Ashraf hanya tersenyum sekilas kemudian dia bangkit dari duduknya. "Lebih baik kau bersiap saja Yoriko, malam kau akan menemani Lizi ke Shanghai." ucapnya dengan ramah. Yoriko mengangguk patuh, dia masih duduk di tempatnya semula. Setelah itu Ashraf pergi dari sana dan kembali ke ruang kerjanya untuk mengurusi beberapa hal. Tepat jam tujuh malam, saat Ashraf tengah duduk di ruang tamu kediaman sang adik masuk. Suara high heels beradu dengan lantai menggema di seluruh penjuru ruangan. "Baru pulang Liz?" tanya Ashraf sembari mendongakkan kepalanya. Dia meletakkan buku yang sejak tadi dia baca ke atas meja. Kemudian dia mendekati Lizi yang masih berdiri di tengah ruangan tanpa berniat untuk berbicara lama dengannya. "Seperti yang kakak lihat, aku baru saja masuk ke rumah." Lizi berkata tegas. "Ku dengar kau akan ke Shanghai malam ini, benar?" tanya Ashraf lagi. Kali ini dengan mada yang ramah. Lizi mengangguk membenarkan, dia kemudian menatap wajah sang kakak yang tampak tegas di
Tidak mau mati karena termakan rasa penasarannya sendiri, Ashraf kemudian turun dari roof top dan pergi ke gerbang utama kediaman Choi. Anggota El Abro yang bertugas menjaga gerbang pun menundukkan kepalanya memberi hormat ketika mereka melihat kedatangan Ashraf. "Selamat malam Tuan muda, ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu dari dua anggota itu dengan sopan. "Bukan sesuatu yang penting, tapi aku ingin tanya siapa yang tadi sempat berbicara dengan Yoriko?" tanya Ashraf, dia membagi atensinya pada dua anggota yang ada didepannya itu satu-satu. Anggota itu saling pandang, kemudian salah satu dari mereka menunjuk dirinya sendiri. "Saya yang tadi sempat berbicara dengan Nona Yoriko, Tuan muda." "Kalau begitu mari ikut denganku," ajak Ashraf pada anggota itu dengan nada yang datar. Sampai di teras kediaman, Ashraf menatap lurus anggota itu dengan tatapan yang tajam. "Katakan, apa yang Yoriko bicarakan tadi!" perintahnya mutlak. Anggota tadi mengangguk tapi dia tidak berani men
Lizi menggeram menahan emosi yang bisa meledak kapan saja. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. "Kalau begitu tunjukkan pada ku di mana kau temukan pistol Mauser C96 yang kau katakan itu! Akan aku buktikan kalau bukan itu barang yang aku kirimkan!" Lizi mengeraskan rahangnya dan mengatakan semuanya penuh penekanan. Lizi bahkan sampai berdiri dari duduknya sangking tidak bisa menahan diri. Fengying mengangguk, dia setuju. Lagi pula masalah seperti ini harus diselesaikan dengan baik. "Baiklah, kita akan pergi ke bagian keamanan pelabuhan." Fengying ikut bangkit dari duduknya. Pria itu tampak menyambar mantel hitam miliknya dan berjalan mendahului yang lain keluar dari kantor bea cukai tersebut. Yoriko menghampiri Lizi dan mengusap-usap lengan gadis itu dengan lembut. Berharap dengan itu bisa sedikit memenangkannya. "Jangan khawatir Liz, ini pasti salah paham saja." Yoriko mengatakannya dengan yakin. Lizi menolehkan kepalanya ke arah Yoriko, dia me
Malam harinya Yoriko sudah menunggu di salah satu roof top bangunan bertingkat, menunggu salah satu jet pribadi milik keluarga Choi menjemput dirinya. "Tenang saja, aku baru mengabari kakak kalau kau akan kembali lebih dulu. Jadi segera pergi ke kediaman begitu kau sampai di Korea, jangan pergi ke rumah mu atau ke pelabuhan Gungsan sendirian!" Lizi yang ada di sampingnya berkata cerewet. Yoriko mengangguk paham, dia tahu apa yang harus dia lakukan begitu sampai nanti. Hanya saja, dia sangat khawatir meninggalkan perempuan muda itu di Shanghai. "Kau sungguh akan baik-baik saja kan Liz?" tanya Yoriko yang memandang sendu ke arah Lizi. Yoriko adalah anak tunggal di keluarganya, pantas saat masuk ke El Abro dan bertemu dengan Lizi dia merasa seperti memiliki adik perempuan. Apalagi jarak umur mereka sangat cocok untuk menjadi adik kakak. "Iya, kau jangan ikut-ikutan posesif seperti kakakku Yoriko!" Lizi tertawa gemas, bahkan dia mencubit lengan Yoriko. Keduanya bersenda gurau sejenak
