Chapter: Akhir cerita Eyang Wiryo terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, dan oksigen di hidungnya membuat semua orang yang hadir semakin khawatir. Suasana ruang perawatan terasa begitu tegang.Di sekelilingnya, berkumpul seluruh anggota keluarga yang selama ini terlibat dalam konflik warisan. Ada Reza, Via, Randi, Johan, Chandra, dan Bima, sang dalang dari semua kekacauan ini.Dengan suara bergetar, Eyang Wiryo berbicara, memecah kesunyian, "Aku tidak pernah membayangkan keluargaku akan berantakan seperti ini... Apa yang kalian semua cari? Harta? Kekuasaan? Apa semua itu lebih berharga dari keluarga kita?"Tak ada yang menjawab. Mereka hanya menunduk, entah karena merasa bersalah atau masih menyimpan amarah masing-masing.Eyang Wiryo menghela napas panjang. "Aku akan mengatakan sesuatu yang harus kalian dengar baik-baik. Reza adalah pemilik sah dari perusahaan keluarga kita. Semua harta yang kalian perebutkan berasal dari suamiku yang pertama, dan Bima... kamu bukan anak dari suami pertama
Última atualização: 2025-02-02
Chapter: Menerima Kenyataan Chandra melangkah dengan cepat menuju kediaman ayahnya, Bima. Pikirannya penuh dengan pertanyaan yang berputar tanpa henti. Fakta bahwa Randi adalah saudara tirinya, dan Johan juga bagian dari skema besar ayahnya, membuatnya tidak bisa diam saja.Saat ia memasuki ruang kerja Bima, pria itu tampak tenang, duduk di balik meja besar dengan segelas teh di tangannya. Seakan tidak ada yang terjadi."Chandra," sapa Bima tanpa ekspresi. "Kau datang dengan wajah penuh amarah. Apa yang kau inginkan?"Chandra mengepalkan tangannya. "Aku ingin jawaban. Aku ingin tahu kenapa kau menyembunyikan fakta bahwa Randi adalah saudaraku! Kenapa kau memalsukan hasil DNA-nya?!"Bima meletakkan gelasnya dengan tenang, lalu menatap Chandra dalam-dalam. "Karena aku tidak pernah berniat mengakui Randi sebagai bagian dari keluarga ini."Chandra terhenyak. "Apa maksudmu?! Dia anakmu!"Bima mendengus kecil. "Dan itu adalah kesalahan yang seharusnya tidak pernah terjadi."Chandra semakin geram. "Bagaimana dengan Joh
Última atualização: 2025-01-31
Chapter: Pengkhianatan Keluarga Setelah Johan berhasil ditangkap, Reza bersama Randi dan Via kembali ke tempat persembunyian mereka. Namun, meski Johan kini berada di tangan pihak berwenang, Reza masih merasa ada sesuatu yang belum selesai. Di tengah malam yang sunyi, Reza duduk di ruang kerja kecilnya, membaca kembali dokumen-dokumen yang mereka sita dari Johan. Namun, semakin ia membaca, semakin ia menyadari bahwa ada sosok lain yang lebih besar di balik ini semua. Nama Bima, pamannya sendiri, terus muncul dalam berbagai transaksi dan laporan rahasia. Reza menggertakkan giginya, tangannya mengepal. "Jadi selama ini… Paman Bima yang mengatur semuanya?" Tiba-tiba, suara ketukan di pintu membuatnya tersadar. Randi masuk dengan wajah penuh kebingungan. "Ada apa, Reza? Kau terlihat tegang," tanya Randi. Reza mengangkat salah satu dokumen dan melemparkannya ke meja. "Lihat ini. Nama Paman Bima ada di setiap transaksi ilegal Johan. Dia bukan hanya mengetahui semua ini, dia adalah dalangnya!" Randi membaca do
