“Lastri, maukah kamu menjadi pacarku?” Tiba-tiba Juned berdiri menghadang perjalanan Sulastri dan kedua temannya. “Minggir kamu, dasar pria lemah,” ujar Sulastri dengan kasar kepada Juned. Juned frustasi setelah ditolak oleh seorang wanita yang selama ini ia incar. Juned pun pergi ke hutan untuk mencari tanaman beracun demi mengakhiri hidupnya. Namun, ia justru memakan sebuah tanaman langka yang tumbuh 1000 tahun sekali, dan hal itu justru membuatnya mendapatkan beragam kemampuan supranatural serta membuat kemampuan fisiknya naik berkali-kali lipat, termasuk kejantanannya. Saat ia menyadari dirinya telah berubah, ia pun langsung membalas orang-orang yang selama ini telah mencemoohnya, dan membuat para wanita yang selama ini mencemoohnya kembali padanya dan memohon untuk menjadi kekasihnya!
View More“Lastri, maukah kamu menjadi pacarku?” Tiba-tiba Juned berdiri menghadang perjalanan Sulastri dan kedua temannya.
“Minggir kamu, dasar pria lemah,” ujar Sulastri dengan kasar kepada Juned. “Kamu itu tidak cocok ya bersanding dengan Lastri.” Celetuk salah satu teman Sulastri yang berdiri di sampingnya. Juned hanya tertunduk lesu sambil menggenggam seikat bunga mawar, mendengarkan cemoohan yang menyakiti hatinya. Juned sangat menyukai Sulastri yang merupakan anak Juragan Pasir di desa itu. Meski berkali kali cinta Juned ditolak. Sulastri membalas cinta Juned dengan cemoohan dan hinaan belaka. “Hei, Juned. Kamu itu harusnya berkaca dulu. Kamu itu siapa? Berani beraninya mendekati Sulastri.” Ujar teman Sulastri yang lain, sambil mendorong Juned. Juned terjengkang ke belakang, disambut tawa yang menggema ketiga gadis itu. “Hahaha, lihat dia teman-teman. Baru didorong begitu aja sudah jatuh.” Ucap Sulastri tertawa lepas. Kaos yang dipakai Juned kotor terkena tanah, dia tak mampu untuk bangkit melawan. Bukannya iba melihat kondisi Juned, Perlakuan Sulastri justru semakin menjadi-jadi. “Oh, jadi ini yang mau kamu berikan buat aku, hahaha!” Sulastri mengambil dengan kasar, seikat bunga mawar yang sedari tadi di genggam oleh Juned. “Makan ini bunga!!” Sulastri melempar dengan sekuat tenaga bunga mawar tersebut ke wajah Juned hingga bunga itu berhamburan di tanah. Tanpa rasa bersalah Sulastri dan kedua temannya melenggang pergi sambil tertawa puas meninggalkan Juned. Juned melangkah pulang dengan dipenuhi rasa kesal dan kesedihan. Hatinya tertembus kekecewaan dan penyesalan. “Kenapa harus aku yang seperti ini? Kenapa aku harus terlahir dari keluarga miskin? Kenapa aku terlahir dengan fisik yang lemah ini?” Pertanyaan itu yang selalu terngiang di pikiran Juned. Kampungnya mayoritas warga laki-lakinya bekerja di tambang pasir, sementara Juned adalah satu-satunya laki-laki di sana yang berprofesi sebagai seorang mantri sekaligus tukang pijat. Ia mewarisi sebuah klinik dan panti pijat peninggalan kakeknya. Sedangkan kualifikasi mantri ia dapatkan dari pelatihan utusan puskesmas untuk kampungnya. Sesampainya di rumah Juned tampak murung dan tak bergairah setelah mendapat penolakan disertai hinaan dari Sulastri. Dengan badan yang lemas dia duduk di sebuah bayang di depan rumah sambil menatap klinik yang berada di samping rumahnya. “Juned, kamu kenapa? Kok terlihat kurang semangat.” Sapa seorang wanita yang membuyarkan lamunan Juned. Wanita itu bernama Lilis, tantenya Juned. “Gak apa-apa kok, tante.” Balas Juned agak gelagapan karena lamunannya terhenti seketika. Tante Lilis seolah tahu apa yang sedang ada dalam pikiran keponakan satu satunya itu. “Apapun yang terjadi, Tante akan