Beranda / Romansa / Antara Misi Dan Hati / Bab 43 Beri Alasan

Share

Bab 43 Beri Alasan

Penulis: Fei Adhista
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-01 23:54:17

Cahaya mentari menyelinap masuk melalui tirai tipis kamar Putri Alliya. Udara pagi membawa aroma bunga lavender dari taman istana, namun ketenangan itu tidak mampu menenangkan hati Reina yang duduk di tepi ranjang, memandangi jendela dengan mata kosong.

Ia masih memikirkan kejadian semalam—kehadiran Satya yang tiba-tiba muncul di kamarnya dengan penyamaran dan ekspresi yang tak biasa. Dingin. Mencurigai. Dan diam-diam melindungi.

Reina menggigit bibirnya. Ia tahu Satya menahan banyak hal—pertanyaan, rasa penasaran, dan mungkin… kekhawatiran. Tapi ia tidak bisa menjelaskan apapun. Misinya sebagai Putri Alliya adalah perintah langsung dari raja dan Kolonel Bram. Rahasia negara. Bahkan kepada suaminya sendiri, ia tak boleh membocorkannya.

Suara ketukan di pintu menyentaknya dari lamunan.

“Putri Alliya,” suara Malik dari luar, “Putri Salima meminta Anda menemaninya sarapan pagi.”

Reina menutup mata sejenak, menghela napas panjang. Sudah dimulai lagi, pikirnya.

Dengan cepat, ia mengenakan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Antara Misi Dan Hati    bab 62 Senyap Sebelum Badai

    Langit di atas rumah tua itu memudar menjadi jingga. Udara lembab mengendap di sela pepohonan dan embusan angin sore membuat dedaunan bergoyang tenang. Di dalam rumah, suara kayu tua berderit pelan, seolah ikut mengamati dua sosok yang tengah bersandar di ambang jendela.Satya duduk di kursi kayu, satu kaki disilangkan di atas yang lain, matanya menatap lekat wajah Reina yang sedang tertawa kecil karena leluconnya."Kamu tahu," ujar Reina, menyuapkan potongan apel ke mulut Satya, "kalau saja tidak ada perang, aku bisa hidup seperti ini selamanya."Satya hanya tersenyum samar. "Kalau tidak ada perang, aku tidak akan pernah bertemu denganmu."Reina terdiam sejenak. Senyumnya memudar. Ia menatap mata pria itu dalam-dalam, mencoba membaca sesuatu yang selama ini tak pernah benar-benar ia mengerti."Kamu masih menyembunyikan sesuatu dariku, ya?" bisiknya.Satya membelai rambut Reina pelan, lalu menunduk mencium keningnya. "Apa pun itu, aku hanya ingin kamu percaya."Reina tak menjawab. Ia

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 61 Galak Tapi Cantik

    Malam merangkak perlahan, menyisakan cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui jendela rumah tua itu. Reina duduk bersandar di ambang ranjang, membalut dirinya dengan selimut tipis. Tubuhnya masih terasa panas—bukan karena udara, melainkan karena konflik batin yang belum reda.Satya berdiri tak jauh darinya, memandangi wajah perempuan itu dalam diam. Sorot matanya tajam namun dalam. Ada badai di balik ketenangan ekspresinya. Ia mengambil langkah pelan, lalu duduk di ujung ranjang, menjaga jarak tapi cukup dekat untuk mendengar detak napas Reina."Masih menganggap aku orang asing?" tanyanya datar, nyaris berbisik.Reina tidak menjawab. Ia menunduk, menatap lantai kayu tua di bawah kakinya. "Aku tidak ingin kau terluka... atau dihukum karena menyelamatkanku," suaranya pecah namun tegas.Satya terkekeh pendek, bukan karena lucu, tapi getir. "Kau pikir aku memindahkan seluruh pasukan bayangan, menembus ruang tahanan kerajaan, hanya demi menyelamatkan orang asing?"Reina menoleh perlahan.

