Hari ini Amelia bertemu Nitara di halaman perusahaan, Amelia baru saja keluar dari mobil milik Adhinatha, sedangkan Nitara baru saja keluar dari mobilnya William. ‘Itu wanita yang kemarin. Gawat kalau dia melihat aku di sini!’ Sebisa mungkin pria ini menghindari wanita yang pernah ditiduri Erland karena jika tidak begitu maka akan berabe. “Sayang, aku langsung pergi ya,” pamit William pada sang kekasih tanpa berani menunjukan diri di bawah langit yang sama dengan Amelia. “Iya. Hati-hati.” Lambaian tangan gemulai Nitara. Sepeninggalan William, wanita ini segera menghampiri Amelia yang sengaja menunggunya, “hari ini kamu diantar?” tanyanya karena kala Adhinatha keluar dari mobil, perhatiannya sedang fokus pada calon suaminya. Jadi dirinya masih belum mengetahui status sahabatnya yang adalah anak bos besar di sini. “Iya. Aku lagi dikawal. Entahlah, orangtuaku selalu berlebihan,” keluhan Amelia karena khusus hari ini dirinya akan selalu bersama Adhinatha atas perintah Sopia yang terlalu
Pukul empat tiba begitu saja, tapi Amelia tidak dapat kemanapun, dirinya harus selalu bersama sang ayah. Sementara, William menepati janjinya, pria ini tiba pukul empat kurang lima menit. “Di mana dia? Bukankah kemarin-kemarin dia yang mengejarku karena ingin bicara.” Duduk tenang dan santai dilakukannya untuk menghilangkan kecewa pada kenyataan jika dirinya dibuat menunggu. Sepuluh menit berlalu, Amelia belum juga menunjukan batang hidungnya. Panggilan di udara segera diarahkan pada si wanita, tetapi tidak mendapatkan respon. “Menyebalkan, jadi sekarang dia berani mempermainkanku. Ck, sepertinya dia memang pembohong pasti keberadaan Kenzo juga hanya isapan jempol. Zaman sekarang banyak sekali manusia jago edit, paling foto balita yang ditunjukannya hasil editan hingga sangat mirip dengan Erland!” Pria ini berlalu dengan kesal. Di sisi lain Amelia sedang bersama Adhinatha, menjamu beberapa kolega yang datang ke perusahaan. ‘Menyebalkan ..., kenapa harus seperti ini!’ Raungnya di dala
Hati Amelia runtuh mendengarnya. Segera, dirinya berpamitan dengan alasan memiliki keperluan dengan seorang teman padahal dirinya segera meluncur ke kediaman William. “Pak, izinkan saya bertemu dengan Erland sebentar saja!” Kalimatnya sangat memburu saat berhadapan dengan satpam. “Maaf nona, anda tidak dapat menemui Tuan Erland jika tidak memiliki janji.” Satpam segera menghadang Amelia walau dirinya sudah tidak asing dengan wajah wanita ini karena ini ke sekian kalinya dia muncul, memaksa bertemu dengan Erland. “Saya memang tidak punya janji dengan Erland, tapi kami sudah pernah membicarakan ini sebelumnya!” “Maaf, nona.” Di dalam layar, William menyaksikan Amelia. “Kemana saja kemarin? Tapi sekarang kamu datang seolah sedang mengunjungi rumah sakit gawat darurat!” William duduk bak raja di dalam kediamannya yang bak istana. “Siapa wanita itu?” Bagaswara ikut menyaksikan pemandangan di luar kala dirinya bermaksud mengambil benda tertinggal. “Amelia-putri Tuan Adhinatha yang meng
Amelia tidak segera kembali ke kediamannya walau urusannya telah usai, wanita ini memilih mengunjungi cafe ekslusif yang pernah mempertemukannya dengan Erland. Mencari pria itu adalah satu-satunya tujuannya kini walau dirinya tahu sangat kecil kemungkinan menemukan Erland di sini karena sekalipun pria itu adalah tamu tetap, tetapi tidak mungkin setiap saat berada di sini apalagi dia adalah orang dengan sejuta kesibukan. Embusan udara kecewa dibuang Amelia. “Aku kira kamu akan melepas lelah di sini.” Tatapannya masih menyisir hingga ke setiap sudut ruangan. Wanita ini hanya memesan minuman bersoda bersama sebuah cake, menyantapnya walau kurang menikmati. “Mbak, Kenzo sedang apa?” panggilannya segera mengudara pada ibu asuh putranya. “Sedang bermain non, Den Kenzo aktif sekali, siang dan malam sukanya bermain,” kekeh wanita ini. Kabar yang dibawanya membawa kegembiraan untuk Amelia. “Seaktif apa, Mbak? Amei mau lihat dong!” Antusias segera memuncak, membangkitkan semangat berlipat. Ma