selalu mendukungmu.” Ucap Lilis sambil membelai dengan lembut pundak Juned, kemudian mendekap kepala Juned ke dadanya. Bagian bawah Juned tak bereaksi sama sekali meskipun kepalanya terbenam di area yang nikmat milik Lilis. “Terima kasih, Tante.” Ucap Juned, sambil tersenyum tipis. “Ngga perlu berterima kasih, Juned. Sudah tugas tante untuk merawatmu dan melindungimu. Dulu ibumu juga yang merawatku dan menjagaku, meski kami hanya saudara tiri tapi ibumu begitu sangat menyayangiku.” Dengan suara bergetar Lilis mengingat masa lalu ketika bersama kakaknya, yang tak lain adalah ibu dari Juned. "Sejak suamiku meninggal karena kecelakaan saat kerja di tambang, kamu adalah satu-satunya keluargaku." imbuh Lilis. Setelah mendengarkan nasehat dari Lilis, Juned merasa kembali bersemangat untuk menjalani kehidupannya lagi. Namun perasaan itu tak bertahan sampai sehari lamanya. Ibarat seperti rumah yang sudah dibersihkan kembali dikotori lagi. Sore harinya, ketika Juned hendak membeli stok obat ke apotek yang terletak di kota. Dia melewati gerombolan pemuda yang sedang asyik nongkrong di pinggir jalan. “Woii, Lembek. Mau ke mana kamu?!, hahaha” teriak ketua geng bernama Sugeng mengejek dengan keras, seketika menghampiri Juned yang berjalan dengan cepat. Sugeng langsung menarik tangan Juned dengan kasar. Membawanya mendekat ke arah teman temannya yang berwajah sangar dan lusuh, tak jauh beda dengan si Sugeng. “Kawan-kawan, ini si lembek dari kampung kita.” Sugeng kembali mengejek Juned yang hanya terdiam di tengah kerumunan, “Satu satunya pria di kampung kita yang memiliki jari lentik, hahaha.” Celetuk salah satu teman Sugeng, sambil menunjukkan tangan Juned kepada yang lain. “Maklum, bro. Tangannya Cuma bisa pijat punggung saja, beda sama kita kita yang penuh tenaga mengangkat pasir. Lakii!!” Sahut Sugeng sambil menunjukkan lengannya ala binaraga. Salah satu pria mendekati Juned, dan memperhatikannya dengan tatapan menghina. “Aku dengar dia menyatakan cinta kepada Sulastri. Saingan berat kamu ini, Sugeng.” Pria itu menepuk-nepuk wajah Juned. Sugeng tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan salah satu temannya. “Hahaha, yang benar saja. Dibanding sama aku ya beda jauh, badanku gagah perkasa dan kuat. Sulastri mana mau sama pria lembek dan lemah syahwat seperti dia.” Ucap Sugeng yang semakin menjadi jadi dalam bertindak. Perkataan Sugeng tersebut seperti petir di siang bolong bagi Juned. Semangat yang telah dibangun sebelumnya, kini runtuh seketika. Kesabaran Juned laksana magma yang telah meletup letup di perut gunung. Siap menyembur kapan saja mendengar semua hinaan mereka. “Pria miskin, lembek, dan lemah syahwat tidak pantas buat Sulastri ...” Perkataan Sugeng terhenti seketika. DEBUUUUKKK.... Pukulan Juned yang begitu lemah tak mampu menjatuhkan Sugeng. Bahkan untuk menghuyungkan tubuh Sugeng pun tak bisa. Sungguh terlalu sembrono bagi Juned, melawan satu lawan satu saja dipastikan tidak akan menang. Sugeng tak terima dengan apa yang dilakukan Juned. Dengan satu pukulan balasan, tubuh Juned langsung jatuh ke tanah. DEBUUUKKKK... DEBUUUUKKK.. Saat Juned sudah jatuh, teman-teman Sugeng yang lainnya ikut melakukan salam olahraga terhadap Juned. Setelah dirasa cukup puas, Sugeng beserta kelompoknya pergi dari tempat itu. Meninggalkan Juned yang dalam kondisi setengah sadar berbaring di tanah. . Juned mencoba bangkit dan berdiri dengan tubuh penuh luka. Dia berjalan menuju ke arah hutan yang ada di pinggir kampung. Sambil tertatih menahan perih, dia terus melangkah