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 60 Asmara di rumah tua

    Hanya ada satu meja kayu kecil, dua kursi, dan cahaya lampu minyak yang menggantung rendah. Di atas meja, semangkuk sup rebung dan roti kering yang Reina temukan di dapur tua itu.Satya duduk lebih dulu. Ia tidak berkata sepatah kata pun, hanya menatap Reina yang diam-diam menarik kursi di seberangnya.Reina tidak bisa makan. Tangannya pun dingin. Sementara Satya makan dengan pelan, tapi tidak mengalihkan pandangan darinya.“Kamu bilang kamu dari distrik utara,” Satya memulai, suaranya rendah tapi tegas. “Tapi caramu mengiris daging, caramu berjalan, cara kamu memandang orang... bukan cara rakyat jelata apalagi para pengemis."Reina menggenggam erat sendoknya “Aku belajar dari keluarga Reihardi.”Satya meletakkan sendoknya dengan bunyi pelan tapi menghantam.“Berhenti berbohong.”Reina mendongak. Tatapan mereka bertemu.Satya bersandar ke depan, menatapnya lekat. “Kau pikir aku tidak bisa membedakan wanita yang tumbuh dalam kekacauan, dengan wanita yang terlatih?”“Aku hanya hidup unt

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 59 Hangatnya pelukan

    Reina terbangun perlahan. Matanya sedikit kabur, dan perasaan pusing masih mengganggu. Sesaat ia merasa asing, namun saat memicingkan mata, ia menyadari bahwa ia tengah terbaring di atas ranjang kayu kasar. Namun, itu bukan yang paling mengejutkan.Di sampingnya, tubuh Satya terbaring, masih tertidur pulas.Kepala Reina terletak di dada Satya, dan tangan pria itu melingkar di tubuhnya. Bahkan napasnya yang dalam dan teratur terasa menenangkan. Itu membuat Reina merasa ada sesuatu yang sangat berbeda dalam dirinya.Kepalanya mendongak perlahan.Matanya bertemu dengan wajah Satya yang tampan, tampaknya tanpa beban meskipun situasi mereka cukup berbahaya. Pipi tebal dan rahang kokoh, dengan rambut hitam pekat yang tergerai ke depan, menambah pesona ketampanannya.Reina menyadari bahwa dia berada dalam pelukan Satya. Seketika, sebersit rasa marah muncul dalam dirinya. Bagaimana bisa Satya, suaminya, membawa dia ke tempat ini tanpa izin, bahkan tidur bersamanya?!Namun, saat matanya menyel

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 58 Dia Menculik ku

    Reina membuka matanya dengan pelan. Pandangan pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kayu yang retak-retak dan suara burung hutan yang nyaring. Tubuhnya terasa berat, tenggorokannya kering.Ia mendadak terduduk. Napasnya tersengal. Ruangan itu asing, sebuah kamar sederhana dengan jendela terbuka, aroma embun dan dedaunan menyusup dari luar.“Bangun juga akhirnya,” suara itu terdengar dari ambang pintu.Reina menoleh cepat. Ditto. Jubahnya lusuh, rambutnya basah oleh embun, dan ada luka lecet di pelipisnya.“Apa ini?” desis Reina. “Di mana kita?”“Rumah pelarian tua di sisi timur perbatasan. Kita butuh tempat aman sebelum bergerak lagi.”Reina bangkit berdiri, langkahnya goyah tapi penuh amarah. “Kau menculikku.”Ditto tidak menjawab.“Satya yang menyuruhmu?” suara Reina bergetar. “Dia memaksaku pergi, membuatku pingsan, dan kau... kau ikut-ikut membawaku kabur seperti aku tak punya kehendak sendiri?!”“Kau mau dibunuh di istana?” balas Ditto, matanya menyala. “Atau dipaksa menik

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 57 Menculik Istri

    Langkah-langkah kaki terdengar lirih di lorong rahasia istana. Satya menahan napasnya, telinga tajam menangkap bunyi samar suara penjaga. Tangannya meraih belati kecil di ikat pinggang.Satu... dua... tiga...Ia bergerak cepat dari bayangan ke bayangan. Satu pengawal lewat. Satya menempel ke dinding, napas ditahan. Begitu bayangan berlalu, ia meneruskan jalan.Koridor menuju ruang intelijen.Dia harus tahu kenapa Raja memanggilnya kemarin lalu tiba-tiba membatalkan. Kenapa Arvid mendadak ditugaskan memimpin misi ke utara. Dan yang paling mengganggu... kenapa Reina belum dipindahkan dari ruang interogasi.Langkahnya terhenti di persimpangan. Tiga penjaga berdiri di depan ruang arsip.Satya membuka gelang logam di pergelangan kirinya. Menarik jarum kecil dari dalamnya obat bius singkat.Tiga detik. Tiga tusukan. Tiga tubuh ambruk diam-diam.Ia masuk.Ruangan gelap, hanya diterangi cahaya dari jendela tinggi. Rak penuh dokumen rahasia. Satya langsung ke laci berlabel: "Penyamaran - Kode:

