“Ceraikan aku sekarang juga, Mas!” pinta Esha yang sedang berusaha menahan tangisnya.
“Cerai? Kenapa? Apa alasanmu meminta aku untuk menceraikanmu? Aku benar-benar tidak sengaja, Esha. Maafkan aku…”“Aku… aku tidak tahan dengan semua ini. Kamu pikir mudah hidup dengan beban kecurigaan keluargamu, kamu bahkan tidak membelaku tadi. Itu bukan kali pertama mereka menyebutku wanita tidak normal. Aku tidak mandul, Mas! Lalu sekarang? Kau terus memperlakukanku seperti ini. Batinku benar-benar tersiksa, Mas!!”Esha murka. Ia tidak tahan lagi. Namun Esha masih bisa menahan suaranya agar tak di dengar oleh orang asing yang tak seharusnya tahu akan masalah rumah tangganya.“Aku tidak tahan lagi, habis sudah kesabaranku untuk hidup bersamamu. Jadi ku mohon, ceraikan aku sekarang juga, Mas…”Suara Esha terdengar semakin lirih. Seolah ia memang benar menginkan sebuah perceraian. Sementara Bram, ia menatap Esha tanpa menunjukkan eskpresi apapun. Sengaja ia membiarkan Esha untuk menyelesaikan kalimatnya.“Sampai kapanpun, aku tidak akan menceraikan kamu, Esha.”“Tapi, kenapa Mas! Kamu sudah lalai terhadap kewajibanmu, dan kamu tidak berhak memaksakan kehendakmu begini. Aku bisa saja melaporkan ini ke pihak kepolisian dan menggugatmu,” sergah Esha.“Silahkan saja. Aku ini masih sah menjadi suamimu, dan aku juga akan melalukan apapun untuk membantah tuduhanmu, kau tahu aku kan? Dengar Esha, aku akan tetap mempertahankan kamu.”“Nggak, nggak bisa Mas. Mas! Mas Bram!”Esha belum selesai menyampaikan keinginannya, namun Bram meninggalkan Esha seorang diri dan kembali masuk ke dalam ruangannya. Alhasil, Esha kembali terpuruk. Ia menitikkan air mata kesedihannya. Ia seperti tak bisa bergerak dan tenggelam ke dalam pernikahannya sendiri.Ia menyibakkan rambutnya, dan menangis pilu di kamarnya. Suaminya itu benar-benar sudah tidak waras. Sebab ia menyiksa istrinya layaknya boneka yang tak punya hak apa-apa.‘Jahat kamu, Mas! Kamu pikir aku hanya diam saja? Nanti, akan aku gugat kamu di pengadilan. Aku berhak untuk bahagia, aku sangat benci terhadapmu! Aku tidak lagi mencintaimu, mas! KAMU JAHATT!!!’Berhari-hari bahkan berbulan-bulan, Esha terlihat semakin kurus. Ia berusaha untuk mengendalikan dirinya, namun tetap saja hal ini menganggu pikirannya dan mengurangi napsu makannya.Terlebih hari ini, Mas Bram pulang bersama dengan seorang wanita. Tak hanya itu, Esha bisa melihat dari jendela kamarnya ada mama Lidya yang juga berjalan di belakang mereka.Esha sudah terbiasa. Ia tak lagi terkejut. Namun rasa penasarannya tetaplah ada sebab mama Lidya hampir tak pernah datang kemari jika bukan karena ada hal penting yang akan ia sampaikan.“Esha, kemarilah… ada mama,” panggil Bram dengan suara baritonnya yang tegas.Esha dengar itu. Meski sejujurnya Esha malas menemui keduanya, pada akhirnya ia tetap harus turun dan menunjukkan dirinya.“Sedang apa kamu? Tidur? Apa kamu tidak pergi ke kantor, Esha?”Seperti biasa, suara mama Lidya memang ringan dan terkesan ramah. Namun ucapannya benar-benar menyudutkan dan menyakitkan. Persis seperti Bram yang kerap kali menggunakan kata-kata halus untuk menyakiti hati Esha.“Tenang saja, Ma. Aku mengontrol perusahaan dengan baik. Hari ini memang aku pulang cepat karena aku merasa tak enak badan,” jawab Esha sekenanya.