Última atualização: 2025-01-29
Chapter: Mulai Bergerak Pagi itu, Reza menerima pesan dari Bayu. Isinya singkat, tetapi cukup membuat adrenalin Reza meningkat."Johan mulai bergerak. Dia tahu tentang dokumen itu. Hati-hati."Reza duduk di kursi, menatap papan penuh strategi di depannya. Ia tahu bahwa Johan tidak akan tinggal diam setelah mengetahui dokumen itu ada di tangan yang aman. Kini, semua yang telah ia persiapkan harus berjalan sempurna, atau semuanya akan sia-sia.Via muncul dari dapur, membawa secangkir teh untuk Reza. Ia menatap wajah Reza yang terlihat semakin lelah namun tetap penuh keyakinan.“Kamu yakin bisa mengatasi ini, Reza?” tanya Via pelan, duduk di depannya.Reza menatap Via dengan tatapan lembut namun penuh tekad. “Aku harus yakin, Via. Kalau aku nggak bergerak sekarang, Johan akan terus menghancurkan segalanya. Aku nggak akan membiarkan itu terjadi.”Via terdiam sejenak, lalu menggenggam tangan Reza. “Kalau kamu butuh bantuan, aku di sini. Jangan terlalu memaksakan diri, Reza.”Reza tersenyum kecil. Sentuhan Via mem
Última atualização: 2025-01-28
Chapter: awal dari akhirMalam itu, Reza duduk di ruang tamu yang remang. Di depannya terdapat tumpukan dokumen penting yang baru saja ia dapatkan dari salah satu informannya. Wajahnya serius, penuh konsentrasi, membaca setiap detail yang bisa menjadi kelemahan Johan.“Reza, apa ini cukup untuk melawan dia?” tanya Randi sambil mendekati meja, pandangannya menyapu dokumen tersebut.“Ini lebih dari cukup,” jawab Reza, menutup map dengan tegas. “Dokumen ini adalah bukti nyata bahwa Johan terlibat dalam penyelundupan besar. Kalau kita bisa menyerahkannya ke pihak yang tepat, itu akan menghancurkan dia.”Via yang duduk di sofa terlihat gelisah. “Tapi Johan nggak akan tinggal diam. Dia pasti sudah tahu bahwa kita sedang bergerak melawannya.”Reza menatap Via dengan tatapan penuh keyakinan. “Aku tahu itu, Via. Tapi aku nggak akan biarkan dia menang. Ini tentang keadilan, bukan hanya untuk kita, tapi untuk semua orang yang sudah dia rugikan.”Pagi harinya, Reza mengumpulkan Randi dan Via di sebuah kafe kecil yang jau
Última atualização: 2025-01-27
Chapter: Serangan BalikKeesokan paginya, Reza kembali ke apartemen dengan penampilan yang terlihat lelah, namun tatapannya masih penuh keyakinan. Via yang tengah duduk di ruang tamu langsung berdiri begitu melihat Reza masuk.“Kamu nggak apa-apa?” tanya Via, mendekat dengan nada penuh kekhawatiran.“Aku baik,” jawab Reza singkat. “Dokumen itu sudah aman. Sekarang kita hanya perlu menunggu langkah Johan berikutnya.”Randi, yang sejak tadi mengamati dengan cemas, akhirnya bersuara. “Reza, aku nggak ngerti kenapa kamu nggak membiarkan aku ikut tadi malam. Kalau mereka menyerang kamu di tengah jalan, gimana?”Reza menatap Randi dengan serius. “Karena aku butuh kamu di sini. Tugasmu menjaga Via, memastikan dia aman. Kalau aku gagal, setidaknya masih ada kamu di sini untuk melindungi dia.”Via yang mendengar ucapan itu merasa hatinya bergetar. Meskipun Reza tidak pernah mengungkapkan perasaannya secara langsung, tindakan dan ucapannya selalu menunjukkan betapa ia peduli.Sore itu, ketika suasana sedikit tenang, p