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 56 Aku Bukan Istri Pangeran

    Langit-langit batu berukir tampak muram, dan udara dingin menusuk. Di tengah ruangan, Putri Salima berdiri tegak mengenakan jubah formal kerajaan. Di hadapannya duduk Reina tampak tenang tapi tegang, tangannya dirapatkan di pangkuan. Salima memutar cincin di jarinya, menatap Alliya seolah hendak menelannya bulat-bulat. "Kau menyamar. Menipu semua orang. Termasuk aku." Alliya menatap lurus ke depan. Tidak menunduk. Tidak juga menghindar. "Aku hanya menjalankan perintah negara. Sama seperti yang dilakukan siapapun yang setia." "Tidak semua prajurit setia menyembunyikan identitasnya," balas Salima dingin. "Kau wanita. Dan lebih parah lagi... kau kabarnya istri dari Pangeran Satya." Reina tersentak kecil, tapi segera menyembunyikannya dengan menarik napas pelan. "Itu tidak benar." "Jadi kau menyangkal kabar itu?" "Aku tidak menikah," ujar Reina mantap. "Aku tidak pernah menikah dengan siapa pun, apalagi dengan seorang pangeran." Salima menyipitkan mata. Ia mendekat, membungkuk aga

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 55 Butuh Kejelasan

    Angin malam meniup lembut tirai sutra yang menggantung di jendela tinggi. Salima berdiri membelakangi pintu, mengenakan gaun malam berwarna pirus yang jatuh anggun di bahunya. Cangkir teh di tangannya telah lama dingin, tapi ia belum meminumnya.Pikirannya tak tenang.Satu per satu keping rahasia muncul ke permukaan, seperti abu yang tertiup dari bara. Ia tahu Satya menyembunyikan sesuatu. Ia juga tahu, “Putri Aliya” yang dikenalkannya sebagai wanita dari Ghana... bukanlah siapa yang dikatakan istana.“Kenapa aku terus merasa... aku pion dalam permainan mereka?” bisiknya pada diri sendiri.Pintu diketuk pelan. Pelayan masuk dan membungkuk.“Yang Mulia... Pangeran Arvid ingin berbicara.”“Jam segini?” Salima mengangkat alis. “Suruh dia masuk.”Arvid masuk dengan senyum lebar dan tangan di balik punggung. Seperti biasa, tampak manis—tapi terlalu manis hingga mengundang curiga.“Aku tahu ini larut malam, Salima,” ucapnya, suaranya lembut. “Tapi aku tak bisa tidur memikirkan keputusan Aya

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 54 Jangan Mati demi aku

    Ditto tiba dengan napas berat. Jubah hitamnya basah oleh peluh, dan kakinya nyaris tak terasa setelah berlari dari ruang tahanan bawah istana. Satya menoleh cepat dari meja peta. Ia baru saja kembali dari penyusupan, belum sempat melepas sarung tangan. “Ada apa?” tanyanya tajam. Ditto langsung menjatuhkan diri ke lutut. “Reina sepertinya tahu semuanya. Dia... bilang jika kau tak muncul sebagai dirimu sendiri, dia yang akan buka semuanya ke Raja.” Satya membeku. Matanya sempat terpejam sepersekian detik. Lalu ia mengerutkan kening, berdiri, dan menghantam dinding di belakangnya dengan tinju keras. Batu bergetar. “Arvid,” desisnya. “Dia pasti yang memancing ini semua.” “Dia sudah menghadap Raja. Meminta izin menikahi Reina.” Satya menatap Ditto. Kali ini dingin. “Dan Ayahanda?” “Belum memutuskan. Tapi... beliau mulai goyah.” Satya melangkah cepat ke gantungan pedangnya. Ia mengenakannya kembali tanpa bicara. Gerakannya seperti prajurit yang hendak maju perang. “Mayor,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status