Di halaman kediaman keluarga Choi sudah ada Tuan Mun dan Master Wang (Wang Yihan) yang berdiri menatap seorang perempuan yang tengah berlutut di jegal oleh dua anggota El Abro.Perempuan itu berdiri tepat di halaman kediaman dengan wajah yang tertunduk, saat Yoriko tiba di sana semua orang sontak menoleh ke arahnya termasuk perempuan itu. Bahkan dia tampak sangat gembira karena bisa bertemu Yoriko, ada raut lega yang dia tampakkan apalagi saat dia melihat ada Ashraf yang mengekor di belakangnya."Yo-Yoriko, Ashraf--" Perempuan itu memanggil keduanya dengan nada yang terbata-bata. Perempuan tadi memberontak ingin minta dilepaskan agar dia bisa leluasa untuk bertemu dengan Yoriko dan Ashraf. "Apa kalian mengenal perempuan itu Yoriko, Ashraf?" Master Wang langsung bertanya mendengar panggilan perempuan itu. Yoriko hanya menggedikan bahunya acuh dan ikut berdiri di samping Tuan Mun, sedangkan Ashraf berhenti di samping Master Wang dengan tatapan yang sulit diartikan ketika melihat waj
Yoriko mengerjapkan matanya perlahan, kemudian tersenyum getir. "Hah! teman ya," gumamnya lirih. Ashraf yang tidak terlalu jelas mendengarnya mengerutkan keningnya, dia berniat meminta Yoriko kembali mengulangi jawabannya. Tapi buru-buru Yoriko pamit pergi. "Sudah ya Ashraf, aku akan bersiap-siap setengah jam lagi aku akan pergi ke Gunsan." "Baiklah, aku akan menunggumu." Ashraf mengatakannya dengan ramah. Tapi kali ini Yoriko dengan tegas menolaknya. "Tidak usah! biar aku dan Tuan Mun saja yang pergi!" tegasnya kemudian berbalik badan dengan cepat. Yoriko meninggalkan Ashraf bahkan sebelum pria itu mengatakan apapun. Ashraf merasa heran, padahal Yoriko sempat menyetujuinya tadi. Kenapa dia berubah pikiran dengan begitu cepat?Benar saja, saat keberangkatan menuju pelabuhan Gunsan. Yoriko tetap mengajak Tuan Mun untuk ikut bersamanya. Ashraf hanya ditinggal begitu saja tanpa berpamitan sama sekali. Ashraf merasa heran, dia memperhatikan keberangkatan Yoriko dan Tuan Mun dari te
Yoriko terus berlari, dia merapatkan tubuhnya di salah satu kontrainer. Nafasnya memburu saat ini, tapi dia harus bisa menemukan pria misterius itu secepatnya. Kemudian matanya kembali awas saat melihat pria itu berlari melewati tempat Yoriko bersembunyi. Pria itu tidak sadar kalau Yoriko sudah tidak lagi mengejarnya, melainkan mengawasi dirinya dari kejauhan. Yoriko mengendap-endap, mencari waktu yang tepat untuk menyerang. Kemudian saat pria itu lengah Yoriko keluar dari persembunyiannya dan menghantam tengkuk pria itu dengan satu buah balok yang cukup besar. Bugh!"Akh!"Pria itu jatuh tersungkur begitu saja setelah terkena hantaman tepat di tengkuknya, dia jatuh pingsan saat itu juga. Yoriko berjongkok, memastikan kalau lawannya sudah terkapar tidak berdaya. Tidak lama kemudian dia menelfon Tuan Mun, karena saat dirinya asik kejar-kejaran tadi. Jarak Tuan Mun dan dirinya cukup jauh sehingga pria itu tidak mungkin tahu. "Tuan Mun, kau bisa ke sini bersama beberapa anggota? aku
Yoriko bangkit dari duduknya, dia mengeluarkan pistol yang disembunyikan dari balik pakaiannya. Para anggota yang lain juga bersiap setelah mendengar tembakan itu. "Berpencar! cari ke semua penjuru pelabuhan!" perintah Yoriko pada anggota yang lain.Mereka kemudian berpencar dan mencari orang yang telah menembak mati pria misterius itu. Yoriko berlari ke arah Tuan Mun, rupanya pria itu tidak membawa senjata api. "Ini, Tuan Mun bawa saja pistol ku," ucapnya menyerahkan pistol Glok 45 Gap yang dia pegang. Kemudian Yoriko pergi meninggalkan Tuan Mun tanpa menunggu lama. Untung saja Yoriko selalu membawa senjata cadangan, jadi dia tidak kewalahan di saat seperti ini. Perempuan itu berlari ke luar pelabuhan, dia memperhatikan sekeliling. Kondisi yang ramai di pelabuhan membuatnya harus ekstra hati-hati. Selain itu, Yoriko juga semakin kesusahan mencari target yang dia tuju. "Sial! aku tidak menemukan apa pun," geram Yoriko sembari memberikan pukulan mentah ke awang-awang. Dia frustasi