Última atualização: 2025-01-26
Chapter: Langkah Terakhir Ghana, dua bulan setelah peralihan tahta. Hari itu, aula istana tak lagi menjadi ruang untuk pertumpahan darah, tapi ruang upacara pelantikan yang damai. Kursi rakyat kembali terisi. Bendera tua yang sempat dibakar, kini dijahit ulang dan berkibar di atas menara istana. Rakyat berkumpul, bukan karena takut… tapi karena harapan. Di tengah barisan para bangsawan, mantan prajurit, dan wakil rakyat, seorang bocah berdiri di atas podium kecil. Di belakangnya berdiri dua sosok yang kini tak lagi dianggap buronan, melainkan pelindung bangsa: Satya dan Ardian. Maydiasta menatap ke arah rakyat yang memadati pelataran. Nafasnya bergetar, tapi tangan Satya menyentuh pundaknya. “Kau tidak sendiri,” bisik Satya. Dan Ardian menambahkan, “Kau akan jadi raja… bukan karena tahta. Tapi karena kau mencintai mereka.” Maydiasta pun melangkah maju, membuka mulut kecilnya dengan suara yang masih jernih: “Aku bukan pangeran yang hebat. Tapi aku adalah anak Ghana. Dan aku berjanji akan belajar,
Última atualização: 2025-07-13
Chapter: Bab 112 Akhir Peperangan Satya berdiri tegap. Seragam gelap yang ia kenakan tak memuat satu pun lencana. Bukan karena tak layak, tapi karena hari ini bukan soal pangkat. Di sampingnya, Ardian bersandar di meja, lengannya masih diperban. Wajahnya tenang, tetapi mata menyimpan bara. “Rakyat Ghana…” suara Satya menggema dari mikrofon kecil yang terhubung ke jaringan siaran bawah tanah. “Hari ini, kalian berhak tahu kebenaran.” Kamera menyorot wajahnya. Tidak ada keraguan. Tidak ada kebohongan. Hanya keyakinan. “Selama ini, kalian dibohongi. Kami disebut pengkhianat. Kami dikurung. Difitnah. Tapi siapa dalangnya?” Ardian mengangkat sebuah dokumen dan menyodorkannya ke arah kamera. “Ini… bukti asli dari Kolonel Indra, yang disembunyikan sebelum ia tewas. Bima ingin menjadikan keponakannya anak dari adik perempuannya, sebagai pewaris takhta. Dia membunuh Arvid, memfitnahku, dan menjadikan Satya kambing hitam.” Layar di belakang mereka menampilkan wajah Tuan Halim, rekaman suara, dan data penyadapan. Semua dir
Última atualização: 2025-07-11
Chapter: Bab 111 Akar yang tak Pernah Mati Dua tahun lalu, di Distrik Riven yang suram dan dilupakan, seorang pria tua bernama Letkol Anwar, pensiunan militer yang dulunya menjaga gerbang istana, tinggal di balik rak-rak jam rusak. Dari luar, tempat itu tampak seperti toko barang antik yang tak penting. Tapi di balik lantai kayu reyotnya, terhampar jaringan lorong rahasia yang membentang ke segala arah, tempat di mana sisa-sisa kekuatan yang disingkirkan oleh istana masih bernapas.Mereka menyebut diri mereka 'Tulang Akar'.Bagi Anwar dan para mantan prajurit yang setia pada kerajaan, tapi bukan pada kekuasaan, akar yang tersembunyi jauh lebih penting daripada cabang yang menjulang tinggi.Pada suatu malam yang dingin dan sunyi, seorang pangeran berdarah, dengan tatapan kosong dan napas berat, muncul di ambang lorong itu. Pangeran Ardian yang dituduh pemberontak, yang dibuang dari darah biru, duduk di lantai batu dengan lutut penuh lumpur.Letkol Anwar mendekatinya tanpa ragu.“Kau bukan pengkhianat, Pangeran,” katanya sambil