perlahan. Sesampainya di hutan, Juned bersandar di salah satu pohon. Meratapi nasibnya yang begitu malang hidup di dunia ini. “Aaaaaaaaaaaaargh!!” Teriakan Juned menggema di dalam hutan itu. Di tengah hutan yang mulai di selimuti gelap, Juned melihat tumbuhan tak jauh dari tempat dia duduk, Tumbuhan yang tampak begitu asing baginya. “Apa itu?” gumam Juned. “Aku pernah melihat gambar tanaman ini, tapi di mana ya?” Juned penasaran melihat tanaman seperti jamur. Dia memetiknya, dan terus memperhatikannya dengan seksama. Dalam hatinya, dia merasa senang telah menemukan Jamur beracun itu. Rasa frustasi yang di alaminya mendorong Juned untuk memakan Jamur itu. Tanpa pikir panjang lagi Juned langsung memakannya dan berharap dapat mengakhiri kehidupan yang nestapa. “Daripada aku harus hidup dengan menanggung semua ejekan dan cemoohan yang begitu menyakitkan, lebih baik aku pergi dari dunia ini.” Gumam Juned sambil terus mengunyah perlahan Jamur itu. Rasa pahit dan getir seolah tak ada apa-apanya dibanding nasibnya, hingga akhirnya dia berhasil menelannya.Suasana pesta perlahan berubah seiring berjalannya waktu. Cahaya matahari pagi berganti dengan sinar keemasan siang yang hangat, dan gelas-gelas anggur terus diisi ulang tanpa henti. Tawa semakin keras, percakapan semakin ramai, dan gerakan tubuh para tamu mulai kehilangan kendali. Di tengah keramaian, beberapa orang terlihat bersandar di kursi dengan wajah memerah, sementara yang lain tertawa terbahak-bahak tanpa alasan yang jelas. Suara pecahan gelas sesekali terdengar, diikuti sorak-sorai yang semakin menambah suasana kacau. Juned dan Tania masih berdiri di sisi Marina, tapi sekarang mereka dikelilingi oleh beberapa tamu yang mulai berani mencandai pengantin. “Minum! Minum! Minum!” teriak salah satu tamu sambil mengacungkan gelas ke arah Juned. Juned tersenyum, mengangkat gelasnya yang masih setengah penuh. “Untuk kebahagiaan!” serunya sebelum meneguk isinya. Tania, yang masih memegang tangan Marina, mengamati sekeliling dengan mata berbinar. “Sepertinya pesta ini akan be
“Seharusnya aku tidak membuangmu waktu itu,” bisik Marina pada dirinya sendiri, suaranya bergetar halus. Jari-jarinya yang bercincin menekan pelipisnya. “Lihatlah dirimu sekarang... jauh lebih baik tanpa aku.” Dia mengamati Juned yang kini berdiri gagah dalam setelan jas pengantin, tangannya erat menggenggam Tania. Bibir Marina yang merah menyempit.Air mata yang tak sempat jatuh membasahi ujung matanya. Ia mengingat Juned di masa lalu – rapuh, hancur, dan sepenuhnya tergantung padanya. Kini pria itu berdiri tegar, dengan masa depan cerah di hadapannya. Dengan gemetar, Marina mengambil segelas anggur dari pelayan yang lewat. “Aku berharap waktu bisa kembali seperti dulu,” gumamnya sambil menatap isi gelas. Di kejauhan, Juned tiba-tiba menoleh seolah merasakan pandangan Marina. Untuk sepersekian detik, mata mereka bertemu. Marina segera memalingkan muka, tapi terlambat – Juned sudah melihatnya.Juned menatap Marina dengan pandangan yang dalam, senyum tipis mengambang di bibir
