Share

7. Vinsmoke Alroy: CIPA

Vins hendak mengusap keningnya yang dialiri darah menggunakan lengan bajunya yang panjang, tapi Lily menghentikan dengan cepat. Tangan kecil itu menggenggam tangan Vins tanpa rasa takut. Dia berusia tiga tahun lebih muda dari tuannya, tapi dia sudah mengerti dengan ketidak adilan yang diterima Vins sejak lama.

"Jangan lakukan itu, aku mohon ikutlah denganku dan biarkan aku mengobati semua lukamu," pinta Lily.

"Lepaskan aku," bentak Vins dan dengan sedikit tenaga menghempaskan tangan Lily.

Meski begitu, Lily yang sempat terdorong kembali memegang tangan Vins dengan kencang. Dia bahkan menarik Vins untuk mengikutinya ke gazebo di halaman belakang rumah.

"Apa yang kau lakukan?! Jangan kurang ajar! Lepaskan aku!" perintah Vins di tengah kondisinya yang ditarik paksa oleh Lily

"Tidak mau! Aku harus mengobati lukamu itu lebih dulu!" tolak Lily dengan suara lebih keras. Dia bahkan menghentikan langkahnya dan menyempatkan untuk menatap Vins dengan tajam meskipun air mata menganggu pandangannya.

"Aku tidak butuh obat sedikitpun, berhenti menggangguku!" ucap Vins sambil kembali mengikuti langkah Lily.

Lily memaksa Vins untuk duduk dengan susah payah. Setelah pria itu melakukan apa yang dia inginkan, tangannya melepaskan bando kain yang melingkar di kepalanya. Dia mengikat kedua tangan Vins dengan kencang dan mengaitkannya pada tiang gazebo agar tuan mudanya tidak pergi kemanapun.

"Lepaskan aku! Jangan kurang ajar! Kau tidak bisa memperlakukan aku seperti ini! Hei! Lily!" teriak Vins tanpa dihiraukan oleh Lily. Gadis itu berlari ke dalam rumah lewat pintu belakang untuk mencari kotak obat.

"Sialan," makinya.

Dia hanya bisa diam selama beberapa menit sampai Lily kembali dengan dua buah kotak ukuran sedang. Dia menyembunyikan kotak kedua di belakangnya dan membawa kotak pertama ke pangkuannya. Dia membuka kotak itu dan memperlihatkan banyak sekali obat-obatan di sana.

"Hentikan itu, aku tidak membutuhkannya," ucap Vins.

"Tubuhmu membutuhkannya, ayo buka pakaianmu," balas Lily.

"Cih, kau memintaku melakukannya tapi mengikat tanganku."

Lily mengangguk, membenarkan perkataan tuannya, lalu mengambil satu lagi kain panjang di dalam sakunya dan mengikat kaki Vins. "Dengan begini, kau tidak akan bisa kabur," katanya.

"Apa yang kau lakukan? Apa aku budakmu?!" protes Vins.

"Tentu saja bukan, tapi tolong maafkan aku tuan, jika aku tidak melakukan ini, kau pasti akan kabur, padahal aku tidak berniat membunuhmu, aku hanya ingin mengobati lukamu," oceh Lily. Dia membuka ikatan tangan Vins dan membantunya membuka sweater tebal itu. Jika sudah seperti ini, mau tak mau Vins menuruti kemauan gadis bertubuh kecil di sampingnya. Gadis itu sulit dikalahkan dan sangat keras kepala, entah kenapa. Padahal sudah jelas Vins tidak pernah memedulikannya bahkan selalu bertindak kasar padanya.

"Shhh ... apa ini perih?" tanya Lily saat kapas yang dibaluri antiseptik menyentuh kulit Vins. Dia terus meringis seolah luka itu ada di tubuhnya sendiri.

"Tidak," jawab Vins dengan jujur.

Sudah lama sekali dia tidak merasakan rasa sakit dan sebagainya, entah kenapa. Setiap dia terluka, tidak ada perasaan seperti itu di tubuhnya. Dia sampai lupa bagaimana rasa yang disebut 'sakit' itu. Tanpa disadarinya, Vins sudah menjadi pengidap Congenital Insensivity to Pain with Anhidrosis.

"Kau selalu mengatakan itu," lirih Lily dengan suara tercekat. Dia menangisi tubuh Vins yang penuh luka seolah Vinsmoke akan segera mati tak berdaya.

"Sudahlah, lakukan saja dengan cepat."

Vins memainkan ponselnya selama Lily bekerja. Dia sama sekali tidak terganggu dengan tubuhnya yang diraba-raba oleh gadis itu, dia tidak peduli.

"Aku baru sadar ada tatto di perutmu," ucap Lily. Dia menatap goresan tinta yang melekat di atas kulit Vins dengan seksama. "Apa artinya bunga yang ditusuk pedang ini?" 

Dahi Vins berkerut. Dia ikut menatap ke bagian bawah tubuhnya. Sedikit ke kiri dari pusarnya, ada gambar yang entah dari mana datangnya. Vins sama sekali tidak ingat pernah membuat tatto, apalagi di bagian tubuh yang itu.

"Aku tidak merasa pernah membuatnya," ujar Vins.

"Apa maksudmu? Tatto ini tiba-tiba munc–"

"Tolong aku."

"Kenapa kau berbisik padaku?!" bentak Vins saat suara itu muncul di pendengarannya. Bisikan itu sangat jelas seolah orang yang mengatakannya ada di sebelah Vins. Dia menatap Lily yang terkejut hingga menjatuhkan kapas di tangannya.

"Apa yang sedang kau lakukan?!" tanya Vins lagi.

"A–aku tidak melakukan apapun, tuan," jawab Lily.

"Lalu dari mana datangnya bisikan itu?! Kau ingin membuatku terlihat gila, hah?!"

"Tapi aku tidak melakukan apapun," bantah Lily lagi.

"Aku sangat membutuhkan kalian."

"Berhenti berbisik padaku sialan!" Vins mulai kesal kepada Lily. Dia membuka paksa ikatan di kakinya lalu melempar benda itu kepada Lily.

"Tuan, tunggu! Luka–"

"Persetan dengan luka ini! Berhentilah ikut campur atau aku akan mengusirmu dan keluargamu dari sini! Ingat statusmu! Kau hanya pelayanku, jangan melewati batas!" ancam Vins setelah interupsi Lily.

Dia yang sudah siap ingin pergi sampai membalikkan tubuh dan menunjuk Lily dengan jari telunjuknya. Tiba-tiba saja emosinya memuncak ke ubun-ubun. Dia mendesak Lily hingga tanpa sadar Lily menyenggol satu kotak lain yang disembunyikannya sejak tadi. Kotak itu jatuh ke lantai gazebo dan memperlihatkan kue ulang tahun yang hancur.

"T–tap–"

"Sudah kubilang berhenti ikut campur! Perhatikan batasanmu, pelayan," potong Vins lalu benar-benar pergi dari sana, meninggalkan Lily dengan tangisnya.

Lily menatap kue ulang tahun yang hancur itu. Padahal dia sudah menyiapkannya dan menunggu Vins pulang. Ini adalah hari ulang tahunnya dan seharusnya dia mendapatkan perayaan. Namun, yang terjadi malah pertengkaran itu. Bahkan kini Vins marah kepadanya tanpa sebab. Lily tidak tahu di mana kesalahannya, tapi Lily merasa menyesal karena membuat Vins kesal.

*****

"How does it feel when you are no longer in pain? Is it a gift or a punishment?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status