Última atualização: 2025-07-10
Chapter: Bab 110 Lokasi: Barak tua di batas utara Ghana, jam 20.11TV kecil berdebu itu masih menyala di sudut ruangan. Gambarnya tak stabil, tapi suara penyiar itu terdengar jelas.“…pemerintah kerajaan menetapkan dua buronan negara Pangeran Ardian dan Pangeran Satya. Dituduh menghasut pemberontakan, membunuh Pangeran Arvid, serta bekerja sama dengan militer asing…”Ditto menjatuhkan botol air di tangannya. Suara dentingnya memantul tajam.“Apa… ini bercanda?”“Ini…” Malik terdiam. Rahangnya mengeras. Matanya menyapu layar seperti menolak percaya.“Satya?” Ditto mengulang, lebih ke dirinya sendiri.Malik bangkit. Langkahnya berat, tapi tegas. Ia mematikan TV.“Mereka memutar balik semuanya. Raja tidak bicara sepatah kata. Ini suara dewan.”“Tuan Halim,” gumam Ditto. “Itu dia... sialan itu...”Keduanya saling pandang. Dalam diam mereka mengerti Ini bukan sekadar pengkhianatan... ini pemusnahan karakter.“Kita harus cari Pangeran Satya,” ujar Ditto.“Dan Pangeran Ardian,” Malik menambahkan.“Bagaimana
Última atualização: 2025-07-09
Chapter: Bab 109 Kota Yang Tertidur Istana Ghana, Ruang Rapat DalamRaja Mahesa duduk di kursi takhta kecil, matanya sembab. Tangannya memegang laporan kematian Arvid. Di sekitarnya duduk para menteri dalam negeri, penasihat senior, dan seorang pria berambut putih mengenakan jubah biru tua: Tuan Halim.“Yang Mulia,” ujar Tuan Halim, suaranya pelan namun berisi racun. “Kami telah menyelidiki lebih dalam... dan menemukan indikasi bahwa Ardian dan Satya tengah merancang pemberontakan.”Raja Mahesa mengerutkan kening. “Laporan itu tak cukup. Ardian terluka parah, Satya dalam pemulihan.”Tuan Halim melangkah maju. Ia meletakkan dua dokumen di meja raja.Satu berupa rekaman audio.Satu lagi foto-foto hasil pengawasan drone.“Mereka pernah bertemu dengan utusan Malaca di perbatasan. Dan ini...” Ia menekan tombol kecil.Dari alat pemutar suara, terdengar percakapanArdian (suara hasil suntingan). “Jika raja tak menyerahkan tahta, kita akan ambil dengan pak
Última atualização: 2025-07-08
Chapter: Bab 108 Surat yang Tak Pernah SampaiMalam di Ghana begitu senyap. Lampu-lampu istana telah dipadamkan, dan gerbang utama dijaga dua kali lebih ketat dari biasanya. Namun di sebuah kediaman tua milik mantan penasihat militer yang sudah pensiun, Ardian duduk di bawah cahaya redup lentera minyak, membuka sepucuk surat dengan segel lilin yang tak ia kenali. Surat itu dikirim dengan tangan, tanpa nama, dan diselipkan ke dalam laporan logistik yang dibawa oleh salah satu pasukan cadangan dari selatan. Isinya singkat tapi mencabik. “Pangeran Arvid bukan satu-satunya calon pewaris. Di luar sana, Raja Mahesa telah menyembunyikan seorang anak dari darahnya sendiri, lahir dari saudara perempuan Kolonel Bima. Kau dan Satya hanya bagian dari permainan lebih besar. Jaga dirimu. – E” Ardian mengerutkan kening. Surat itu tidak membawa jawaban—justru menambah pertanyaan. Ia segera membakar surat itu setelah membacanya tiga kali. Tapi kata-kata terakhir masih terngiang dalam benaknya: “Kau dan Satya hanya bagian dari permainan leb