“Sudahlah, mama juga tak punya waktu banyak membahas kerjaan kamu di rumah. Kenalkan ini, dia Alysa calon istri Bram. Yahh, kamu tahu dengan pasti apa alasan Bram harus menikah lagi. Mama ingin agar kamu bisa menerimanya untuk tinggal di sini.”DEG!Kembali, Esha merasa seolah dirinya di bidik tepat di jantungnya. Bram dan ibunya benar-benar tega dan tak punya hati. Esha tak mengerti, sehina itukah dirinya dimata suami dan ibu mertuanya? Dimana papa? Apa papa Prawiryo juga menginginkan pernikahan ini?Tidak ada angin tidak ada hujan, tanpa memberi kabar sebelumnya, mama Lidya membawa calon istri Bram yang terlihat asing bagi Esha. Jelas, dia bukan wanita yang sering Bram bawa ke rumah.Kesan pertama bagi Esha, dia gadis dari keluarga kaya raya yang terlihat masih sangat muda dan manja. Terpaut jauh dengan usia Mas Bram, bahkan jauh dari usia Esha.‘Apa mama Lidya memilihnya karena usia? Karena usiaku yang tak lagi muda sehingga aku tak lagi bisa punya anak? Ini benar-benar gila!’“T-tapi, Ma… kenapa tidak bicarakan ini dulu sebelumnya?”Jujur, sejak perlakuan Bram terhadapnya, Esha sama sekali tak masalah jika Bram menikah lagi sebab rasa cintanya memang sudah terkikis. Tapi yang ia minta adalah agar Bram bisa menceraikan dirinya terlebih dahulu sebelum menikah lagi. Esha tak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi istri pertama yang terbuang kala Bram dan istri mudanya nanti mendapatkan seorang putra sesuai keinginan mereka.“Memangnya apa yang kamu ingin katakan?”“Aku ingin … ingin agar Mas Bram menceraikanku.”Dengan cepat Bram memberikan jawaban, “Tidak, Esha. Aku tidak akan menceraikanmu. Alysa bisa menerima kamu, lantas mengapa kamu tidak bisa menerima kehadirannya?”“Oh yah? Bagaimana dia bisa menerima sebagai istri kedua? Hey kamu, mengapa kamu ingin menjadi istri kedua suamiku jika kamu bisa menjadi istri pertama saja hem? Aku rela melepaskannya untukmu!”“Jaga bicaramu, Esha! Jangan membuat mama semakin membencimu dengan sikap burukmu itu! Terserah, mama tidak ingin ikut campur urusan kamu dengan Bram. Mama lebih suka jika Bram benar-benar menceraikanmu!” mama Lidya angkat kaki dan keluar dari rumah Bram tanpa pamit.‘Oh, baguslah!’ balas Esha di dalam hati. Namun ia tak mengatakannya. Esha lebih memilih untuk menunjukkan senyum tipisnya yang seolah menantang sembari menatap kepergian mama Lidya yang semakin jauh.Esha masih dengan ekspresi yang sama. Rasanya, ia jadi terbiasa untuk merasakan sakit. Air matanya tak lagi keluar. Esha terlihat tegar dan benar-benar tak perduli.“Bagaimana, yakin kamu mau memiliki mertua sepertinya?” tanya Esha lagi menyudutkan calon istri Bram yang masih terlihat polos.Gadis itu hanya tersenyum. Rasa penasaran Esha semakin meningkat. ‘Siapa gadis ini sebenarnya? Dan apa alasan ia mau menerima Bram? Apa ia terjebak sama sepertiku dulu yang mengorbankan diri demi keluarganya? Tidak mungkin! Aku mungkin dari keluarga miskin, tapi dia? Mana mungkin dia rela menikah dengan pria yang lebih pantas menjadi pamannya sementara dia saja bergelimang harta?’“Sudah hentikan, Esha. Seminggu lagi kami akan menikah. Aku harap kamu bisa memberikan izin dan membantu untuk menyiapkan segalanya.” Bram menghentikan pikiran Esha dan memintanya untuk berhenti menyudutkan Alysa.“Tidak tahu malu! Kamu pikir aku mau membantu pernikahan kalian? Tak punya hati kamu Mas, menikah tanpa meminta izinku terlebih dahulu!”“Aku juga tak tahu, Esha. Pernikahan ini orang tuaku yang mengaturnya!”“Apa kamu tidak bisa menolaknya? Apa kamu tidak punya mulut untuk mengatakan ini terlebih dahulu padaku?" bola mata Esha meminta lebih pada Bram. Ia ingin penjelasan yang mendetail.