Max dan Brad menceritakan yang sebenarnya. Karena perbuatan seorang wanita yang telah mempermainkan mereka berdua, Maxwell dan Maximillian bertengkar hebat. Maxwell tidak terima saudara kembarnya tidur dengan kekasihnya, padahal Max tidak mengetahui jika keduanya telah berpacaran. Dari sinilah, semua berawal. Maxwell mengambil jati diri Max. Ia mengurung Max dan menggantikan perannya dalam berbagai pertalian bisnis. Ia mengelabui banyak orang, termasuk kedua orang tua mereka.Lalu, pertemuan Aya dengan duo kembar tersebut terbilang unik. Aya membutuhkan uang untuk bagi waris rumah orang tuanya. Kedua kakaknya meminta bagian uang dan Aya enggan menjual rumah itu. Seorang kenalan memberinya sebuah nomor. Ia bilang orang tersebut kaya raya dan mungkin bisa membantunya. Maximillianlah yang kebetulan mengangkatnya. Ia tersentuh dengan nada frustasi yang tersirat dari suara Aya yang berat. Max menyuruh Brad untuk mengirim uang ke rekening Aya secara diam-diam. Sayang, tindakan mereka keper
"Oh! Ijinkan aku membunuhnya ..."Tubuh Elizabeth tersentak hebat. Tangannya mencengkeram erat korden jendela berwarna gading. Satu tangannya yang lain meremas surai sang suami. Ia berdiri tepat di depan jendela apartemen dengan Wiwid yang menggoyang tubuhnya dari belakang."Tidak! Biar Logan dan Daniel yang melakukan pekerjaan itu!" tegas Wiwid. Lengannya melingkari perut Elizabeth."Jangan egois, Semito! Aku butuh pelampiasan! Aku sudah mempersiapkan pisau dapur untuk merobek perutnya! Kau fokus saja dengan perut Ninis!"Elizabeth mendesis, ia menjauhkan tubuh sang suami, melepas paksa tautan tubuh bawah mereka. Elizabeth berbalik kemudian mendorong tubuh Wiwid agar terbaring di ranjang. Ia pun merangkak pelan menyusuri tubuh telanjangnya sebelum menyatukan kembali tubuh mereka berdua. Wiwid mengumpat nikmat, Elizabeth yang dalam mode marah dan cemburu, sungguh beringas jika di atas ranjang.Mereka bercinta tak lebih dari satu jam, karena Wiwid harus segera menyusul Rengganis ke rum
"Kumohon dengarkan aku dulu! Aku tahu kau mengenal Elizabeth Rodney. Bunuh dia untukku, dia sangat berbahaya!"Aya meringkuk di pojok, tubuhnya bergetar dengan tangan yang mencengkeram erat pisau buah, teracung ke arah pria di depan ranjangnya. Pria yang menurut Aya hampir merenggut keperawanannya lima tahun silam."Mrs. Prince, maafkan aku telah meninggalkanmu di lobi. Seharusnya aku langsung membawamu pergi. Ini aku Max!"Tangan Aya yang mengacungkan pisau semakin bergetar hebat. Ia ingin berteriak namun suara seolah terenggut darinya. Kemudian pintu rawat inap terbuka dengan sangat keras. Baik Aya dan pria itu menoleh bersamaan."Tembak aku sekarang! Kaki dan tangan!" perintah pria itu yang membuat Aya bingung.Bradley Reid yang baru saja tiba, menatap si pria sendu lalu mengangguk. Tembakan pun terlepas dua kali, menembus kulit si pria di bagian kaki dan tangan. "Maafkan saya, Mr. Braun."Kilasan itu sejenak hadir di benak Aya dan ketika luruh, kilasan lain menyambung, lebih menge
Max menyodorkan selembar kertas kepada Aya. "Kau tinggal menanda-tanganinya, segera setelah W berdiri kokoh, perusahaan itu akan sepenuhnya menjadi milikmu."Aya tersenyum senang, ia menarik jubah mandi Max hingga tubuh pria itu mengungkung tubuh Aya di ranjang, lalu mereka berciuman. "Aku menyediakan dessert khusus untukmu, Mr. Braun."Aya sudah memastikannya. Ia mengirim salinan dari berkas itu dalam bentuk file kepada pengacaranya dan dalam waktu kurang dari sehari, Mr. Harnett menghubungi, mengatakan kepadanya bahwa berkas tersebut memiliki kekuatan hukum yang kuat.Max menatap berkas yang tergeletak di atas nakas lalu beralih ke Aya yang mempermainkan miliknya di bawah sana. Aya benar-benar memberinya sebuah sajian dessert yang tak tertandingi. Tubuhnya ia baringkan, tangannya terulur meremas surai Aya, menuntunnya bergerak naik turun dengan cepat. Geramannya terdengar maskulin hingga mampu menggetarkan kembali hasrat dalam diri Aya.Namun, yang tidak Aya sadari, pria itu menetes
Kenakan dress selutut yang mengembang di bagian bawah!Begitulah bunyi pesan yang dikirim Max untuk Aya dari nomor rahasia yang Max berikan padanya pada kencan kedua mereka. Sebenarnya Aya heran, tapi ia memutuskan untuk nurut saja.Ini hari kedua mereka menginap di salah satu apartemen mungil di wilayah pinggiran Kensburry. Permata mungil yang tersembunyi dari jamahan orang luar. Mungkin itu yang patut disematkan pada wilayah ini. Cocok untuk mereka yang ingin menyingkir dari hiruk-pikuk dunia, menjauh sementara dari satu situasi tertentu. Apalagi bagi pasangan yang sedang dimabuk selingkuh, seperti yang Aya dan Max lakukan."Max ..." Kedua tangan Aya mencengkeram pinggiran meja makan, kepalanya mendongak. "Kau bilang hanya makan malam ..."Meski pun Aya berusaha menyangkal perbuatan Max terhadap tubuhnya, nyatanya ia membiarkan. Tubuhnya menggeliat resah di kursi meja makan. Ia mendesis saat merasakan lidah itu masuk, tangannya terulur ke bawah, mencengkeram sebentuk kepala yang ter
"Kita akan kemana?""Kensburry.""Lalu, bagaimana bisa kau mengelabui suamimu?""Rapat. Aku menyuruh mereka mempercepat rapat terakhir dan Allyson setuju.""Itu rapat penting, Aya. Seharusnya aku hadir, lagipula apabila Beau tahu aku tidak hadir padahal berada di Inggris, pasti dia curiga.""Bradley Reid sudah mengatur semuanya. Ia yang akan hadir menggantikanmu. Dan seandainya dia sadar akan keabsenanmu, kita sudah jauh. Dia tidak tahu kita kencan di mana."Max masih setia mengamati wajah Aya yang menoleh ke samping, menatap pemandangan tepi jalan yang seolah saling mengejar. Tangannya terulur untuk mengelus pipi Aya. Wanita itu pun menoleh lalu terpejam."Apa artinya semua ini, Aya? Jangan memberiku harapan, kau sudah mempunyai suami."Aya menurunkan telapak tangan Max, "aku hanya ingin cepat-cepat melunasi hutangku."Ia pun kembali menoleh ke samping, mengamati pemandangan di luar jendela. Melihat itu, Max melakukan hal yang sama selama sisa perjalanan. Tanpa Max sadari, kedua tang