Última atualização: 2025-07-07
Chapter: Bab 95Pagi itu, Benteng Wiru dipenuhi ketegangan yang tak terlihat, seperti udara menahan napas.Dari kejauhan terdengar derap kuda dan suara roda kereta yang berat. Debu tebal mengepul, menandakan rombongan besar tengah mendekat.Rakai berdiri di halaman depan dengan beberapa prajurit pilihan. Wajahnya datar, tapi kedua tangannya mengepal.Ia menoleh cepat ke arah Alin dan Raras yang berdiri di sisi belakang.“Raras, Alin. Kalian ke markas belakang. Jangan keluar sampai aku bilang,” tegas Rakai, suaranya rendah tapi tak bisa dibantah.“Tapi—”“Tidak ada tapi.”Tatapannya keras, membuat Raras terdiam.Namun Alin tahu, sebenarnya Rakai khawatir, ia tak mau Raras bertemu Wening.Raras akhirnya menghela napas. “Baiklah. Tapi kang mas berhutang penjelasan nanti.”Rakai hendak menanggapi, tapi kereta Wening mulai terlihat di depan gerbang. Ia hanya mendorong mereka cepat-cepat.“Pergi!”Markas itu lebih sepi dari biasanya. Gudang senjata, meja-meja kayu, dan bau besi memenuhi ruangan besar itu.
Última atualização: 2025-11-14
Chapter: Bab 94Pagi di Benteng Wiru dimulai dengan suara keras dari halaman utama.Besi beradu dengan besi, langkah kaki menghentak tanah, dan teriakan semangat menggema di antara udara dingin yang masih dibungkus kabut.Raras berdiri di balik tiang kayu paviliun, separuh bersembunyi di balik tirai bambu. Dari tempatnya, ia bisa melihat para prajurit berbaris, berlatih pedang dengan gerakan serentak dan penuh disiplin.Matahari baru naik, menembus kabut, memantulkan cahaya ke ujung pedang mereka.Raras menatap terpukau.Setiap kali pedang diayunkan, dadanya berdegup aneh. Ada sesuatu yang terasa familiar seperti melodi yang pernah ia dengar, tapi lupa liriknya.Rakai berdiri di tengah lapangan, mengenakan seragam latihan sederhana. Wajahnya serius, tapi suaranya tenang saat memberi perintah.“Langkah kiri dulu. Ingat, pedang bukan untuk kekuatan, tapi untuk keseimbangan.”“Siap, Gusti!” seru para prajurit serempak.Raras hampir tertawa. Keseimbangan, katanya?Padahal, setiap ayunan pedang itu sepert
Última atualização: 2025-11-13
Chapter: Bab 93Hujan turun pelan di sore itu, menimpa atap benteng yang mulai berlumut.Aroma tanah basah bercampur dengan udara dingin, menyelinap lewat jendela yang setengah terbuka.Raras berdiri di sana, bersandar pada kusen kayu yang mulai rapuh, menatap gerimis yang jatuh satu per satu seperti benang tipis dari langit.Kain selendangnya basah di ujung karena ia lupa menariknya.Namun, ia tidak bergeming.Hujan seperti memiliki irama yang menenangkan, seolah seluruh kebisingan dalam kepalanya ikut perlahan larut di bawah guyurannya.“Kalau kau berdiri di sana terlalu lama, nanti malah demam.”Suara berat itu muncul dari belakangnya, tenang tapi penuh perhatian.Raras menoleh.Rakai berdiri di ambang pintu, rambutnya sedikit lembap, seragamnya masih berdebu. Ia baru saja kembali dari patroli keliling barak.Tatapannya tajam tapi tak lagi sekaku dulu ada sedikit kehangatan yang sulit dijelaskan.“Aku tidak selemah itu,” jawab Raras pelan sambil tetap menatap ke luar.“Tidak selemah itu, tapi pelu
