"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi mohon periksa kembali nomor tujuan anda ..."
Tut Tut
“Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat menerima panggilan ..."
Tut Tut
"Arghh!" seorang perempuan berteriak kesal dan membanting ponselnya ke atas ranjang besarnya. Lalu dia mengambil duduk di tepi ranjang dengan pikiran yang kacau.
"Kemana sih kamu Kak?" tanya Bunga dalam kesunyian kamarnya.
Hari sudah petang dan seperti biasa perempuan itu selalu berusaha menghubungi kekasihnya. Namun menjadi kebiasaan juga kalau nomor Vano nggak pernah aktif. Dalam permasalahan seperti ini, sebenarnya Bunga sudah paham jika dia ditolak mentah-mentah. Ada ego yang belum menerima dengan ikhlas. Sejak dulu dia bahkan mendapatkan apapun yang dia minta, sehingga saat mendapatkan penolakan mentah-mentah seperti ini, egonya kian terluka.
"Kalau aku boleh saran, tapi maaf kalau l
Malam semakin petang, gemerlap lampu jalanan pun kian menerangi jalanan kota yang semakin padat. Di dalam mobil Mercedes-Benz GLB-Class seorang gadis tampak kesal dan lebih memilih menatap jalanan luar dari jendela. Mita yang masih berpakaian kerja dengan gurat wajah yang lelah, masih tak habis pikir dengan paksaan Vano beberapa jam yang lalu. Bahkan kunci motornya masih di dalam kantong celana laki-laki kaya itu. Tak memperbolehkan Mita pulang dengan motor kesayangannya yang kini masih terparkir dengan cantik di garasi rumah bosnya. "Kamu mau makan apa? Berhenti kayak anak kecil!" dengus Vano yang ikut menjadi kesal sembari melirik ke sampingnya. Pasti selalu begini. Harusnya yang kesal Mita, namun bosnya selalu ikut kesal jika melihatnya kesal. Memang orang aneh, padahal gadis bermata sipit itu sudah merasa lelah ingin cepat-cepat pulang dan sampai rumah. "Pak Vano ya yang kayak anak kecil, mana kunci motor saya," todong Mita dengan menatap sengit lawan bic
Angin sepoi berhembus mendinginkan suasana yang panas. Hiruk pikuk orang-orang menjadikan suasana malam yang kian ramai. Pekikan atau obrolan menjadi satu padu yang tak jelas di pendengaran. Seorang laki-laki duduk dengan jarak yang cukup untuk nggak mendekati sosok gadis yang masih mengeluarkan permusuhan terhadapnya.Mereka duduk di sebuah bangku panjang yang disediakan, sedangkan van yang telah disulap menjadi warung dadakan itu menyediakan beberapa menu masakan dengan berbahan sate. Setelah kejadian buruk yang menimpa Vano, laki-laki itu memaksa ingin memakan sate. Sebuah gambaran bahwa dia ingin memakan daging hidup-hidup.Bagaimana enggak, selama hidupnya hanya asistennya yang mampu menganiayanya dengan sangat bar-bar. Beruntung ada seorang tukang parkir yang mendengar keributan di dalam mobil sehingga Mita berhenti memukulnya. Dan kalau saja dia nggak mengancam untuk memotong gaji, pasti gadis itu masih meneriakinya sebagai pelaku pelecehan seksual."Perm
Sukses di usia muda, memiliki kecerdasan diatas rata-rata dan menjadi salah satu pengusaha muda yang patut diperhitungkan, nyatanya kehidupan Vano banyak yang terlewatkan. Kebahagiaan masa kanak-kanak, pertemanan hingga sebuah hubungan asmara, semua itu terlewat dengan waktu yang nggak dia sadari.Sejak kecil sang tuan muda itu sudah hidup tidak normal. Sang ayah selaku kepala keluarga memiliki sifat humoris dan santai, sedangkan Ibu memiliki sifat lembut, ramah dan tenang. Tak ada satu pun sifat-sifat positif itu menurun kepada sang anak tunggal.Kedua orang tuanya memiliki relasi dan jaringan pertemanan yang luas dan memiliki masa muda yang normal. Mengapa Vano sedikit berbeda. Dia nggak begitu suka keramaian dan ambisius. Kendati dia memperlihatkan sifat baik kepada orang-orang yang dia kenal, namun tetap saja kehidupan Vano hanya berputar di dunia kerja, mengenai bisnis dan perusahaan.Sehingga kehidupan yang monoton itu semakin mempengaruhi baik dari pola p
"Den," panggil Bik Muti setelah menghampiri tuan mudanya di ruang tengah. Malam semakin larut namun sang workaholic tetap menatap layar laptop tanpa terpengaruh dengan jam yang berdetak. Vano menolehkan kepalanya, dia melepaskan kacamata antiradiasi yang bertengger di hidung sedikit mancungnya. "Ada apa Bik? saya kira udah tidur." Bik Muti yang berpenampilan khas ibu-ibu rumah tangga itu kian mendekat. Ia menutup mulutnya yang tiba-tiba menguap. "Iya Den, ini kebangun dan tiba-tiba ingat sesuatu." "Ada apa?" tanya Vano setelah merenggangkan tubuh belakangnya. Dia sudah fokus dengan layar laptop sejak sepulang mengantarkan asistennya pulang. Bahkan kini jarum jam akan menuju angka dua belas. Jika Bik Muti nggak datang mungkin Vano akan lanjut bekerja hingga lewat tengah malam. "Tadi sore, Non Bunga telpon lewat telepon rumah, Bibik angkat dan tanya Den Vano sudah pulang belum? Bibik jawab belum dan bilang nanti kalau Den Vano pulang yang akan menelpon.
