripada istrimu sendiri? apa aku tidak bisa memuaskanmu?”

Tak lekas menjawab, Bram hanya diam tanpa ekspresi. Ingin sekali ia mengatakan bahwa sejujurnya Bram sama sekali tidak memilih wanita manapun selain Esha. Bahkan sampai detik ini, hanya Esha yang mengisi hatinya. Sampai-sampai Bram tak akan rela melepaskan Esha untuk lelaki lain.

Bram terlalu takut untuk mengatakan yang sebenarnya. Ia terlalu takut membuat Esha kecewa dan pergi dari sisinya. Sehingga ia lebih memilih untuk menyimpan masalah pribadinya rapat-rapat dari Esha.

“Harus berapa kali aku katakan kalau aku tidak bermain dengan perempuan manapun! Jaga bicaramu, dan keluarlah dari ruanganku! Berhenti untuk mencampuri urusanku, Esha!” gertak Bram dengan lantang. Suaranya terdengar nyaring dan membuat Esha kesal.

‘Halah, bilang saja kalau kau memiliki kelainan mas! Kenapa kau masih tak ingin terbuka denganku, hem? Lihatlah, sampai kapan kamu akan bertahan dengan kebohonganmu itu! Aku akan terus mengoreknya sampai ayah dan ibumu tahu bahwa kamulah yang tak bisa menghasilkan anak!’

Esha mengangkat dagunya dan meletakkan tangannya di pinggang. “Baiklah. Kalau begitu jangan halangi aku untuk menjalin hubungan dengan pria lain! Kau bilang kita tak perlu saling mencampuri urusan satu sama lain bukan? Aku akan ikuti permainanmu, Mas. Kamu pikir hanya kamu yang bisa main gila di luar sana? Aku akan buktikan kalau aku tidak mandul!”

Bram naik pitam. Wajahnya meradang dan urat-urat dilehernya nampak menonjol keluar. Sepertinya, Bram akan benar-benar murka dengan perkataan Esha.

“Mulutmu itu benar-benar keterlaluan, Esha!!? Kau –”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Melihat Bram

    Antara Aku, Suami, dan Maduku – 67“Kamu tunggu saja disini, aku akan bawa dia secepatnya ke hadapanmu. Aku janji, Esha.” Entah mengapa bagi Esha, setiap kata – kata yang kemudian keluar dari bibir dokter Haris terasa begitu menenangkan. Esha tak tahu ada ramuan apa di dalamnya, atau ada sihir apa yang sedang digunakan oleh laki – laki tampan yang ada di hadapannya itu.Bukan hanya sekali dua kali saja, sudah banyak kali rasanya Esha merasakan tatapan hangat dan kata – kata yang begitu hangat dari bibir dokter Haris. Benar – benar sosok laki – laki idaman yang memang Esha butuhkan dalam kondisi seperti ini.Tidak, mungkin tidak hanya dalam kondisi seperti ini saja. Melainkan banyak kondisi lain yang Esha butuhkan seperti halnya hidup bersama sampai akhirnya maut memisahkan keduanya.‘Hentikan Esha … jangan sampai kamu berpikiran yang tidak – tidak soal dokter Haris. Ini bukan saatnya kamu untuk memikirkan dia laki – laki terbaik atau semacamnya. Kamu harus selesaikan urusanmu. Berap

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Gerak Cepat

    Antara Aku, Suami, dan Maduku – 66“Esha, lebih baik kita bersiap untuk pergi sekarang. Langit sudah semakin terlihat gelap. Khawatir kita akan terlambat untuk menemukan Bram,” ujar dokter Haris dengan tegas. Ia tak menatap wajah Esha sehingga ia tidak tahu bagaimana persisnya ekspresi wajah Esha saat ini.Yang dokter Haris tahu, saat ini ia bahkan kesulitan mengatur detak jantungnya sendiri. Ia buru – buru mengalihkan perhatiannya sembari memasangkan sabuk pengaman miliknya dan mengutak – atik kunci mobil yang berada di sebelah kemudi.Esha tahu. Ia sudah berlebihan. Segera ia mengalihkan wajahnya dari hadapan Dokter Haris.‘Bodoh sekali kamu Eshaaa … bagaimana bisa kamu, argh!!’ gumamnya dalam hati. Esha memaki – maki dirinya sendiri sembari menggigit bibirnya bagian bawah. Jujur saja, Esha merasa malu bukan main. Meski memang benar bahwa niat dan tujuannya adalah untuk mengekspresikan rasa senangnya, namun tetap saja … tetap saja itu bisa dianggap sebagai perasaan yang berlebih. A