“Semua berjalan begitu cepat, Esha. Aku hanya ikut keinginan mama dan papaku. Dia ini putri keluarga Wiguna. Rekan kerja papa.”“Jadi … maksutmu papa juga telah memberikan izin untukmu menikah lagi? Sungguh ia meminta pernikahan ini?”“Iya, ini sudah menjadi rencana mama dan papa. Termasuk siapa wanita yang harus aku nikahi.”Sontak saja, kedua bola mata Esha terbuka dengan lebar. Ia mungkin bisa menerima kelalaian Bram dan segala penyiksaan batin yang suaminya lakukan padanya. Esha juga bisa menerima jika mama Lidya menginginkan pernikahan ini.‘Tapi, apa benar papa mertuaku Prawiryo juga mengizinkan aku untuk di madu? Sebesar itu kah keinginannya untuk memiliki seorang cucu dan pewaris? Oh, aku benar-benar merasa tak berguna dan hanya menjadi beban keluarga ini. tapi aku juga merasa tidak adil. Mengapa hanya aku yang disalahkan? Bukankah Mas Bram juga bersalah akan hal ini?’Antara Aku, Suami, dan Maduku – 67“Kamu tunggu saja disini, aku akan bawa dia secepatnya ke hadapanmu. Aku janji, Esha.” Entah mengapa bagi Esha, setiap kata – kata yang kemudian keluar dari bibir dokter Haris terasa begitu menenangkan. Esha tak tahu ada ramuan apa di dalamnya, atau ada sihir apa yang sedang digunakan oleh laki – laki tampan yang ada di hadapannya itu.Bukan hanya sekali dua kali saja, sudah banyak kali rasanya Esha merasakan tatapan hangat dan kata – kata yang begitu hangat dari bibir dokter Haris. Benar – benar sosok laki – laki idaman yang memang Esha butuhkan dalam kondisi seperti ini.Tidak, mungkin tidak hanya dalam kondisi seperti ini saja. Melainkan banyak kondisi lain yang Esha butuhkan seperti halnya hidup bersama sampai akhirnya maut memisahkan keduanya.‘Hentikan Esha … jangan sampai kamu berpikiran yang tidak – tidak soal dokter Haris. Ini bukan saatnya kamu untuk memikirkan dia laki – laki terbaik atau semacamnya. Kamu harus selesaikan urusanmu. Berap
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 66“Esha, lebih baik kita bersiap untuk pergi sekarang. Langit sudah semakin terlihat gelap. Khawatir kita akan terlambat untuk menemukan Bram,” ujar dokter Haris dengan tegas. Ia tak menatap wajah Esha sehingga ia tidak tahu bagaimana persisnya ekspresi wajah Esha saat ini.Yang dokter Haris tahu, saat ini ia bahkan kesulitan mengatur detak jantungnya sendiri. Ia buru – buru mengalihkan perhatiannya sembari memasangkan sabuk pengaman miliknya dan mengutak – atik kunci mobil yang berada di sebelah kemudi.Esha tahu. Ia sudah berlebihan. Segera ia mengalihkan wajahnya dari hadapan Dokter Haris.‘Bodoh sekali kamu Eshaaa … bagaimana bisa kamu, argh!!’ gumamnya dalam hati. Esha memaki – maki dirinya sendiri sembari menggigit bibirnya bagian bawah. Jujur saja, Esha merasa malu bukan main. Meski memang benar bahwa niat dan tujuannya adalah untuk mengekspresikan rasa senangnya, namun tetap saja … tetap saja itu bisa dianggap sebagai perasaan yang berlebih. A
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 65“ … Aku akan pinjamkan modal padamu sebagai langkah awal kita berbisnis. Itu pun kalau memang kamu mau. Yang mau saya tekankan disini adalah, kamu jangan sampai merasa jatuh sendiri hanya karena kejahatan orang lain. Mereka semua tidak berhak mendapatkan perhatian dan rasa belas kasihmu sama sekali.” Begitu bijak dan menenangkan. Esha tiddak bisa mengelak bahwa pesona dokter Haris begitu membuatnya silau. Bukan karena harta semata, namun dari segi kedewasaan dan tanggungjawabnya pada apa yang sedang menjadi amanahnya.Tapi Esha tidak pernah berpikir untuk bisa mendapatkan perhatian dokter Haris lebih dari ini. Ia pun tidak pernah berharap lebih. Esha menyadari dirinya siapa, dan dokter Haris itu siapa. Yang ada, Esha justru akan selalu merepotkan dokter Haris jika terus begini. Padahal, mereka tidak ada hubungan apapun dan perkenalan mereka juga masih dalam hitungan bulan saja. “Jadi bagaimana, Esha?” suara dokter Haris membuat Esha merasa terkesia