Última atualização: 2025-11-12
Chapter: Bab 92Malam di perbatasan begitu sunyi. Angin membawa aroma tanah basah, dan rintik hujan pelan menetes di atap penginapan. Di halaman belakang, lentera-lentera berayun tertiup angin, memantulkan bayangan dua sosok di bawahnya.Raras berdiri di bawah langit gelap, selendangnya separuh basah, menatap lelaki di depannya Rakai. Wajahnya diterpa cahaya oranye yang goyah, sorot matanya ragu. Ada tanya yang belum selesai, dan jarak di antara mereka yang tak pernah terasa sedekat malam itu.Reyas berdiri jauh di balik tiang kayu penginapan, nyaris tak berkedip.Ia tak bisa mendengar apa pun, tapi dari caranya Raras berbicara dengan mata menatap tapi tubuh sedikit mundur, dan Rakai yang tertawa kecil menunduk, ia tahu percakapan itu bukan sekadar basa-basi. Ada sesuatu di sana. Sesuatu yang menyesakkan dada.Hujan turun semakin deras. Reyas menarik napas panjang dan berbalik, melangkah ke jalan kecil di belakang penginapan.Di bawah atap bambu yang reot, seorang wanita tua duduk memanggang ubi di a
Última atualização: 2025-11-11
Chapter: Bab 91Tengah malam di benteng Wiru.Hujan turun pelan, membasuh atap-atap batu dan jalanan tanah yang licin. Angin menelusup lewat celah jendela, membuat tirai bergoyang lembut.Raras menggeliat dalam tidurnya, napasnya terengah-engah. Dalam mimpinya, ia berdiri di tengah medan perang. Langit merah. Asap membubung. Bau darah dan besi memenuhi udara.Di sekelilingnya mayat-mayat berserakan.Tangannya menggenggam pedang, tapi ujungnya meneteskan darah… darah sendiri.“Siapa… aku?” suaranya serak, bergema aneh dalam kabut.Lalu seseorang muncul dari balik asap.Langkahnya tegap. Wajahnya sebagian tertutup darah dan debu. Tatapannya dingin, tajam dan di tangan kirinya, pedang terangkat tinggi.Raras terbelalak.“Rakai…”Namun ketika ia berlari mendekat, pedang itu justru diayunkan ke arahnya.Kilatan baja menyilaukan.Raras menjerit—“RAKAI!”Ia terbangun dengan tubuh berkeringat, napas memburu. Matanya liar, mencari kenyataan.Langit di luar jendela masih gelap. Hujan turun makin deras, menget
Última atualização: 2025-11-10
Chapter: Bab 90Rakai menatap pria yang berdiri di belakang Raras dengan penuh siaga. Tatapannya tajam, seperti sedang menilai apakah mereka ancaman atau sekadar pengiring.“Siapa pria itu?” tanyanya akhirnya, suaranya dalam namun terukur.Raras menoleh ke Reyas, sedikit kikuk. “Oh, dia? Ehm… dia—”Belum sempat Raras menjelaskan, Reyas segera melangkah maju, menundukkan kepala dengan sopan.“Hamba Reyas, Gusti. Seorang musafir dari utara. Kami kebetulan bertemu dengan Gusti Putri Ajeng di jalan dan menemaninya hingga ke sini. Hamba tidak tahu siapa beliau sebenarnya, sampai para prajurit menyebut nama Gusti Raksa.”Rakai menatapnya lama. Tidak ada kemarahan, tapi juga tidak ada senyum. Lalu, perlahan, sudut bibirnya terangkat.“Jangan panggil aku Gusti, karena aku hanya seorang prajurit biasa, bukan keluarha kerajaan Indragiri. Kamu musafir dari utara, ya?” gumamnya, lalu mengangguk singkat. “Kamu berani. Tidak banyak yang mau melindungi seorang wanita di tengah jalan seberbahaya itu.”Reyas tersenyu
Última atualização: 2025-11-09