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Awal Berbisnis

    Antara Aku, Suami, dan Maduku – 65“ … Aku akan pinjamkan modal padamu sebagai langkah awal kita berbisnis. Itu pun kalau memang kamu mau. Yang mau saya tekankan disini adalah, kamu jangan sampai merasa jatuh sendiri hanya karena kejahatan orang lain. Mereka semua tidak berhak mendapatkan perhatian dan rasa belas kasihmu sama sekali.” Begitu bijak dan menenangkan. Esha tiddak bisa mengelak bahwa pesona dokter Haris begitu membuatnya silau. Bukan karena harta semata, namun dari segi kedewasaan dan tanggungjawabnya pada apa yang sedang menjadi amanahnya.Tapi Esha tidak pernah berpikir untuk bisa mendapatkan perhatian dokter Haris lebih dari ini. Ia pun tidak pernah berharap lebih. Esha menyadari dirinya siapa, dan dokter Haris itu siapa. Yang ada, Esha justru akan selalu merepotkan dokter Haris jika terus begini. Padahal, mereka tidak ada hubungan apapun dan perkenalan mereka juga masih dalam hitungan bulan saja. “Jadi bagaimana, Esha?” suara dokter Haris membuat Esha merasa terkesia

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Kau Nampak Berbeda

    Antara Aku, Suami, dan Maduku – 64“Dasar br*ngs*k!!” ujar Esha yang memekik dengan cukup melengking dari bibirnya yang mungil itu.Meski mungkin menurut Esha tidak terlalu lantang, namun tetap saja dokter Haris bisa mendengarnya dengan sangat jelas baagaimana cara Esha meluapkan kekesalannya itu. Esha benar – benar terlihat penuh amarah dan kekesalan yang memuncak.“Are you okay?” dokter Haris pelan – pelan mulai membuka suaranya kala Esha nampak lebih tenang dari sebelumnya.Dan hal ini tidak bisa dilihat hanya dari satu dua menit saja. lebih dari itu, dokter Haris sampai harus menunggu sampai beberapa menit ke depan.Karena jujur saja, dokter Haris terkejut bukan main. Belum pernah dalam sejarahnya ia mendengar seorang perempuan yang begitu marah pada keadaan yang tidak bisa ia perbuat apa – apa. “Ya, I’m okay.” Esha menjawabnya singkat. Tanpa senyum, tanpa ekspresi. Dan tak lama berselang, bulir – bulir air mata mulai menetes membasahi pipi kanan Esha yang nampak bulat sempurna.

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Harus Bertemu Bram Lebih Dulu

    Antara Aku, Suami, dan Maduku – 63“Apa nggak lebih baik kalau kamu segera menghubungi Ibu Lidya sekarang?” “Nggak, dok. Saya nggak bisa bilang sekarang. saya harus temukan mas Bram lebih dulu baru saya akan bilang. lagipula, kalau dipikir – pikir, bagaimana mungkin kita tidak bisa menemukan seorang Bram dalam satu kota yang sama seperti ini. aneh kan?” Esha menolak dengan tegas meski dokter Haris memintanya beberapa kali untuk menghubungi mama mertuanya itu. alasan Esha memang tegas, dan menurutnya memang logis bahwa terasa aneh jika saja Bram ada di satu daerah yang sama, semestinya sudah lebih cepat di temukan. Peristiwa kabur – kaburan ini tidak akan berhasil kalau memang tidak ada yang membantu Bram untuk bersembunyi. Atau justru … sebentar lagi Bram akan berniat untuk pergi lebih jauh dari jangkauan Esha. Esha benar – benar tidak akan bisa membiarkannya. Esha harus bergerak cepat. cepat untuk menemukan Bram dan meminta klarifikasi suaminya itu dengan sejelas – jelasnya.“Iya

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Dasar Perempuan..

    ANTARA AKU, SUAMI, DAN MADUKU – 62“Hmmph. Perempuan..” “Dokter mau bilang saya tidak bisa baca google maps, begitu kan?” sergah Esha dengan rasa kesalnya. Bukan kesal, lebih tepatnya Esha tak suka dengan sikap dokter Haris yang nampak jengkel karena ulah Esha. Padahal, Esha benar – benar tidak sengaja melakukan itu. “Eh?” dokter Haris meringis pahit kala secara tak sengaja telinga Esha rupanya menangkap jelas apa yang dokter Haris keluhkan itu.“Um, bukan … bukan begitu maksut saya,” bela dokter Haris persis seperti seorang pencuri yang tidak bisa berkutik.“Lantas?” sambung Esha lagi seolah – olah ia tidak tahu. Padahal, Esha juga sangat tahu kemana arah kekesalan dokter Haris tadi sampai harus melengkuh seperti itu.“Tidak mengapa. Fokus saja, ini kita kembali bertemu persimpangan. Setelahnya kemana?” balas doketr Haris yang masih sangat sibuk melihat ke kanan dan ke kiri memperhatikan sekeliling. Khawatir ada sesuatu di sekitar mobilnya. dan yang jelas, dokter Haris sedang mema

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status