Aletha mendongak dan terkesiap melihat seorang wanita di depannya. Aksa juga ikut menoleh mendengar suara wanita itu. Mengerutkan alisnya karena wanita paruh baya di depannya ini memandang istrinya dengan tatapan tak suka.
"Kau mengenalnya?" ucap Aksa menoleh ke arah istrinya. Tangannya masih setia untuk merangkul bahu Leta.
"Wah...wah, lihatlah. Pergi ke kota dan sekarang menjadi jalang ya. Pantas saja mendapat laki-laki yang tampan seperti ini," ucap Ros tak tahu malu.
"Bibi," ucap Leta terpotong karena Aksa menyela.
"Apa yang anda katakan, siapa anda dengan berani mengatakan istri saya jalang. Saya bisa menuntut anda ke polisi atas pencemaran nama baik," ucap Aksa tegas.
Ros yang mendengar itu malah jadi yang kaget. Istri? Leta sudah menikah? Dengan lelaki tampan di depannya ini. Tak mungkin, Ros tidak percaya itu.
"Jangan mengada-ada Tuan. Hati-hati, dia bukan wanita yang baik," bisik Rose pada Aksa.
Aksa tak memperdulikan hal itu
Saat Leta tiba lagi di rumahnya, keributan tengah terjadi antara pamannya dan pak Rama, orang yang dulu pernah membeli rumah Leta. Barang-barang berserakan di luar, mungkin pamannya mengusir paksa orang itu. Leta menjadi iba melihatnya, dia berjalan mendekat ke arah mereka."Paman, jangan begini. Kasian pak Rama," ucap Leta membantu mengambil barang yang berserakan itu."Sudahlah Leta, biarkan orang itu pergi. Lagipula dia juga belum melunasi uang penjualan rumah ini." ucap Ros"Aksa," panggil Leta pada suaminya.Aksa mendekat ke arah Leta, ikut berjongkok dan membantu Leta berdiri. Setelahnya dia menoleh ke arah Farrel, mengerti maksud tuannya dia segera mendekat."Pergilah, biar ini menjadi urusan kami, dan jika nanti kalian berani mengusik rumah ini lagi maka kalian akan mendekam di penjara," ucap Farrel menyerahkan koper berisi uang pada paman Sam.Ros yang melihat itu langsung merebut tas tersebut. Dia tersenyum senang, tanpa sepatah ka
Suasana ruang tamu itu sedikit hening, meskipun begitu udara sekitarnya cukup panas. Leta baru saja dari dapur membuatkan minuman ketika sampai di ruang tamu, dia melihat Aksa dan Han duduk berhadapan, mereka saling menatap satu sama lain dengan tajamnya mata mereka masing-masing."Minumlah," ucap Leta berusaha mencairkan suasana."Aku belum mengenalkan kalian satu sama lain. Jadi, Aksa ini Han dan Han ini Aksa." ucap Leta.Dua orang itu masih diam, tapi tangan mereka bergerak untuk bersalaman, meskipun saling mencengkeram satu sama lain. Leta yang melihat itu hanya mendesah pelan."Siapa dia Leta?" tanya Han."Suami Leta," jawab Aksa cepat bahkan tak membiarkan istrinya untuk membuka mulut."Suami? Sejak kapan kau menikah?" tanya Han lagi."Sudah hampir 4 bulan," jawab Aksa lagi."Hei diamlah, aku tidak berbicara denganmu," ucap Han memandang kesal ke arah Aksa.Aksa membalas tatapan itu, bahkan dia tak mengalihka
Waktu masih menunjukan jam 9 malam ketika mereka sampai di rumah. Perjalanan terasa begitu cepat daripada keberangkatan kemarin. Tapi tetap saja, hal itu membuat tubuh mereka lelah.Saat Aksa dan Leta masuk ke dalam rumah, teriakan dari Kyra menyambut mereka."Papa." Kyra berlari ke arah papanya."Hai sayang," ucap Aksa menyambut Kyra, dia memeluk lalu menggendong putri kecilnya itu."Bagaimana kabarmu, kau tidak nakal kan?" tanya Aksa."Baik Papa," ucap Kyra tersenyum senang.Bi Prima datang dari arah belakang, berjalan menghampiri sepasang suami istri yang baru saja datang itu."Leta," ucap bi Prima lalu memeluk keponakannya itu.Leta menyambut pelukan dari bibinya. Setelah melepaskannya, Prima memandang ke arah Aksa. Dia ingin berbicara tapi sepertinya masih ragu dengan apa yang akan dikatakan olehnya."Ada apa Bibi?" tanya Leta yang menatap curiga gerak-gerik bibinya, Aksa yang mendengar hal itu akhirnya menoleh ke a
Pagi ini suasana ruang makan tak seperti biasanya. Aksa dan Leta memilih untuk diam dan memperhatikan apa yang terjadi di depan mereka. Melihat Kyra yang sangat akrab dengan ibu kandungnya dan mengabaikannya, entah mengapa membuat Leta merasa sedikit tersisihkan. Tapi dia berusaha untuk menerimanya, karena Zeline yang lebih berhak atas Kyra daripada dia. Sejak semalam Kyra hanya berbicara dengan papa dan mama Zeline saja. Entah apa yang terjadi Kyra bahkan tak mempunyai niat untuk berbicara dengan Leta, ibu tirinya. Hal itu membuat Aksa berfikir, kenapa putrinya bersikap seperti itu. "Kyra, Papa dan mama akan pergi keluar nanti sore. Apa kau mau ikut?" tanya Aksa pada Kyra. "Dengan mama Zeline?“ "Bukan sayang, tapi dengan mama Leta." ucap Aksa. "Kyra tidak mau, Kyra hanya ingin dengan mama Zeline. Selama ini mama belum pernah menemani Kyra jalan-jalan. Jadi nanti sore kita pergi dengan mama Zeline ya Pa." rengek Kyra. "Tidak,"