Seperti biasa, pagi hari saat masih suasana di luar gelap, Mita sudah terbangun dari tidurnya. Ralat, terpaksa bangun lebih tepatnya. Pada pukul lima pagi, gadis itu sudah bersiap-siap akan berangkat bekerja. Memakai blouse polos warna abu-abu serta celana dasar berwarna hitam. Sebuah simbol yang menandakan jika Mita sedang nggak mood untuk bekerja.Ternyata tubuhnya mampu merespon dengan normal. Sebab sudah beberapa bulan dia bekerja dengan sangat keras, tubuhnya kuat bak besi baja yang tahan dengan panas maupun hujan. Namun sekuat-kuatnya besi baja, pasti akan berkarat dan rapuh seiring waktu.Seperti halnya Mita. Gadis itu pada akhirnya merasa kelelahan yang amat sangat ketika bangun tidur. Suatu hal yang baru kali ini dia alami setelah hujan panas menerjang."Lesu banget Mit," komentar Ibu Sri ketika Mita memasuki dapur dengan lunglai. Gadis itu berjalan menuju letak dispenser dan menuangkan air minum ke dalam gelas miliknya."Capek Bu," ungkap Mita.
Rencana awal ketika baru masuk setelah di bukakan gerbang oleh Mang Joko adalah Mita akan menuntut Vano dengan menyusul ke ruang gim. Biasanya laki-laki itu baru akan selesai berolahraga setiap kali Mita datang.Namun ketika baru masuk, gadis itu malah mendapati sebuah mobil asing yang terparkir dengan cantik di halaman. Dia mengernyit heran dan mencoba melihat jarum jam di lengan kirinya. Mita nggak salah, apakah ada tamu jam enam pagi."Apa ada tamu, Mang?" tanya Mita nggak bisa menahan rasa penasarannya."Ada Non Bunga, Mamang juga baru datang sudah ada Non Bunga."Hah? Bunga? Sepagi ini?Mita langsung terburu masuk nggak sempat mengatakan apa-apa lagi dengan sopir bosnya itu. Seketika dia merasa was-was akan berita kedatangan perempuan yang menjadi obyek tugasnya. Terakhir Mita berhubungan dengan Bunga beberapa minggu yang lalu. Pada saat itulah Vano mengeluhkan akan ketidak becusannya dalam menjalankan tugas sebab Bunga masih saja mengehubungi
Suara dentingan sendok beradu dengan piring meramaikan suasana makan yang sunyi. Tiga orang sedang menikmati sarapan pagi agak kaku. Vano yang merupakan tuan rumah serta laki-laki sendiri, duduk di sebuah bangku ujung. Sedangkan pada sisi kanan dan kirinya ada dua sosok perempuan yang tak terlihat akrab. Sisi kanannya ada Mita, sedangkan sisi kirinya ada Bunga. Jika orang lain yang tak kenal mereka pasti akan menyangka jika Vano merupakan kepala keluarga dengan dua istri. "Hari ini aku off kerja, aku bisa ke kantor temani kamu, kak," ucap Bunga memecahkan keterdiaman diantara mereka. Sorot matanya hanya terfokus dengan Vano, Dia nggak sama sekali melihat Mita. Gadis bermata sipit itu tentu mengerti maksud Bunga yang tak menganggapnya ada. Tapi itu bukan masalah, dia bisa diam tanpa berkata apapun sembari menikmati sarapan keduanya. Vano menyeretnya untuk ikut sarapan, padahal sebelumnya bosnya itu nggak pernah repot-repot menawari sarapan. Namun seaka
Vano memang nggak nyangka akan seperti ini. Kepalanya sungguh pusing memikirkan hal lain di luar urusan pekerjaan. Sejak kecil dia nggak begini. Hidupnya selalu terfokus dengan satu hal, yaitu sesuatu yang sedang dia kerjakan. Namun kali ini sungguh di luar batas kemampuan seorang Vano. Laki-laki berperawakan tegap itu memasuki ruangannya dengan langkah lebar. Setelah bertemu dengan jajaran direksi lalu mengunjungi pabrik, tubuhnya seketika begitu lelah nggak seperti biasa. Dia menjatuhkan dirinya di sofa, memijit pelipisnya pelan. Kekacauan dirinya telah diejek oleh Billy sejak tadi. Sebab nggak terlihat biasa kalau seorang Vano menampilkan ekspresi wajah terbebani dan sangat stres. Vano terkenal dengan dedikasinya dalam berbisnis. Hal-hal yang memusingkan kepala dalam pekerjaan nggak pernah membuatnya frustasi seperti sekarang. "Mau makan apa, bos? kasian banget gue liatnya," ucap laki-laki berambut klimis di depan pintu menatap Vano dengan penuh simpati. D