“Sepertinya aku mengenal wanita ini.” Seorang pria menyelidik foto wajah Amelia berbeda dengan yang lainnya, “tunggu, dia mantan pacarku!” Tio mengerjap dalam. William segera menyunggingkan bibirnya. “Kamu yakin tidak salah orang?” “Iya, tentu saja, dia meninggalkanku dua tahun lalu. Dia tahu aku selingkuh!” “Dua tahun lalu?” William menggaris bawahinya karena seakan banyak hal yang berhubungan dengan dua tahun lalu. “Iya, dia menyamar menjadi pelayan di sini, aku tahu, tapi aku abaikan. Ternyata dia sedang memata-matai pacar baruku, sialnya lagi dia nekad putuskan hubungan kami padahal aku cuma main-main sama wanita murahan itu, aku sangat menginginkan Amei, aku sangat mencintainya!” pengakuan Tio di luar dugaan, kini suaranya berubah sendu, “hanya saja waktu itu dia tidak memberiku kesempatan untuk bicara jadi aku tidak bisa mengungkapkannya.” “Apa yang terjadi dua tahun lalu pada Amelia?” William ingin memastikan apakah benar wanita itu tidur dengan Erland-kembarannya? “Entahl
Kecelakaan kecil terjadi, mobil yang dikendarai Amelia menabrak pengendara lain kala di lampu merah karena kecepatannya berbeda dengan yang lain hingga akhirnya si pengendara keluar dari mobilnya, hendak menegur. Namun, ternyata itu adalah Tio-mantan pacar Amelia yang ditinggalkan wanita ini dua tahun lalu. Amelia memilih bungkam kala Tio mengetuk kaca mobilnya, dirinya tidak pernah memiliki niat menemui Tio, apalagi berbicara dengan pria yang telah menyakitinya. “Kenapa harus bertemu dengan Tio, dan kenapa mobil yang aku tabrak punya Tio?” Wanita ini menggerutu sekalian merajuk. “Mbak atau mas, tanggung jawab dong, lihat mobil saya, lampunya sampai pecah!” Tio tidak menyerah walau wajahnya menjadi tontonan orang lain, tetapi dirinya tidak gentar selama dipihak yang benar. “Bagaimana ya, lagian kalau coba kabur juga pasti tidak bisa, yang ada cuma menimbulkan kemacetan.” Terpaksa Amelia membuka kaca mobilnya, kemudian tersenyum kecil ke arah Tio. “Eu, Amei!” Tio membeku sesaat, tet
Amelia tidak sadarkan diri, tetapi Tio baik-baik saja bahkan tanpa luka sedikit pun. Maka, wanita itu segera dilarikan ke rumah sakit, untungnya dirinya hanya pingsan biasa dengan sedikit luka di dahi karena saat mobil terguling itu murni kecelakaan tunggal, kuda besi yang mereka tumpangi tidak tertabrak mobil manapun hingga sangat meminimalkan dampak buruk. Sopia dan Adhinatha segera mengunjungi rumah sakit setelah mengetahui peristiwa yang menimpa putri mereka. “Mei ....” Wanita ini segera meraup Amelia yang sudah mampu mendudukan tubuhnya di tepian ranjang karena memang lukanya tidak serius, dirinya hanya kaget, “sayang, mana yang sakit?” Kali ini Sopia sangat berbeda dari biasanya. “Tidak ada, cuma sedikit di dahi,” jawaban tidak niat Amelia karena dalam pemikirannya masih ada misi yang belum selesai yaitu menemui William atau Erland, tetapi berakhir di sini. “Iya ampun Mei ..., kenapa kamu harus pergi dari sisi papa, akhirnya seperti ini kan!” Bukan maksud mengomeli putrinya ya
Tiga hari berlalu, Amelia baru saja keluar dari kamarnya setelah beristirahat total atas perintah Sopia. Baru saja membuka pintu, bibi datang menghampiri. “Tadi saudari bibi telepon, katanya dia tidak bisa lebih lama lagi menjaga Kenzo, sudah hampir dua minggu.” Wajah Amelia yang mulai terlihat segar kembali memucat. “Bi, apa bibi punya kenalan lagi? Amei belum berhasil bicara pada Erland, bahkan sekarang Erland atau yang orang kenal adalah William akan bertunangan. Bagaimana ini bi?” cemasnya. “Non Amei tenang dulu, bibi akan mencoba mencari bantuan, bibi juga kasihan sama Kenzo.” “Bi ..., tolong ya, Amei cuma bisa bergantung sama bibi.” Wajahnya melukiskan kecemasan luar biasa. Bagaimana tidak, sebentar lagi putranya tidak memiliki pengasuh dan tidak memiliki tempat tinggal. “Iya non ..., tenang dulu ya non ....” Bibi sangat mengetahui keresahan hati Amelia, tetapi di saat seperti ini tenang adalah kunci utama. Sopia baru saja tiba di lantai atas tempat kamar Amelia berada. “Bi,