Karena sudah berjanji, mau tak mau sore ini Aksa menemani Kyra berjalan-jalan. Suasana sangat canggung karena Kyra mengajak Zeline, dan tentu saja Aksa mengajak Leta.Sepanjang jalan di dalam mall itu Kyra selalu menggandeng tangan Zeline dan Aksa, membiarkan Leta berjalan di belakang mengikuti mereka. Aksa ingin sekali menarik istri tercintanya itu tapi Kyra selalu lebih dulu menariknya masuk ke sebuah wahana permainan.Setiap kali Aksa menoleh kepadanya, Leta hanya bisa tersenyum manis, meyakinkan bahwa dia tidak apa-apa. Leta tak ingin membuat Aksa kepikiran karena hal itu akan membuat Kyra sedih nantinya. Dia mencoba ikhlas, dia harus meyakinkan hatinya bahwa semua itu masih dalam batas kewajaran."Kau lelah?" tanya Aksa menghampiri Leta yang duduk di sebuah kursi tunggu di dalam toko baju tersebut. Aksa membawakan botol minuman yang dibelinya di dalam tadi saat mengantar Kyra dan Zeline memilah baju.Leta mengambil minuman yang diserahkan oleh Aksa,
Aletha menatap nanar mobil suaminya yang keluar dari area mall ini. Tangisnya tak dapat dibendung lagi. Dia berjalan menyusuri jalan, merutuki dirinya yang bisa-bisanya tak rela melihat suaminya dengan perempuan lain. Padahal perempuan tersebut juga istri Aksa.Sekarang dia bingung, apa yang harus dilakukannya. Baterai handphonenya lowbat, dia tidak bisa menghubungi Farrel untuk menjemputnya. Leta sudah berjalan cukup jauh dari mall tadi, sekarang dia mulai lelah dan merasa sangat lapar. Akhirnya dia berniat singgah di sebuah restoran yang tak jauh dari pandangannya.Saat dia ingin menyeberang, sebuah mobil melaju dengan cepat dari sisi kanan Leta. Leta tak menyadari hal tersebut sampai sebuah tarikan di lengannya membuatnya kaget.Leta terjatuh bersama orang yang tadi menariknya. Leta yang masih syok itu hanya terdiam dengan pandangan kosong."Nona, anda tidak apa-apa?" tanya seseorang tersebut.Lamunan Leta buyar, dia menoleh ke sumber suara ters
Aksa menurunkan Leta di ranjang, dia segera berjongkok melepaskan sepatu istrinya. Kaki kanan Leta terlihat bengkak dan kemerahan, Aksa mengelusnya tapi hal itu membuat Leta mendesis."Sakit?" tanya Aksa.Leta mengangguk. "Hemm, jangan disentuh." ucapnya.Aksa segera berdiri dan keluar dari kamar, tak menunggu lama dia kembali lagi dengan baskom berisi air hangat. Dia kembali mendekati istrinya dan membantu merendam kaki istrinya.Hangat, itulah yang dirasakan oleh Leta. Kakinya terasa nyaman ketika bersentuhan dengan air hangat itu. Perlahan rasa sakit itu mereda.Aksa lalu duduk di samping istrinya, menatap lembut wajah ayu istrinya. "Maafkan aku," ucap Aksa lalu memeluk istrinya dari samping.Leta diam, dia hanya mengelus lembut kepala Aksa. Dia masih mencoba menata hatinya untuk kejadian tadi. Mungkin dia harus mempersiapkan hatinya juga untuk hal yang akan terjadi kedepannya."Aku sungguh mencintaimu Leta, kejadian tadi bukan kei
Farrel baru saja menebus obat lalu menghampiri Leta yang duduk di kursi tunggu tak jauh dari tempatnya. Dia lalu menghampiri sepupunya itu dan berdiri di depannya."Leta, ayo pulang. Obatnya sudah aku ambil," ucap Farrel menatap sepupunya itu.Leta mendongak, wajahnya masih kusut tapi dia berusaha memberikan senyuman pada Farrel."Bisakah kau antar aku untuk berjalan-jalan sebentar. Aku merasa bosan di rumah," ucapnya pelan.Farrel terdiam sesaat, dia tak mengiyakan bahkan tak menolak. Dia memandang Leta, merasa iba dengan hal yang terjadi pada rumah tangga sepupunya itu. Pasti Leta sangatlah tersiksa sejak adanya Zeline tinggal di sana. Setelah cukup lama terdiam akhirnya dia mengangguk pelan."Baiklah, ayo," ucapnya mengulurkan tangan di hadapan Leta.Leta menerima ukuran tangan tersebut dan tersenyum. Mereka berjalan beriringan menuju tempat di mana mobil mereka terparkir. Baru saja Farrel membukakan pintu untuk Leta, handphonenya bergetar