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 64“Dasar br*ngs*k!!” ujar Esha yang memekik dengan cukup melengking dari bibirnya yang mungil itu.Meski mungkin menurut Esha tidak terlalu lantang, namun tetap saja dokter Haris bisa mendengarnya dengan sangat jelas baagaimana cara Esha meluapkan kekesalannya itu. Esha benar – benar terlihat penuh amarah dan kekesalan yang memuncak.“Are you okay?” dokter Haris pelan – pelan mulai membuka suaranya kala Esha nampak lebih tenang dari sebelumnya.Dan hal ini tidak bisa dilihat hanya dari satu dua menit saja. lebih dari itu, dokter Haris sampai harus menunggu sampai beberapa menit ke depan.Karena jujur saja, dokter Haris terkejut bukan main. Belum pernah dalam sejarahnya ia mendengar seorang perempuan yang begitu marah pada keadaan yang tidak bisa ia perbuat apa – apa. “Ya, I’m okay.” Esha menjawabnya singkat. Tanpa senyum, tanpa ekspresi. Dan tak lama berselang, bulir – bulir air mata mulai menetes membasahi pipi kanan Esha yang nampak bulat sempurna.
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 63“Apa nggak lebih baik kalau kamu segera menghubungi Ibu Lidya sekarang?” “Nggak, dok. Saya nggak bisa bilang sekarang. saya harus temukan mas Bram lebih dulu baru saya akan bilang. lagipula, kalau dipikir – pikir, bagaimana mungkin kita tidak bisa menemukan seorang Bram dalam satu kota yang sama seperti ini. aneh kan?” Esha menolak dengan tegas meski dokter Haris memintanya beberapa kali untuk menghubungi mama mertuanya itu. alasan Esha memang tegas, dan menurutnya memang logis bahwa terasa aneh jika saja Bram ada di satu daerah yang sama, semestinya sudah lebih cepat di temukan. Peristiwa kabur – kaburan ini tidak akan berhasil kalau memang tidak ada yang membantu Bram untuk bersembunyi. Atau justru … sebentar lagi Bram akan berniat untuk pergi lebih jauh dari jangkauan Esha. Esha benar – benar tidak akan bisa membiarkannya. Esha harus bergerak cepat. cepat untuk menemukan Bram dan meminta klarifikasi suaminya itu dengan sejelas – jelasnya.“Iya
ANTARA AKU, SUAMI, DAN MADUKU – 62“Hmmph. Perempuan..” “Dokter mau bilang saya tidak bisa baca google maps, begitu kan?” sergah Esha dengan rasa kesalnya. Bukan kesal, lebih tepatnya Esha tak suka dengan sikap dokter Haris yang nampak jengkel karena ulah Esha. Padahal, Esha benar – benar tidak sengaja melakukan itu. “Eh?” dokter Haris meringis pahit kala secara tak sengaja telinga Esha rupanya menangkap jelas apa yang dokter Haris keluhkan itu.“Um, bukan … bukan begitu maksut saya,” bela dokter Haris persis seperti seorang pencuri yang tidak bisa berkutik.“Lantas?” sambung Esha lagi seolah – olah ia tidak tahu. Padahal, Esha juga sangat tahu kemana arah kekesalan dokter Haris tadi sampai harus melengkuh seperti itu.“Tidak mengapa. Fokus saja, ini kita kembali bertemu persimpangan. Setelahnya kemana?” balas doketr Haris yang masih sangat sibuk melihat ke kanan dan ke kiri memperhatikan sekeliling. Khawatir ada sesuatu di sekitar mobilnya. dan yang jelas, dokter Haris sedang mema