“Mari kita mulai, Sayang,” Tania menarik tangan Juned, melangkah mantap di karpet merah yang terbentang.Pelaminan megah berhiaskan bunga segar menjadi pusat perhatian. Juned dan Tania duduk bersanding, tangan mereka masih terikat erat.Tiba-tiba Bu Ratna berdiri di podium kecil dengan anggun. Suasana riuh seketika senyap. “Terima kasih kepada semua tamu terhormat yang telah hadir merayakan hari bahagia Juned dan Tania,” suara Bu Ratna lantang namun halus, seperti bel yang berdentang. Matanya yang tajam menyapu seluruh hadirin. “Selain pernikahan ini, ada satu hal penting yang ingin saya sampaikan.” Dia berhenti sejenak, menciptakan ketegangan yang nyata. “Mulai hari ini, saya akan mengundurkan diri sementara dari posisi pimpinan Perusahaan Cakra Buana.” Gemuruh kejutan meledak di antara tamu undangan. Beberapa orang hampir menjatuhkan gelas mereka, yang lain saling pandang dengan ekspresi tak percaya. Juned menegakkan posturnya, alisnya berkerut. Tangan Tania di genggamann
“Aku tahu kau bisa mendengarku,” Tania melanjutkan, bahunya bersandar di pintu. “Kau tidak seperti ini. Apa yang terjadi?”Juned mengepal tangan. “Aku tidak tahu,” gumamnya, suaranya serak. “Tapi... semuanya terasa seperti api.” Tania menutup mata. Dia mengenal Juned lebih dari siapa pun—pria itu bukan tipe yang sembarangan melampiaskan nafsu. Ada sesuatu yang salah. “Pernikahan kita sebentar lagi,” katanya pelan. “Jika kau butuh berhenti, katakan sekarang.” Juned tertawa pendek, getir. “Berhenti? Aku bahkan tidak yakin bisa mengenali diriku sendiri saat ini.”“Kau sudah menemukan siapa dirimu! Itu semua terlihat dari orang lain menilai—”Kalimat Tania terhenti ketika pintu kamar terbuka perlahan, mengungkapkan sosok Juned yang kini sudah rapi dalam setelan jas hitam pengantin yang sempurna. Kemeja putihnya bersih, dasi hitam tersimpul rapi, rambutnya tertata rapi—seolah kegelisahan dan nafsu liar yang semalaman menguasainya telah lenyap tanpa bekas.Tania tertegun di hadapannya.
Matahari pagi menyelinap melalui celah tirai, melukis garis-garis emas di atas kulit Rizka yang lemas dan basah oleh keringat. Dadanya naik turun tak beraturan, puncak gunung yang kecokelatan masih berdenyut sensitif saat Juned mengecupnya sekali lagi—sebuah tindakan klaim terakhir.“Dengarkan baik-baik,” bisik Juned, bibirnya masih menempel di kulit Rizka yang menggigil. “Aku bukan boneka nafsu kalian. Bukan mainanmu yang bisa dipanggil kapan saja.”Dia mengangkat wajah, menatap langsung ke mata Rizka yang masih berkaca-kaca. “Mulai sekarang, kalian semua akan menjadi budak nafsuku.”Rizka menarik napas dalam. “Aku tak peduli dengan itu sekarang.” Juned melepaskan pegangan pada Rizka dengan gerakan dingin. Tanpa sepatah kata pun, dia bangkit dari ranjang—tubuhnya terpapar sepenuhnya dalam cahaya pagi yang semakin terang. Dia melangkah pergi, meninggalkan Rizka dalam keadaan telanjang dan bingung. Pintu kamar tertutup dengan suara ‘klik’ yang final.Baru saja Juned keluar d
“Tidak... ah—!” rintih pelayan itu, tubuh yang awalnya menolak kini hanya bisa pasrah. Air matanya mengalir deras, membasahi pipi yang memerah. Namun anehnya, napasnya mulai tersengal-sengal mengikuti irama Juned. Malam yang menjelang fajar menjadi saksi seorang pelayan yang tak berdaya di depan tukang pijat yang memiliki hasrat super.Dua puluh menit berlalu begitu cepat, tapi tidak bagi pelayan itu yang merasakan waktu bergulir begitu lambat. Kaki-kakinya yang awalnya mengatup erat, kini perlahan melilit pinggang Juned.Tubuhnya melengking di atas tanah yang beralaskan pakaian mereka.“Tuan... ampun,” bisiknya parau di telinga Juned, suara hancur antara malu dan tak bisa berbohong pada tubuhnya sendiri. Juned tersenyum di pundaknya yang menggigil. “Sekarang kau tahu bagaimana seharusnya rasanya.”Juned berdiri tegak, tubuhnya yang kekar terpapar cahaya bulan yang mulai memudar. Dia menarik napas dalam, memandangi pelayan yang tergeletak di tanah—pakaian mereka yang berser
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments